Polemik Kapolri, Antara Perang Bintang & Konflik Elite Parpol
A
A
A
JAKARTA - Polemik pencalonan Kapolri Komjen Budi Gunawan bukan semata soal rekening gendut yang berujung penetapan tersangka.
Hal ini membuat geger, karena proses pencalonan telah dituntaskan DPR dengan menerima usul Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap Budi Gunawan.
Namun mencuat ke permukaan yakni, persaingan petinggi atau para jenderal Polri dan persaingan elite partai politik (parpol) yang belum tuntas.
“Saya melihat, ini persaingan para (bintang) jenderal polisi untuk eksistensi kelompok atau faksi mereka," kata pengamat politik muda Yasin Muhammad saat dihubungi, Jumat (16/1/2015).
"Penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Budi Gunawan, jelas menguntungkan kelompok pesaing Budi Gunawan,” imbuhnya.
Aspek yang tak kalah menarik juga terlihat di kasus Budi Gunawan yakni persaingan elite yang menyisakan persoalan dan berdampak pada Budi.
Persaingan sangat kentara pada diri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Persaingan Presiden ke-5 Megawati dengan Presiden ke-6 SBY, bertemu di pencalonan Kapolri ini," ucapnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) ini menjelaskan, menjelang pergantian Kapolri, aura persaingan antar jenderal sangat tinggi.
Dengan keputusan KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, maka dinamika persiangan internal di Polri makin tinggi.
Lawan Budi Gunawan diuntungkan dengan keputusan KPK ini dan pasti menggalang dukungan pihak lain lagi untuk menjegal Budi.
Persaingan para jenderal di kepolisian ini lanjut Yasin, jelas sangat merugikan masyarakat, karena pendidikan politik yang buruk.
“Bukankah kepolisian merupakan institusi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat," jelasnya.
"Tetapi ketika akan ada pergantian pucuk pimpinan tertingginya, para jenderak memperlihatkan persaingan tak sehat,” ujar Yasin.
Yasin menjelaskan selain persaingan internal jenderal polisi, nuansa politik dalam pencalonan Budi Gunawan sangat kental.
Pasalnya posisi Kapolri terkait dengan kondisi dan posisi parpol di Tanah Air. Jadi parpol ikut berkepentingan dalam pencalonan ini.
“Saya melihat Megawati bersemangat mendorong Budi Gunawan guna menggusur Sutarman yang diposisikan sebagai orang SBY," jelasnya.
"Dengan demikian, persaingan politik Mega dan SBY masih berlanjut dan dalam kasus pencalonan Kapolri mencuat,” katanya.
Alumnus pascasarjana Universitas Paramadina ini menegaskan, posisi Kapolri sangat strategis bagi elite dan juga parpol.
"Dalam hubungan ini, posisi Presiden Jokowi malah bertambah sulit dan harus mengambil keputusan yang meminimalkan risiko politik," pungkasnya.
Hal ini membuat geger, karena proses pencalonan telah dituntaskan DPR dengan menerima usul Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap Budi Gunawan.
Namun mencuat ke permukaan yakni, persaingan petinggi atau para jenderal Polri dan persaingan elite partai politik (parpol) yang belum tuntas.
“Saya melihat, ini persaingan para (bintang) jenderal polisi untuk eksistensi kelompok atau faksi mereka," kata pengamat politik muda Yasin Muhammad saat dihubungi, Jumat (16/1/2015).
"Penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Budi Gunawan, jelas menguntungkan kelompok pesaing Budi Gunawan,” imbuhnya.
Aspek yang tak kalah menarik juga terlihat di kasus Budi Gunawan yakni persaingan elite yang menyisakan persoalan dan berdampak pada Budi.
Persaingan sangat kentara pada diri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Persaingan Presiden ke-5 Megawati dengan Presiden ke-6 SBY, bertemu di pencalonan Kapolri ini," ucapnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) ini menjelaskan, menjelang pergantian Kapolri, aura persaingan antar jenderal sangat tinggi.
Dengan keputusan KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, maka dinamika persiangan internal di Polri makin tinggi.
Lawan Budi Gunawan diuntungkan dengan keputusan KPK ini dan pasti menggalang dukungan pihak lain lagi untuk menjegal Budi.
Persaingan para jenderal di kepolisian ini lanjut Yasin, jelas sangat merugikan masyarakat, karena pendidikan politik yang buruk.
“Bukankah kepolisian merupakan institusi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat," jelasnya.
"Tetapi ketika akan ada pergantian pucuk pimpinan tertingginya, para jenderak memperlihatkan persaingan tak sehat,” ujar Yasin.
Yasin menjelaskan selain persaingan internal jenderal polisi, nuansa politik dalam pencalonan Budi Gunawan sangat kental.
Pasalnya posisi Kapolri terkait dengan kondisi dan posisi parpol di Tanah Air. Jadi parpol ikut berkepentingan dalam pencalonan ini.
“Saya melihat Megawati bersemangat mendorong Budi Gunawan guna menggusur Sutarman yang diposisikan sebagai orang SBY," jelasnya.
"Dengan demikian, persaingan politik Mega dan SBY masih berlanjut dan dalam kasus pencalonan Kapolri mencuat,” katanya.
Alumnus pascasarjana Universitas Paramadina ini menegaskan, posisi Kapolri sangat strategis bagi elite dan juga parpol.
"Dalam hubungan ini, posisi Presiden Jokowi malah bertambah sulit dan harus mengambil keputusan yang meminimalkan risiko politik," pungkasnya.
(maf)