Didik Tahu Penunjukan Pemenangan Tender

Jum'at, 09 Januari 2015 - 10:04 WIB
Didik Tahu Penunjukan Pemenangan Tender
Didik Tahu Penunjukan Pemenangan Tender
A A A
JAKARTA - Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Wakorlantas) Polri Brigjen Pol Didik Purnomo mengetahui sejak awal penunjukan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) sebagai pemenang lelang simulator R-2 dan R-4.

Fakta ini diungkapkan Ketua Panitia Lelang Pengadaan Simulator R-2 dan R-4 di Korlantas Polri AKBP Teddy Rusmawan. Dia kemarin dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Bersama Teddy turut dihadirkan mantan Wakil Ketua Panitia Lelang Wandy Rustiwan, staf bagian pengadaan Korlantas Mabes Polri Ni Nyoman Suartini, Sylvia Mariani Kusumaningrum (istri Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Utama Sukotjo Sastronegoro Bambang), Warsono Sugantoro alias Jumadi (mantan pegawai CMMA), dan Mordicky (swasta).

Teddy Rusmawan mengaku, PT CMMA merupakan perusahaan milik Budi Susanto. Budi Susanto pun acapkali mendatangi Kantor Korlantas Mabes Polri di Jalan MT Haryono, Jakarta. Teddy menuturkan, alasan PT CMMA dimenangkan dalam lelang salah satunya perintah “kakor” atau kepala Korlantas yang saat itu dijabat Irjen Pol Djoko Susilo. Arahan tersebut juga diketahui Didik.

Arahan Djoko bahkan terjadi sebelumkontrakditandatangani pada Februari dan April 2011. “Karena memang sejak 2009 itu pelaksananya juga (perusahaan) Budi Susanto. Beliau (Didik) mungkin tahu. Pasti tahu. Yang tanda tangan kontrak itu CMMA (Budi Susanto) dan PPK (DidikPurnomo). Isikontraknya CMMA sanggup menyiapkan simulator.

Ada yang tiga bulan (setelah tanda tangan) untuk roda dua, enambulanuntukroda empat,” ungkap Teddy di depan majelis hakim. Teddy juga membenarkan harga perkiraan sementara (HPS) pengadaan R-2 dan R-4 tahun anggaran 2011 masing-masing sebesar Rp79,93 juta per unit dan Rp258,917 juta per unit.

Pembuatan dan perubahannya dilakukan oleh Budi Susanto dan Sukotjo atas persetujuan Djoko Susilo. Meski demikian, Teddy mengaku sudah melapor kepada Didik selaku pejabat pembuat komitmen(PPK) ataspembuatan dan per-ubahannya. Dia bahkan mengklaim setiap langkah panitia pengadaan simulator turut dilaporkan, termasuk kendalanya.

“Setelah saya tulis laporan ke Kakorlantas Polri (Djoko Susilo), beliau (Didik) pasti tahu karena setelahnya ada rapat di bagian pengadaan soal penentuan penalti dan denda keterlambatan,” paparnya. Dia melanjutkan, dalam kontrak R-4 nilai totalnya Rp142,414 miliar dengan jumlah simulator 556 unit (harga satuan Rp256,142 juta) dan untuk R-2 sebesar Rp54,453 miliar dengan jumlah simulator 700 unit (harga satuan Rp77,79 juta).

Teddy membeberkan, klausul penyerahan simulator yang sudah jadi tidak sesuai spesifikasi kontrak. Apalagi, barang diserahkan di Gudang Korlantas atau ditentukan titik bekal polres-polres seluruh Indonesia. “Tingkat penyelesaian tidak selesai makanya ada temuan dari BPK,” ungkapnya. Meski seluruh simulator tidak selesai, PT CMMA tetap menerima pembayaran.

Apalagi, pembayaran dilakukan sebelum pekerjaan selesai. Ketua JPU KMS Abdul Roni kemudian menanyakan soal pembayaran 100% atas kehendak siapa? Teddy mengaku pada pengadaan 2009-2010 pembayarannya juga sama. Artinya, pembayaran dilakukan sebelum pekerjaan selesai.

“Soal pencairan anggaran 100%, PPK mengetahui tidak?” tanya Roni lagi. Teddy pun menyatakan, PPK harus menandatangani itu. “Beliau harus tanda tangan, harus tahu,” kata Teddy. Sedangkan Wandi Rustiawan mengungkapkan, Djoko Susilo membentuk tim untuk studi banding harga simulator di Singapura pada Januari 2011. Tim dipimpin Budi Setyadi. Menurut dia, Budi menyatakan bahwa simulator di Singapura lebih baik dan mahal.

Namun, hasil temuan tersebut tidak dilaporkan ke Didik Purnomo. Alasannya, sejak 2010 CMMA sudah menggarap simulator di Korlantas. Di sisi lain, Budi menerima perintah dari Djoko Susilo agar simulator tetap digarap. Selaku panitia, Wandi bertugas mencari spesifikasi yang cocok dan bagus.

Hasil pencarian di internet ditemukan spesifikasi simulator yang cocok yakni simulator asal Korea. Tapi, belakangan pagu anggarannya tidak sesuai. Spesifikasi Korea senilai Rp750 juta per unit untuk R-4. Sedangkan yang di Indonesia hanya Rp250 juta. “Modelnya dikurangi. HPS yang digunakan data apa? Saya tidak tahu Pak (majelis hakim),” ucapnya.

Sabir laluhu
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5614 seconds (0.1#10.140)