Dari Alat Tercanggih hingga Ritual Adat

Senin, 05 Januari 2015 - 11:52 WIB
Dari Alat Tercanggih hingga Ritual Adat
Dari Alat Tercanggih hingga Ritual Adat
A A A
Berbagai upaya dilakukan tim Basarnas gabungan untuk menemukan ratusan penumpang, black box hingga badan pesawat AirAsia QZ8501 yang hilang di Teluk Kumai sejak Minggu lalu (28/12).

Mulai dari pengerahan ratusan penyelam andal dari Komando Pasukan Katak (Kopaska), Intai Amphibi (Taifib), Detasemen Jala Mangakara (Denjaka), penyelam Basarnas hingga penyelam dari Rusia turut andil dalam misi pencarian tersebut. Fokus pencarian masih di bawah laut.

“Mudah-mudahan besok (hari ini) cuaca baik, ombak tenang dan teduh sehingga kita bisa melakukan operasi (pencarian di bawah laut) dan membantu alat-alat tersebut,” kata Direktur Operasional SAR Posko Pangkalan Bun, Marsma SB Supriyadi, di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, kemarin. Puluhan kapal perang canggih milik TNI AL serta dari berbagai negara mulai Rusia, Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Singapura hingga Korea Selatan yang dilengkapi dengan alat deteksi sonar untuk bawah laut juga diturunkan ke area pencarian.

Di antaranya KRI Bung Tomo, KRI Banda Aceh, KRI Usman Harun, USS Sampson dan USS Forth Worth MV Swift Rescue, Konami. Untuk menunjang operasi penyisiran di laut, tidak ketinggalan pesawat dan helikopter juga dikerahkan. Pesawat C-130 Hercules, pesawat C295, helikopter Sea Hawk 60 yang merupakan modifikasi dari UH60 Black Hawk, helikopter Bell, helikopter Super Puma hingga pesawat amfibi BE 200 milik Rusia tampak sibuk wara-wiri di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Bahkan remote operated vehichle (ROV) atau biasa disebut robot pencari bawah laut sepanjang 50 cm yang dilengkapi sonar dan kamera juga ikut turun melakukan pencarian. Teknologi ROV ini memungkinkan alat tersebut turun hingga kedalaman 100 meter. ROV memiliki teknologi sonar yang sanggup mendeteksi keberadaan benda di sekitarnya. Jangkauan sonar mampu mencapai radius 60 meter.

Bila sonar mendeteksi adanya benda logam atau metal, alat tersebut secara otomatis akan mengeluarkan bunyi. Namun semua usaha dan kerja keras tim penyelamat sepertinya belum mampu mengungkap di mana keberadaan sisa penumpang dan badan pesawat. Sejauh ini sudah 34 jenazah berhasil ditemukan dari total 162 orang dalam manifes yang dinyatakan hilang.

Keberadaan badan pesawat dan black box yang menjadi kunci bagi terungkapnya sebab-sebab kecelakaan tersebut juga belum ditemukan hingga kemarin. Padahal, dari hasil pemantauan Basarnas telah ditemukan objek besar berdimensi 9,2 x 4,6 x 0,5 meter dan objek dua dimensi berukuran 7,2 x 0,5 meter. Belum lagi bila melihat kedalaman laut di lokasi jatuhnya pesawat hanya 30- 40 meter.

Berbeda dengan pesawat Adam Air yang jatuh pada 2007 silam di Laut Sulawesi dengan kedalaman mencapai 2.000-3.000 meter. Meski sudah ditemukan titik yang diduga merupakan badan pesawat, lagi-lagi upaya penyisiran terkendala cuaca buruk. Upaya pencarian pun tidak hanya melibatkan teknologi canggih. Para tokoh agama dan masyarakat setempat juga ikut turun tangan dengan menggelar doa bersama dan arung laut sesaji.

“Kehidupan ini ada alam nyata dan alam gaib. Kedua faktor itu selalu berhubungan. Kita harus memercayai adanya alam gaib. Kita memohon ke hadirat Tuhan yang menciptakan langit dan bumi yang menguasai seluruh alam, mudahmudahan evakuasi korban Air- Asia ini diberi kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Gusti Kaderan, cucu Pangeran Ratu Sukma Alamsyah XIII di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Tidak dapat dimungkiri, lamanya proses pencarian karena ada faktor dari alam gaib yang tidak disadari manusia. Sebab kehadiran mereka di tempat tersebut lebih dahulu bila dibandingkan dengan manusia. Namun pria berkopiah khas Kalimantan ini mengaku sudah melakukan “komunikasi” dengan para “penunggu” daerah tersebut.

Pria yang selalu membawa tongkat ini menuturkan, dalam komunikasi dirinya meminta makhluk yang ada di sana bisa menerima kenyataan ini, mengikhlaskannya, dan bisa memberikan toleransi meskipun diakuinya sulit. Sebab alam yang dihuni manusia dan alam yang dihuni mereka berbeda.

Karena itu, masyarakat kerap menggelar doa bersama dan ritual adat-istiadat dan budaya seperti pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Sucipto
Pangkalan Bun
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5146 seconds (0.1#10.140)