Pesawat SU-35 Prioritas Pengganti F-5
A
A
A
JAKARTA - Pesawat Sukhoi-35 buatan Rusia menjadi prioritas pertama bagi TNI AU dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk menggantikan pesawat F-5 Tiger II produk Amerika Serikat yang sudah menua dan ketinggalan zaman.
Keputusan tersebut sesuai dengan kajian dan analisa kebutuhan pertahanan mendatang. Panglima TNI Jenderal Moeldoko TNI AU mengatakan, pihaknya telah melakukan pengkajian terhadap sejumlah pesawat yang akan menggantikan peran F-5 Tiger II untuk menjaga kedaulatan wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Pesawat tempur Sukhoi-35, kemudian pesawat F-16 dan pesawat Gripen buatan Swedia. Ketiganya sudah kita sampaikan ke Menteri Pertahanan (Menhan) dan pilihan yang dipilih TNI AU menempatkan Sukhoi-35 paling atas,” kata Jenderal TNI Moeldoko seusai acara serahterima jabatan (Sertijab) Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dari Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia kepada Marsekal Madya TNI Agus Supriyatna di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, kemarin.
Mantan pangdam Siliwangi ini menegaskan kekuatan udara harus dibangun dengan baik, karena keunggulan udara akan menjamin keamanan lautan. “Jadi, kita tidak akan mungkin unggul di laut kalau tidak punya keunggulan di udara. Itu sudah kunci rumus. Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang akan membangun kebijakan poros maritim dunia, di antaranya keamanan laut, maka kekuatan udara kita tidak boleh ditinggalkan,” ujarnya.
Menurut Panglima, saat ini TNI sedang membangun tiga rencana strategis (renstra), yakni renstra membangun kekuatan, renstra kesejahteraan prajurit, serta renstra perbaikan dan perawatan. “Ini betulbetul harus dipedomani dengan baik dan konsisten serta konsekuen apa yang kita buat, karena kondisi alutsista kita tidak akan memiliki daya tahan yang lama apabila tidak memperhatikan aspek pemeliharaan,” katanya.
Selain itu, peningkatan sumber daya manusia (SDM) juga sangat menentukan. Pasalnya, alutsista yang bagus, modern, dan canggih tidak akan bermakna bila SDM-nya tidak bagus dalam arti skill dan semangat juangnya. “Jangan sampai alutsistanya bagus, tapi manusianya memble, ini nggak boleh. Militansi harus terbangun dengan baik. SDM harus dibenahi,” katanya.
Jenderal bintang empat ini menyebutkan dua hal itu menjadi atensi TNI, sehingga ke depan TNI betul-betul menjadi organisasi yang hebat, kuat, solid, dan memiliki interoperabilitas operasi, intelijen, dan interoperabilitas logistik dengan baik. Untuk itu, Panglima berpesan ke depan TNI AU harus mampu meningkatkan pertahanan untuk menjaga kedaulatan udara, khususnya di Laut Cina Selatan.
“Tantangan TNI AU di masa yang akan datang akan semakin besar. Terutama terkait kompetisi kedaulatan wilayah udara danaksesekonomi, khususnyadi wilayah Laut Cina Selatan yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata Moeldoko.
Menurut Panglima, pembangunan ketahanan nasional yang tangguh akan mendorong peningkatan pembangunan nasional. TNI AU sebagai bagian dari sistem pertahanan nasional harus mampu menjadi kekuatan udarayanghandal. Apalagi, pemberlakuan open sky policy 2015 yang diprediksi bisa berdampak pada masalah keamanan dan kedaulatan negara. Seperti diketahui, SU-35 merupakan pesawat tempur terkuat buatan Negeri Beruang Merah.
Pesawat bermesin ganda ini dianggap sebagai pesawat generasi kelima karena kelebihan yang dimilikinya. Bagaimana tidak, pesawat turunan dari Su-27 ini mampu melakukan manuver yang tidak bisa dilakukan oleh pesawat tempur lainnya, yakni berhenti seketika dan menggantung di udara seperti kobra, di samping mampu terbang cepat di ketinggian dan bisa membawa banyak rudal udara ke udara.
Pesawat dengan tempat duduk tunggal ini juga dilengkapi sistem avionik canggih dan memiliki kecepatan supersonik sekitar mach 1,5, yakni dua kali kecepatan suara dan dianggap mampu melampaui pesawat tempur generasi kelima F-22 Raptor buatan Amerika Serika.
Kelebihan lainnya, pesawat ini memiliki sistem pencarian dan pelacakan inframerah, termasuk sensor nonelektromagnetik untuk pendeteksian jarak jauh serta peralatan jamming yang mampu menurunkan kemampuan radar pesawat musuh.
Di sisi lain, Panglima TNI juga menegaskan pentingnya upaya persiapan diri terkait upaya pengambilalihan flight identification region (FIR) dari Singapura pada 2019 mendatang. Selama ini, pengendalian wilayah udara oleh negara tersebut sering kali menyulitkan TNI dalam menindak pelanggaran kedaulatan udara.
“Masalah FIR pada 2019 akan ada penyerahan ke Indonesia. Untuk itu, sejak awal kita sudah memobilisasi kondisi itu. Saya sudah mendapatkan kajian dari TNI AU,” ujarnya. Sementara itu, KSAU Marsekal Madya Agus Supriatna mengatakan bahwa persoalan FIR tidak bisa dibebankan kepada TNI AU saja, tetapi terkait juga dengan lembaga negara lainnya seperti Kementerian Perhubungan.
“Tidak bisa TNI AU saja, tapi juga menhub, dan sudah disampaikan Panglima lewat menko polhukam dan menlu,” katanya. Mantan kasum TNI ini berkomitmen akan menjalankan tujuh kebijakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Terkait dengan rencana strategi pengadaan alutsista, Agus mengaku ada 12 radar yang dibutuhkan Indonesia.
Radar tersebut akan ditempatkan di daerah yang masih belum terkover. “Kalau alutsista yang utama sekarang, sesuai renstra kita dan juga kebijakan TNI itu adalah nanti kebutuhan radar-radar,” ucapnya.
Sucipto/ Fefy dwi haryanto
Keputusan tersebut sesuai dengan kajian dan analisa kebutuhan pertahanan mendatang. Panglima TNI Jenderal Moeldoko TNI AU mengatakan, pihaknya telah melakukan pengkajian terhadap sejumlah pesawat yang akan menggantikan peran F-5 Tiger II untuk menjaga kedaulatan wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Pesawat tempur Sukhoi-35, kemudian pesawat F-16 dan pesawat Gripen buatan Swedia. Ketiganya sudah kita sampaikan ke Menteri Pertahanan (Menhan) dan pilihan yang dipilih TNI AU menempatkan Sukhoi-35 paling atas,” kata Jenderal TNI Moeldoko seusai acara serahterima jabatan (Sertijab) Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dari Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia kepada Marsekal Madya TNI Agus Supriyatna di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, kemarin.
Mantan pangdam Siliwangi ini menegaskan kekuatan udara harus dibangun dengan baik, karena keunggulan udara akan menjamin keamanan lautan. “Jadi, kita tidak akan mungkin unggul di laut kalau tidak punya keunggulan di udara. Itu sudah kunci rumus. Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang akan membangun kebijakan poros maritim dunia, di antaranya keamanan laut, maka kekuatan udara kita tidak boleh ditinggalkan,” ujarnya.
Menurut Panglima, saat ini TNI sedang membangun tiga rencana strategis (renstra), yakni renstra membangun kekuatan, renstra kesejahteraan prajurit, serta renstra perbaikan dan perawatan. “Ini betulbetul harus dipedomani dengan baik dan konsisten serta konsekuen apa yang kita buat, karena kondisi alutsista kita tidak akan memiliki daya tahan yang lama apabila tidak memperhatikan aspek pemeliharaan,” katanya.
Selain itu, peningkatan sumber daya manusia (SDM) juga sangat menentukan. Pasalnya, alutsista yang bagus, modern, dan canggih tidak akan bermakna bila SDM-nya tidak bagus dalam arti skill dan semangat juangnya. “Jangan sampai alutsistanya bagus, tapi manusianya memble, ini nggak boleh. Militansi harus terbangun dengan baik. SDM harus dibenahi,” katanya.
Jenderal bintang empat ini menyebutkan dua hal itu menjadi atensi TNI, sehingga ke depan TNI betul-betul menjadi organisasi yang hebat, kuat, solid, dan memiliki interoperabilitas operasi, intelijen, dan interoperabilitas logistik dengan baik. Untuk itu, Panglima berpesan ke depan TNI AU harus mampu meningkatkan pertahanan untuk menjaga kedaulatan udara, khususnya di Laut Cina Selatan.
“Tantangan TNI AU di masa yang akan datang akan semakin besar. Terutama terkait kompetisi kedaulatan wilayah udara danaksesekonomi, khususnyadi wilayah Laut Cina Selatan yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata Moeldoko.
Menurut Panglima, pembangunan ketahanan nasional yang tangguh akan mendorong peningkatan pembangunan nasional. TNI AU sebagai bagian dari sistem pertahanan nasional harus mampu menjadi kekuatan udarayanghandal. Apalagi, pemberlakuan open sky policy 2015 yang diprediksi bisa berdampak pada masalah keamanan dan kedaulatan negara. Seperti diketahui, SU-35 merupakan pesawat tempur terkuat buatan Negeri Beruang Merah.
Pesawat bermesin ganda ini dianggap sebagai pesawat generasi kelima karena kelebihan yang dimilikinya. Bagaimana tidak, pesawat turunan dari Su-27 ini mampu melakukan manuver yang tidak bisa dilakukan oleh pesawat tempur lainnya, yakni berhenti seketika dan menggantung di udara seperti kobra, di samping mampu terbang cepat di ketinggian dan bisa membawa banyak rudal udara ke udara.
Pesawat dengan tempat duduk tunggal ini juga dilengkapi sistem avionik canggih dan memiliki kecepatan supersonik sekitar mach 1,5, yakni dua kali kecepatan suara dan dianggap mampu melampaui pesawat tempur generasi kelima F-22 Raptor buatan Amerika Serika.
Kelebihan lainnya, pesawat ini memiliki sistem pencarian dan pelacakan inframerah, termasuk sensor nonelektromagnetik untuk pendeteksian jarak jauh serta peralatan jamming yang mampu menurunkan kemampuan radar pesawat musuh.
Di sisi lain, Panglima TNI juga menegaskan pentingnya upaya persiapan diri terkait upaya pengambilalihan flight identification region (FIR) dari Singapura pada 2019 mendatang. Selama ini, pengendalian wilayah udara oleh negara tersebut sering kali menyulitkan TNI dalam menindak pelanggaran kedaulatan udara.
“Masalah FIR pada 2019 akan ada penyerahan ke Indonesia. Untuk itu, sejak awal kita sudah memobilisasi kondisi itu. Saya sudah mendapatkan kajian dari TNI AU,” ujarnya. Sementara itu, KSAU Marsekal Madya Agus Supriatna mengatakan bahwa persoalan FIR tidak bisa dibebankan kepada TNI AU saja, tetapi terkait juga dengan lembaga negara lainnya seperti Kementerian Perhubungan.
“Tidak bisa TNI AU saja, tapi juga menhub, dan sudah disampaikan Panglima lewat menko polhukam dan menlu,” katanya. Mantan kasum TNI ini berkomitmen akan menjalankan tujuh kebijakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Terkait dengan rencana strategi pengadaan alutsista, Agus mengaku ada 12 radar yang dibutuhkan Indonesia.
Radar tersebut akan ditempatkan di daerah yang masih belum terkover. “Kalau alutsista yang utama sekarang, sesuai renstra kita dan juga kebijakan TNI itu adalah nanti kebutuhan radar-radar,” ucapnya.
Sucipto/ Fefy dwi haryanto
(ars)