Kembalikan Pengelolaan Desa ke UU Desa

Kamis, 08 Januari 2015 - 12:11 WIB
Kembalikan Pengelolaan Desa ke UU Desa
Kembalikan Pengelolaan Desa ke UU Desa
A A A
JAKARTA - Polemik perebutan kewenangan pengelolaan desa antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) lebih baik diakhiri.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Indra Sakti Lubis mengatakan, polemik itu memunculkan anggapan telah terjadi ketidakharmonisan antarkementerian di pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Perdebatan kewenangan desa tidak perlu lagi harus disikapi dengan polemik. Semua harus bermuara dari Undang- Undang Desa karena itu menjadi barometer hukumnya. Di undang-undang itulah menjadi patokan kelembagaan yang menjalaninya,” ungkap Indra seusai Focus Group Discussion (FGD) “Outlook dan Road Map Pelaksanaan UU Desa” di Jakarta kemarin.

Menurut Indra, pemerintahan sebelumnya tidak bisa disamakan dengan pemerintahan sekarang. Presiden Jokowi pasti punya sikap terbaik dalam menentukan kewenangan. Dia berharap keputusan Presiden tetap mengacu pada undang-undang, bukan pada kewenangan lama.

“Jangan sampai kita mundur lagi ke sistem pemerintah era sebelumnya. Rakyat dan negara ini harus melangkah maju. Dengan ada kementerian yang fokus menyangkut desa dan berpedoman pada undangundang, harus juga menerapkan kebijakan kewenangan yang memang fokus menyejahterakan masyarakat desa yang lebih mandiri,” ungkap Indra.

Dengan memfokuskan desa kepada kementerian tersendiri, justru akan semakin meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat di perdesaan. Hal yang terpenting, itu akan menyeimbangkan perekonomian desa dan kota. “Ekonomi di desa harus lebih baik dan sudah saatnya bergerak. Itulah gunanya ada kementerian yang fokus di desa,” sebut Indra.

Lebih baik lagi, Indra mengatakan, tidak perlu ada pihak yang menjanjikan berlanjut atau tidak program lama. Misalnya menyangkut nasib fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPD). “Alangkah bijaknya tetap bersabar hingga keluar nomenklatur baru,” ujarnya.

Guru besar pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sandi Wasis Setiono yang juga anggota Tim Penyusun UU Desa sangat menyayangkan ada tarik-menarik kepentingan antara Kemendes, PDT, dan Transmigrasi dan Kemendagri terkait desa. Padahal Presiden dapat segera membuat peraturan turunan dari UU Desa karena UU Desa mengamanatkan ada menteri khusus yang menangani desa.

Jika Jokowi tidak mampu membaca amanat itu dan semakin lamban membuat peraturan turunan, kebijakan di daerah akan terhambat. “UU Desa jangan sampai tersandera oleh kepentingan Kemendesa dan Kemdagri. Peraturan turunan ini penting agar pemerintah daerah segera membuat kebijakan tentang desanya,” katanya seusai “Outlook dan Roadmap Pelaksanaan UU Desa” di Kantor Kemendes, PDT, dan Transmigrasi kemarin.

Sandi menjelaskan, secara politis UU Desa memutuskan ada menteri khusus desa dan tidak secara eksplisit menyebut ada mendagri. Namun, dalam keputusan Presiden, Kementerian Desa digabung dengan PDT dan Transmigrasi. Menyoal pembagian tugasnya, ada bagian khusus tentang pemerintahan desa yang bisa didelegasikan ke Kemendagri, mulai dari pemilihan kepala desa hingga kepala daerah.

Namun, di luar itu biar kementerian baru ini yang berperan. Meski Kemendagri yang mengurusi pemerintahan daerah, secara bertahap harus menjadi fasilitator dan administrator saja. Selanjutnya biarkan masyarakat yang membangun desanya masing-masing.

Tak Ada PNPM pada 2015

Program Nasional Pemberdayaan Nasional (PNPM) berakhir pada Desember 2014. Pada 2015 ini tidak ada lagi anggaran untuk PNPM. “PNPM pada 31 Desember lalu kan sudah habis dana programnya. Tidak ada alokasi,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tarmizi A Karim di Kemendagri kemarin.

Tarmizi mengatakan, dana yang ada untuk 2015 ini hanya untukpendampingan. Haltersebut telah dibahas antara menteri dalam negeri (mendagri) dan pihakKoordinatorPemberdayaan Manusia dan Kebudayaan. “Maka itu, kami dengan mendagri dan staf Ibu Puan merumuskan agar pendampingan di daerah ini bisa berlanjut. Supaya kalau nanti ada gagasan, namanya apa saja dengan pola pemberdayaan sehingga pendampingan tetap ada,” ungkap dia.

Menurut Tarmizi, PNPM itu sudah mampu mentransfer filosofinya ke dalam UU Desa. Maka itu, implementasi UU Desa itu pakai filosofi PNPM. “Dana yang sisa hanya pendampingan. Itu kita berikan tugas ekstra untuk mengisi penguatan aparatur desa yang lima orang per desa untuk penyiapan pelaksanaan implementasi dana desa. Sekarang kan diminta bantuan dana-dana daerah yang banyak support itu, sudah menyiapkan desanya dengan bagus,” ucapnya.

Dia berharap, meski secara program tidak dilanjutkan, pola PNPM tetap dilanjutkan. Jika memang ada dananya, bisa saja PNPM dilanjutkan kembali. “Kalau ada dana di APBNP, kalau dilanjutkan, bisa saja. Ada 15.000 pendamping, masih ada. Kami rumuskan agar tenaga pendamping dilanjut saja,” ucap dia.

Mantan Wakil Ketua Komisi II Khatibul Umam Wiranu mengatakan, dalam pembahasan RAPBN bersama Kemendagri tidak dicantumkan anggaran untuk PNPM.“ Sampai 2014 Kemendagri waktu membahas APBN 2015 itu memang tidak mencantumkan PNPM. Sampai saat kita tanda tangani sebagai pimpinan Komisi II tidak ada. Jadi berhenti pada 2014, pada Desember 2014 kemarin,” sebutnya.

Komisi II kala itu pun sempat mempertanyakan alasan tidak dilanjutkannya program PNPM. Padahal PNPM salah satu program nasional yang dapat dikatakan cukup sukses. “Nomenklaturbolehganti, tapitetap ada harusnya. Ini sempat kita pertanyakan,” ujarnya.

Neneng zubaidah/Dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4594 seconds (0.1#10.140)