Reorientasi Keuangan Inklusif

Senin, 12 Januari 2015 - 10:50 WIB
Reorientasi Keuangan Inklusif
Reorientasi Keuangan Inklusif
A A A
Mohamad Naulul Amani
Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Program Internasional. Universitas Islam Indonesia


Memasuki tahun 2015, tantangan pemerintah Indonesia bukan hanya menambal permasalahan ekonomi pemerintah sebelumnya, melainkan juga berhadapan dengan pasar global.

Dalam hal ini, keuangan inklusif menjadi salah satu agenda Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Keuangan inklusif sudah menjadi topik hangat ekonom dunia sejak tahun 2009 pada G20 Pittsburgh Summit, sejak itu juga Bank Dunia dan Alliance for Financial Inclusion (AFI) menaruh perhatian yang tinggi pada pengembangan keuangan inklusif.

Agenda dari keuangan inklusif bertujuan untuk mewujudkan ekonomi rakyat yang berdaulat terutama di lapisan pelaku usaha kecil dan mikro, melalui pemberian kemudahan akses permodalan, keamanan dalam bertransaksi, serta asuransi yang menjadi jaminan untuk lembaga keuangan.

Menimbang orientasi dari keuangan inklusif, tentu bisa dilihat bahwa layanan keuangan yang komprehensif menjadi alat untuk mewujudkan visi dari keuanganinklusif. Artinya, kepemilikan rekening tabungan harus dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat. Jika dihubungkan dengan ekonomi kerakyatan, sebenarnya terdapat keterkaitan antara keuangan inklusif dan ekonomi kerakyatan.

Dalam Pasal 33 UUD 1945 ditegaskan bahwa kegiatan produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Pengentasan kemiskinan adalah benang merah daripada keuangan inklusif dan ekonomi kerakyatan. Di samping itu, agenda besar ekonomi neoliberalisme sudah mengakar hampir ke seluruh negara berkembang, tidak menutup kemungkinan Indonesia sudah benar-benar menganut ekonomi neoliberal.

Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia pada “What is Neo-liberalism” menerangkan bahwa ada empat hal yang menandakan kebijakan utama neoliberalisme. Pertama, negara memiliki kepercayaan yang besar pada mekanisme pasar. Kedua, dana pelayanan sosial harus dikurangi semaksimal mungkin, dalam artian di sini yaitu subsidi.

Ketiga, penghapusan kebijakan Pemerintah yang mengurangi keuntungan perusahaan tertentu. Keempat, privatisasi badan usaha milik negara. Perluasan pasar yang dikhawatirkan dari realisasi keuangan inklusif seharusnya menjadi salah satu pertimbangan pemerintah Indonesia.

Bahwa orientasi keuangan inklusif harus nyata untuk mengatasi kemiskinan dan mengurangi ketimpangan ekonomi antar lapisan masyarakat.

Jika agenda keuangan inklusif efektif dalam realisasinya, ini bermanfaat besar bagi rakyat miskin dan menengah, namun jika agenda besar ini melenceng untuk menguntungkan lembaga keuangan semata, maka keuangan inklusif tidak beda dari agenda besar neolib. ?
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5006 seconds (0.1#10.140)