Perluasan Zona Larangan Motor Tunggu Evaluasi

Kamis, 08 Januari 2015 - 11:26 WIB
Perluasan Zona Larangan Motor Tunggu Evaluasi
Perluasan Zona Larangan Motor Tunggu Evaluasi
A A A
JAKARTA - Perluasan kawasan larangan roda dua menunggu hasil evaluasi uji coba pelarangan yang berakhir pada 17 Januari mendatang. Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta Benjamin Bukit mengatakan,

keinginan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memperluas zona pelarangan sepeda motor dari Ratu Plaza, Jalan Sudirman hingga Merdeka Barat, Jakarta Pusat menunggu hasil evaluasi uji coba pelarangan sepeda motor di kawasan Jalan MH Thamrin hingga Medan Merdeka Barat yang sudah berlaku sejak 17 Desember lalu.

Sejauh ini, kata Benjamin, larangan roda dua di kawasan Jalan MH Thamrin hingga Medan Merdeka Barat berjalan kondusif. Hanya saja, bus gratis yang disediakan belum banyak diminati. “Nanti hasil evaluasi uji coba sebulan akan kami korelasikan dengan keinginan Pak Gubernur,” kata Benjamin di Balai Kota Jakarta kemarin.

Kendati demikian Benjamin memastikan perluasan zona pelarangan sepeda motor dari Ratu Plaza hingga Jalan Merdeka Barat tetap akan dilaksanakan. Bahkan pihaknya saat ini tengah mempersiapkan sarana dan prasarana untuk rencana perluasan. Termasuk penyiapan jalur alternatif dan lahan parkir yang akan dibahas bersama Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

Untuk perluasan zona larangan di seluruh jalan protokol, lanjut Benjamin, akan dilakukan setelah semua saranaprasarana pendukung seperti penambahan bus gratis tersedia. Menurutnya, pembatasan larangan roda dua ini hanya sebagai bentuk sosialisasi dari penerapan electronic road pricing (ERP) pada jalur tempat kendaraan sepeda motor tidak boleh melintas.

“Penambahan bus bertahap. Sekarang sudah ada 10 ditambah bus sumbangan 5. Jumlah tersebut cukup kalau hanya diperluas hingga Ratu Plaza,” ujarnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Syaiful Jihad menegaskan, Pemprov DKI harus menyertakan data dan fakta yang menyatakan efektivitas pemberlakuan kebijakan tersebut.

Menurutnya, hal itu menjadi dasar ataupun alasan untuk memperluas penerapan pelarangan tersebut. “Klaim keberhasilan kalau kebijakan itu efektif harus ditunjukkan dengan fakta dan data, tidak sekedar retorika,” tegasnya. Berdasarkan pengamatannya, kata Syaifuk, pelarangan motor melintas di sepanjang Medan Merdeka hingga Bundaran HI saat ini belum memberikan dampak bagi arus lalu lintas di kawasan tersebut.

Bahkan jalur alternatif yang disediakan menjadi semrawut. Terlebih kebijakan itu mendapatkan penentangan dari berbagai kalangan. Untuk itu dia meminta Pemprov DKI kembali mengkaji kebijakan tersebut. Sejumlah komunitas sepeda motor melihat perluasan zona larangan sebagai bentuk diskriminasi terhadap pemotor.

Ketua Vixion Jurnal Club Riman Wahyudi mengatakan pihaknya keberatan dengan adanya kebijakan tersebut. Pasalnya jalan raya itu bukan hanya milik pengendara roda empat, tapi milik bersama. “Kalau mau ditanya biang macet ya mobil, kalau motor dibilang semrawut tidak juga kok,” ujarnya.

Selain itu, sejak tidak diperkenankan lewat Jalan MH Thamrin dirinya mengakui waktu tempuh bertambah. Bila sebelumnya dari HI menuju Harmoni hanya 15–30 menit, saat ini bisa 45–60 menit karena harus mengambil jalan alternatif. Tentu hal itu akan sangat merugikan mereka yang bekerja sebagai awak jasa pengiriman.

Selain waktu dan jarak tempuh, biaya bahan bakar juga meningkat. Menurutnya, bila memang harus menata lalu lintas, jangan melarang sepeda motor, tetapi masyarakat diberi fasilitas angkutan umum yang nyaman. “Kalau nyaman secara otomatis masyarakat juga akan pindah. Sekarang kankalau naik angkot atau bus tidak nyaman,” sebutnya.

Dosen transportasi dari Universitas Pancasila (UP) AR Indra Tjahjani (Ani) mengatakan, pembatasan akses motor oleh pemerintah karena mereka sudah kesulitan mengatasi kemacetan Jakarta. Padahal, kebijakan itu dirasa tidak berpihak kepada pengendara motor sebagai warga yang memiliki hak yang sama atas jalan karena telah membayar pajak.

“Untuk saat ini yang dianggap mudah dan fleksibel untuk berkendara ya cuma motor. Sebenarnya tidak ada yang dirugikan karena pengguna motor juga tidak bersalah. Hanya saja, hal ini di-sebabkan pemerintah sudah kesulitan mengatur kendaraan bermotor,” kata Ani.

Bima setiyadi/Helmi syarif/R ratna purnama
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6946 seconds (0.1#10.140)
pixels