Terhindar dari Perpecahan, Golkar Diapresiasi

Sabtu, 17 Januari 2015 - 14:29 WIB
Terhindar dari Perpecahan, Golkar Diapresiasi
Terhindar dari Perpecahan, Golkar Diapresiasi
A A A
JAKARTA - Kekhawatiran atas timbulnya perpecahan di Partai Golkar akibat konflik internal dipastikan tidak menjadi kenyataan setelah ada kesepakatan dua kubu yang bertikai untuk tetap bersatu.

Baik kubu Aburizal Bakrie (ARB) maupun kubu Agung Laksono sepakat untuk tidak membentuk partai baru. Kesepakatan ini dicapai pada perundingan Rabu (14/1) di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta. Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Idil Akbar menilai apa yang dilakukan kubu Munas Bali pimpinan ARB dan kubu Munas Ancol pimpinan Agung tersebut merupakan hal yang positif bagi perjalanan partai ke depan.

Menurut dia, Golkar mampu menunjukkan kematangannya dengan mengedepankan kepentingan partai yang lebih besar, terutama menghadapi Pemilu 2019. Dengan kesepakatan untuk tetap bersatu itu, tak menutup kemungkinan pada 2019 Golkar mampu tampil sebagai pemenangpemilu. Mengenaibelum adanya kesepahaman soal siapa yang akan menjabat sebagai ketua umum, apakah ARB atau Agung, itu bukan masalah yang krusial dalam konteks keutuhan Golkar.

Sebab kedua kubu sudah sepakat untuk menanti keputusanpengadilan. Siapapun yang dimenangkan pengadilan nanti, dia yang berhak me-nentukan syarat islah, termasuk dalam hal ini posisi ketua umum. “Siapa pun yang kalah juga harus berkomitmen menjaga soliditas Golkar dengan melebur kepada yang menang. Dengan putusan pengadilan pula nanti tidak ada lagi kubu yang bermanuver,” jelasnya.

Idil menambahkan, ada dua kunci soliditas Golkar dalam mencapai islah, baik lewat perundingan maupun pengadilan. Pertama, dibutuhkan keikhlasan menerima keputusan dan mengajak seluruh komponen dari pusat hingga daerah untuk melebur kepada yang menang. Kedua, unsur pimpinan DPP Partai Golkar itu sendiri, baik kubu ARB maupun kubu Agung, tidak melakukan tindakan provokasi kepada anggota partai ketika putusan pengadilan memenangkan salah satu pihak.

“Mereka harus mampu juga menjaga kekondusifan. Dua hal itu sangat penting, kalau enggak, ya, enggak bakal selesai-selesai,” ujarnya. Dalam pandangan pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Heri Budianto, jika kedua kubu ingin menjalani proses pengadilan, tetap akan ada pihak yang tidak puas saat putusan dijatuhkan.

“Enggak akan islah kalau sudah masuk ke pengadilan. Sebab di pengadilan itu akan head to head. Tidak ada jaminan pihak yang kalah akan menerima putusan itu,” imbuhnya. Menurut Heri, islah sebaiknya dilakukan tidak melalui pengadilan, melainkan dengan menggelar musyawarah nasional (munas) rekonsiliasi.

Sebelumnya, Ketua Harian DPP Partai Golkar MS Hidayat yang merupakan juru runding ARB mengatakan, sambil menunggu proses islah baik melalui perundingan atau menunggu putusan pengadilan, kedua pihak sepakat menyatukan struktur kepengurusan hasil Munas Bali dan Munas Ancol.

“Kita sepakat kalau nanti pengadilan yang jadi rujukan, pihak yang dimenangkan pengadilan yang bisa mengajukan persyaratan untuk islah, sedangkan yang kalah berjanji tidak melahirkan partai baru. Itu komitmen yang disepakati,” katanya di Kantor DPP Partai Golkar, Rabu (14/1).

Juru runding kubu Agung Laksono, Andi Matalatta, menjelaskan kubu masing-masing sepakat menerima apapun putusan pengadilan. Menang atau kalah, semangat mempersatukan Golkar sudah menjadi komitmen bersama. “Tidak ada lagi anak haram yang lahir dari Golkar, tidak ada partai baru dari kubu yang kalah,” jelasnya.

Sucipto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6033 seconds (0.1#10.140)