Mengembalikan Eksistensi UMKM
A
A
A
M faiz Sugihartanto
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Tanpa terasa tahun 2015 telah tiba. Pada tahun ini pula Indonesia telah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA/AEC) 2015.
Itu berarti persaingan dalam hal ekonomi semakin ketat karena produk yang berasal dari negara-negara di Asia Tenggara dapat memasuki Indonesia dengan bebas. Pertanyaannya, apakah produk-produk di Indonesia secara kualitas dan harga mampu menyaingi produk-produk yang berasal dari Asia Tenggara?
Menyongsong momentum MEA2015 ini seharusnya pemerintah menyiapkan skenario pembangunan nasional yang telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat Asia Tenggara. Khususnya di sini adalah sektor perekonomian menengah ke bawah. Sektor tersebut bersifat mendesak untuk diselamatkan sebab banyak masyarakat Indonesia yang bergantung kepada sektor ekonomi tersebut.
Khususnya pada sektor tersebut adalah eksistensi dari usaha mikro, kecil, menengah atau yang biasa disebut dengan UMKM. Salah satu sektor UMKM yang berkontribusi cukup tinggi bagi perekonomian Indonesia adalah produk makanan dan minuman. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, keseluruhan industri makanan dan minuman menyumbang GDP sampai 7% dari keseluruhan GDP Indonesia.
Karena itu jika nantinya eksistensi produk ini menurun akan adanya produk dari negara lain, hal tersebut menjadi ancaman yang cukup berpengaruh pada perekonomian Indonesia Menurut Hary Tanoesoedibjo, permasalahan UMKM di Indonesia adalah dari segi edukasi, pengalaman, modal, serta jaringan.
Keempat aspek itulah yang menjadi PR bagi kita semua. Peran pemerintah sendiri dapat dimaksimalkan untuk menyelesaikan permasalahan pada bagian modal dan jaringan serta memberikan proteksi bagi UMKM di Indonesia. Lalu bagaimana dengan para pemuda? Sebagai pemuda kita tidak harus menunggu pemerintah melalui program-programnya.
Namun pastinya kita bisa memulai dari gerakan-gerakan dalam memaksimalkan peran dan fungsi mahasiswa, yaitu menyelesaikan masalah edukasi dan pengalaman melalui pencerdasan secara langsung dengan memberikan pelatihan-pelatihan kewirausahaan.
Dengan demikian kita berharap adanya AEC 2015 ini tidak menghancurkan eksistensi UMKM di Indonesia. Harapannya dapat tumbuh iklim yang kompetitif sehingga dapat terjadi peningkatan kualitas produk untuk dapat bersaing di ASEAN.
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Tanpa terasa tahun 2015 telah tiba. Pada tahun ini pula Indonesia telah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA/AEC) 2015.
Itu berarti persaingan dalam hal ekonomi semakin ketat karena produk yang berasal dari negara-negara di Asia Tenggara dapat memasuki Indonesia dengan bebas. Pertanyaannya, apakah produk-produk di Indonesia secara kualitas dan harga mampu menyaingi produk-produk yang berasal dari Asia Tenggara?
Menyongsong momentum MEA2015 ini seharusnya pemerintah menyiapkan skenario pembangunan nasional yang telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat Asia Tenggara. Khususnya di sini adalah sektor perekonomian menengah ke bawah. Sektor tersebut bersifat mendesak untuk diselamatkan sebab banyak masyarakat Indonesia yang bergantung kepada sektor ekonomi tersebut.
Khususnya pada sektor tersebut adalah eksistensi dari usaha mikro, kecil, menengah atau yang biasa disebut dengan UMKM. Salah satu sektor UMKM yang berkontribusi cukup tinggi bagi perekonomian Indonesia adalah produk makanan dan minuman. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, keseluruhan industri makanan dan minuman menyumbang GDP sampai 7% dari keseluruhan GDP Indonesia.
Karena itu jika nantinya eksistensi produk ini menurun akan adanya produk dari negara lain, hal tersebut menjadi ancaman yang cukup berpengaruh pada perekonomian Indonesia Menurut Hary Tanoesoedibjo, permasalahan UMKM di Indonesia adalah dari segi edukasi, pengalaman, modal, serta jaringan.
Keempat aspek itulah yang menjadi PR bagi kita semua. Peran pemerintah sendiri dapat dimaksimalkan untuk menyelesaikan permasalahan pada bagian modal dan jaringan serta memberikan proteksi bagi UMKM di Indonesia. Lalu bagaimana dengan para pemuda? Sebagai pemuda kita tidak harus menunggu pemerintah melalui program-programnya.
Namun pastinya kita bisa memulai dari gerakan-gerakan dalam memaksimalkan peran dan fungsi mahasiswa, yaitu menyelesaikan masalah edukasi dan pengalaman melalui pencerdasan secara langsung dengan memberikan pelatihan-pelatihan kewirausahaan.
Dengan demikian kita berharap adanya AEC 2015 ini tidak menghancurkan eksistensi UMKM di Indonesia. Harapannya dapat tumbuh iklim yang kompetitif sehingga dapat terjadi peningkatan kualitas produk untuk dapat bersaing di ASEAN.
(ars)