Keuntungan Saham Masih Menggiurkan
A
A
A
Perekonomian nasional yang diperkirakan akan lebih baik dari tahun sebelumnya diyakini bakal berdampak positif terhadap perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG). Tidak heran kalau sejumlah analis optimistis return yang diraih dengan berinvestasi di saham bisa lebih dari 22%.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada tahun lalu sejumlah saham dalam kategori second liner tampil sebagai primadona. Beberapa di antaranya adalah PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR). Pada awal 2014 harga saham SMDR hanya Rp2.900 namun pada penutupan 2014 harganya menjadi Rp14.500 atau naik 400%.
Saham lainnya adalah PT First Media Tbk (KBLV) dari Rp580 di awal tahun menjadi Rp2.590 pada akhir tahun atau melonjak 346%. Harga saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) ditutup Rp1.470 dari posisi awal tahun Rp405 atau naik 262%. Kenaikan harga saham-saham second liner pada tahunlalutidakterlepasdari banyaknya sentimen dari masing-masing emiten itu sendiri.
Misalkan KBLV, banyak terdapat berita positif terkait rencana pengembangan untuk televisi kabel dan serangkaian aksi-aksi korporasinya yang dinilai positif. Sedangkan saham-saham pelayaran lebih dikarenakan unsur politis dari rencana pengembangan maritim pemerintah. Apakah tahun ini emiten-emiten tersebut bisa kembali melanjutkan tren positifnya?
”Tergantung kondisi pasar dan juga berita positif apa yang dapat mereka berikan kepada investor,” terang analis Woori Korindo Securities Reza Priyambada. Situasi dan kondisi pasar, khususnya ekonomi regional dan global, memang sangat menentukan kinerja IHSG. Mungkin kita masih ingat pada 2013, IHSG mengalami koreksi 0,98%. Padahal pada Mei 2013, IHSG sempat menyentuh rekor 5.214,97.
Kondisi pasar seperti itu lebih disebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi global. Hal ini tidak terlepas dari masih mendominasinya investor asing dalam kepemilikan aset di pasar modal Indonesia. Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Desember 2014, total aset investor asing mencapai Rp1.986 triliun dari total aset Rp3.198 triliun.
Itulah sebabnya beberapa tahun terakhir, otoritas pasar modal terus berupaya meningkatkan jumlah investor. Berdasarkan Jumlah subrekening efek per September 2014 di C-BEST, jumlah investor saham di pasar modal Indonesia mencapai 438.505 investor. Masih besarnya pengaruh regional dan global terhadap pasar modal Indonesia memicu sejumlah stakeholders pasar modal membuat berbagai skenario.
Woori Korindo Securities sendiri memiliki tiga skenario perkembangan IHSG pada tahun ini, yakni optimistis, moderat, dan pesimistis. Pada skenario optimistis IHSG diperkirakan berada di level 6.000. Skenario moderat IHSG akan berada di kisaran 5.650-5.700. Sedangkan pada skenario pesimistis, Woori Korindo Securities memperkirakan IHSG berada di kisaran 5.000-5.300.
Karena itu, ada baiknya investor tetap memperhatikan berbagai beberapa faktor yang kemungkinan memengaruhi IHSG. Di antaranya adalah indikasi akan adanya stimulus yang dikeluarkan Bank Sentral Eropa (ECB). Hal itu diharapkan akan mengalir ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dan bisa memberikan efek positif bagi Indonesia, terlebih quantitave easing dari The Feds telah dihentikan.
Dengan kondisi seperti itu, ada baiknya investor memiliki strategi yang jitu agar bisa memperoleh keuntungan saat berinvestasi di saham. Analis UOB-Kay Hian, StevanusJuanda, mengatakan bahwa UOB-Kay telah mengeluarkan roadmap 2015 yang bisa dipergunakan investor.
Roadmap tersebut menggabungkan pendekatan bottom-up dengan program pemerintah yang baru serta sejarah kinerja laba perusahaan pascakenaikan bahan bakar, sejarah harga saham pascapemilu dan pascakenaikan harga bahan bakar. Berdasarkan data dari lima pemilu terakhir, ditemukan bahwa emiten semen seperti INTP dan SMGR. Serta sektor unggas cenderung mengalami penguatan pascapemilu.
Bahkan, terkadang perusahaan konsumen juga mengalami penguatan lebih dari satu digit saat pascapemilu. Hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan anggaran pemerintah untuk infrastruktur. Serta, meningkatnya pendapatan yang diterjemahkan menjadi konsumsi lebih tinggi dari barang-barang konsumsi dan protein. Ada beberapa sektor yang mampu bertahan dan menunjukkan kinerja positif pasca kenaikan harga minyak.
Di antaranya adalah sektor konsumen dan semen. Sektor usaha tersebut menunjukkan kemampuan menghadapi tekanan biaya operasi dalam beberapa bulan setelah kenaikan BBM. Beberapa nama emiten yang masuk dalam kategori tersebut seperti TLKM dan PGAS. Sedangkan, dari sektor perbankan ada nama BBCA dan BBRI.
Di sisi lain, perusahaan konsumer bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga BBM. Karena harga mi susu dan lain-lain telah disesuaikan ke atas padahal beberapa biaya input seperti gandum dan kedelai cenderung menurun. ”Beberapa perusahaan sektor konsumer yang kami pilih di antaranya adalah ICBP dan AISA,” ujar Stevanus dalam risetnya.
Menurut dia, dalam analisis yang dilakukan UOB-Kay Hian tersebut memperhitungkan valuasi saat ini, program administrasi baru pada sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan. Serta, kemampuan untuk menghadapi tekanan biaya, penurunan harga komoditas dan faktor-faktor lain.
Atas dasar itu, pada semester I/2015 investor disarankan sedikit lebih defensif dan menambahkan beberapa saham unggulan seperti TLKM, PGAS danBJBR. Sedangkan, pada semester II/2015 ada baiknya investor lebih agresif dengan menambahkan sektor beta tinggi seperti konstruksi.
Hermansah
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada tahun lalu sejumlah saham dalam kategori second liner tampil sebagai primadona. Beberapa di antaranya adalah PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR). Pada awal 2014 harga saham SMDR hanya Rp2.900 namun pada penutupan 2014 harganya menjadi Rp14.500 atau naik 400%.
Saham lainnya adalah PT First Media Tbk (KBLV) dari Rp580 di awal tahun menjadi Rp2.590 pada akhir tahun atau melonjak 346%. Harga saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) ditutup Rp1.470 dari posisi awal tahun Rp405 atau naik 262%. Kenaikan harga saham-saham second liner pada tahunlalutidakterlepasdari banyaknya sentimen dari masing-masing emiten itu sendiri.
Misalkan KBLV, banyak terdapat berita positif terkait rencana pengembangan untuk televisi kabel dan serangkaian aksi-aksi korporasinya yang dinilai positif. Sedangkan saham-saham pelayaran lebih dikarenakan unsur politis dari rencana pengembangan maritim pemerintah. Apakah tahun ini emiten-emiten tersebut bisa kembali melanjutkan tren positifnya?
”Tergantung kondisi pasar dan juga berita positif apa yang dapat mereka berikan kepada investor,” terang analis Woori Korindo Securities Reza Priyambada. Situasi dan kondisi pasar, khususnya ekonomi regional dan global, memang sangat menentukan kinerja IHSG. Mungkin kita masih ingat pada 2013, IHSG mengalami koreksi 0,98%. Padahal pada Mei 2013, IHSG sempat menyentuh rekor 5.214,97.
Kondisi pasar seperti itu lebih disebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi global. Hal ini tidak terlepas dari masih mendominasinya investor asing dalam kepemilikan aset di pasar modal Indonesia. Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Desember 2014, total aset investor asing mencapai Rp1.986 triliun dari total aset Rp3.198 triliun.
Itulah sebabnya beberapa tahun terakhir, otoritas pasar modal terus berupaya meningkatkan jumlah investor. Berdasarkan Jumlah subrekening efek per September 2014 di C-BEST, jumlah investor saham di pasar modal Indonesia mencapai 438.505 investor. Masih besarnya pengaruh regional dan global terhadap pasar modal Indonesia memicu sejumlah stakeholders pasar modal membuat berbagai skenario.
Woori Korindo Securities sendiri memiliki tiga skenario perkembangan IHSG pada tahun ini, yakni optimistis, moderat, dan pesimistis. Pada skenario optimistis IHSG diperkirakan berada di level 6.000. Skenario moderat IHSG akan berada di kisaran 5.650-5.700. Sedangkan pada skenario pesimistis, Woori Korindo Securities memperkirakan IHSG berada di kisaran 5.000-5.300.
Karena itu, ada baiknya investor tetap memperhatikan berbagai beberapa faktor yang kemungkinan memengaruhi IHSG. Di antaranya adalah indikasi akan adanya stimulus yang dikeluarkan Bank Sentral Eropa (ECB). Hal itu diharapkan akan mengalir ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dan bisa memberikan efek positif bagi Indonesia, terlebih quantitave easing dari The Feds telah dihentikan.
Dengan kondisi seperti itu, ada baiknya investor memiliki strategi yang jitu agar bisa memperoleh keuntungan saat berinvestasi di saham. Analis UOB-Kay Hian, StevanusJuanda, mengatakan bahwa UOB-Kay telah mengeluarkan roadmap 2015 yang bisa dipergunakan investor.
Roadmap tersebut menggabungkan pendekatan bottom-up dengan program pemerintah yang baru serta sejarah kinerja laba perusahaan pascakenaikan bahan bakar, sejarah harga saham pascapemilu dan pascakenaikan harga bahan bakar. Berdasarkan data dari lima pemilu terakhir, ditemukan bahwa emiten semen seperti INTP dan SMGR. Serta sektor unggas cenderung mengalami penguatan pascapemilu.
Bahkan, terkadang perusahaan konsumen juga mengalami penguatan lebih dari satu digit saat pascapemilu. Hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan anggaran pemerintah untuk infrastruktur. Serta, meningkatnya pendapatan yang diterjemahkan menjadi konsumsi lebih tinggi dari barang-barang konsumsi dan protein. Ada beberapa sektor yang mampu bertahan dan menunjukkan kinerja positif pasca kenaikan harga minyak.
Di antaranya adalah sektor konsumen dan semen. Sektor usaha tersebut menunjukkan kemampuan menghadapi tekanan biaya operasi dalam beberapa bulan setelah kenaikan BBM. Beberapa nama emiten yang masuk dalam kategori tersebut seperti TLKM dan PGAS. Sedangkan, dari sektor perbankan ada nama BBCA dan BBRI.
Di sisi lain, perusahaan konsumer bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga BBM. Karena harga mi susu dan lain-lain telah disesuaikan ke atas padahal beberapa biaya input seperti gandum dan kedelai cenderung menurun. ”Beberapa perusahaan sektor konsumer yang kami pilih di antaranya adalah ICBP dan AISA,” ujar Stevanus dalam risetnya.
Menurut dia, dalam analisis yang dilakukan UOB-Kay Hian tersebut memperhitungkan valuasi saat ini, program administrasi baru pada sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan. Serta, kemampuan untuk menghadapi tekanan biaya, penurunan harga komoditas dan faktor-faktor lain.
Atas dasar itu, pada semester I/2015 investor disarankan sedikit lebih defensif dan menambahkan beberapa saham unggulan seperti TLKM, PGAS danBJBR. Sedangkan, pada semester II/2015 ada baiknya investor lebih agresif dengan menambahkan sektor beta tinggi seperti konstruksi.
Hermansah
(bbg)