Palestina Belum Menyerah
A
A
A
RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas bersiap mengajukan kembali resolusi tentang status kenegaraan kepada Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Persiapan penyusunan draf resolusi itu dilakukan bersama dengan para diplomat Yordania. Harapan baru Palestina itu menyusul pergantian beberapa anggota DK PBB pada tahun baru ini. Negara-negara yang akan menduduki kursi baru di DK PBB diharapkan akan lebih simpati dan mendukung resolusi itu. Diharapkan hal itu akan mengubah peta dukungan kepada Palestina.
“Kita belum gagal. Dewan Keamanan PBB yang menggagalkan (perjuangan) kita. Kita akan kembali lagi ke DK PBB, kenapa tidak? Mungkin setelah satu pekan,” kata Abbas kepada para pejabat dalam konferensi budaya di Ramallah, Tepi Barat, Minggu (4/1) waktu setempat. “Kita sedang mengkaji draf resolusi itu.
Kita akan mengkajinya dengan aliansi kita, khususnya Yordania untuk mengajukan resolusi lagi, ketiga kalinya atau keempat kalinya,” tuturnya. Dalam pemungutan suara di DK PBB pada Selasa (30/12) lalu, draf usulan Palestina hanya mendapatkan dukungan delapan suara, termasuk Prancis, Rusia, dan China. Dua anggota DK PBB menentang yakni Australia dan Amerika Serikat (AS), sedangkan lima anggota DK PBB memilih abstain, termasuk Inggris.
einginan Palestina untuk mengusulkan draf resolusi pengakuan negara itu mungkin akankembaligagal. Pasalnya, AS memiliki hak veto yang mampu membatalkan keputusan DK PBB, apalagi Washington telah berjanji akan melakukan segala upaya untuk memblokade segala upaya Abbas. Selain rencana pengajukan draf resolusi ke DK PBB, Abbas telah menandatangani 20 konvensi internasional.
Salah satu yang paling penting adalah penandatanganan pengajuan anggota Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC). Langkah itu bertujuan untuk mengajukan tuntutan kejahatan perang yang dilakukan Israel ke ICC di Belanda. Sebagai balas dendam atas langkah Palestina itu, Sabtu (3/1) lalu, Israel membekukan penyerahan hasil pajak bulanan senilai USD125 juta atau Rp1,57 triliun.
Padahal, pajak itu merupakan uang yang ditarik dari rakyat Palestina oleh pemerintah Zionis. Pajak itu seharusnya dibayarkan secara tunai kepada pemerintahan Abbas setiap bulannya. Ancaman Israel itu tidak menyurutkan langkah Abbas untuk tetap mendaftarkan Palestina sebagai anggota ICC dan mengajukan kembali draf resolusi.
“Saat ini, memang ada sanksi, itu tidak masalah. Memang ada peningkatan eskalasi, itu juga tidak masalah. Tapi kita tetap maju,” tegas Abbas. Sementara itu, Palestina dapat mengajukan tuntutan atas kasus kejahatan perang Israel ke ICC sekitar April mendatang. ICC dapat mengadili individu yang terbukti melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.
“Palestina telah memutuskan untuk mengajukan tuntutan atas tindakan kejahatan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza (yang tercatat sejak ) 13 Juni 2014,” kata Shawan Jabarin, direktur Al-Haq, kelompok pemerhati hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Ramallah. Sejak 13 Juni 2014, Israel telah melakukan serangkaian kekerasan masif di Tepi Barat berupa penculikan dan pembunuhan.
Peristiwa itu memicu perang selama tujuh pekan di Gaza yang menewaskan 2.300 warga Palestina dan 73 warga Israel. Kepala Negosiator Palestina Saeb Erakat membenarkan bahwa Gaza memang akan mengajukan satu dari beberapa kasus kejahatan Israel ke ICC. “Tuntutan utamanya adalah agresi terhadap Gaza dan kasus pembangunan permukiman. Itu merupakan kejahatan yang terus berlanjut,” tutur Erakat.
Andika hendra m
Persiapan penyusunan draf resolusi itu dilakukan bersama dengan para diplomat Yordania. Harapan baru Palestina itu menyusul pergantian beberapa anggota DK PBB pada tahun baru ini. Negara-negara yang akan menduduki kursi baru di DK PBB diharapkan akan lebih simpati dan mendukung resolusi itu. Diharapkan hal itu akan mengubah peta dukungan kepada Palestina.
“Kita belum gagal. Dewan Keamanan PBB yang menggagalkan (perjuangan) kita. Kita akan kembali lagi ke DK PBB, kenapa tidak? Mungkin setelah satu pekan,” kata Abbas kepada para pejabat dalam konferensi budaya di Ramallah, Tepi Barat, Minggu (4/1) waktu setempat. “Kita sedang mengkaji draf resolusi itu.
Kita akan mengkajinya dengan aliansi kita, khususnya Yordania untuk mengajukan resolusi lagi, ketiga kalinya atau keempat kalinya,” tuturnya. Dalam pemungutan suara di DK PBB pada Selasa (30/12) lalu, draf usulan Palestina hanya mendapatkan dukungan delapan suara, termasuk Prancis, Rusia, dan China. Dua anggota DK PBB menentang yakni Australia dan Amerika Serikat (AS), sedangkan lima anggota DK PBB memilih abstain, termasuk Inggris.
einginan Palestina untuk mengusulkan draf resolusi pengakuan negara itu mungkin akankembaligagal. Pasalnya, AS memiliki hak veto yang mampu membatalkan keputusan DK PBB, apalagi Washington telah berjanji akan melakukan segala upaya untuk memblokade segala upaya Abbas. Selain rencana pengajukan draf resolusi ke DK PBB, Abbas telah menandatangani 20 konvensi internasional.
Salah satu yang paling penting adalah penandatanganan pengajuan anggota Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC). Langkah itu bertujuan untuk mengajukan tuntutan kejahatan perang yang dilakukan Israel ke ICC di Belanda. Sebagai balas dendam atas langkah Palestina itu, Sabtu (3/1) lalu, Israel membekukan penyerahan hasil pajak bulanan senilai USD125 juta atau Rp1,57 triliun.
Padahal, pajak itu merupakan uang yang ditarik dari rakyat Palestina oleh pemerintah Zionis. Pajak itu seharusnya dibayarkan secara tunai kepada pemerintahan Abbas setiap bulannya. Ancaman Israel itu tidak menyurutkan langkah Abbas untuk tetap mendaftarkan Palestina sebagai anggota ICC dan mengajukan kembali draf resolusi.
“Saat ini, memang ada sanksi, itu tidak masalah. Memang ada peningkatan eskalasi, itu juga tidak masalah. Tapi kita tetap maju,” tegas Abbas. Sementara itu, Palestina dapat mengajukan tuntutan atas kasus kejahatan perang Israel ke ICC sekitar April mendatang. ICC dapat mengadili individu yang terbukti melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.
“Palestina telah memutuskan untuk mengajukan tuntutan atas tindakan kejahatan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza (yang tercatat sejak ) 13 Juni 2014,” kata Shawan Jabarin, direktur Al-Haq, kelompok pemerhati hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Ramallah. Sejak 13 Juni 2014, Israel telah melakukan serangkaian kekerasan masif di Tepi Barat berupa penculikan dan pembunuhan.
Peristiwa itu memicu perang selama tujuh pekan di Gaza yang menewaskan 2.300 warga Palestina dan 73 warga Israel. Kepala Negosiator Palestina Saeb Erakat membenarkan bahwa Gaza memang akan mengajukan satu dari beberapa kasus kejahatan Israel ke ICC. “Tuntutan utamanya adalah agresi terhadap Gaza dan kasus pembangunan permukiman. Itu merupakan kejahatan yang terus berlanjut,” tutur Erakat.
Andika hendra m
(bbg)