Remisi Jangan Dijadikan Komoditas
A
A
A
JAKARTA - Mudahnya narapidana (napi) kasus korupsi mendapat bonus remisi menuai sejumlah komentar. Pemotongan masa tahanan tidak boleh lagi dijadikan komoditas yang hanya menguntungkan seorang napi, khususnya para pelaku kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
“Remisi itu bisa menjadi reward, tapi tidak menjadi komoditas, itu yang harus dijaga oleh Kemenkumham,” ucap Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan seusai menyampaikan hasil laporan tahunan di Jakarta kemarin. Komoditas yang dimaksud Trimedya adalah adanya tukarmenukar keuntungan antara napi dengan lapas. Ketika napi memberikan sesuatu pada lapas, yang bersangkutan dianggap berjasa dan berhak mendapat remisi.
“Ketika seorang narapidana bisa mendirikan lapangan tenis dipenjara, membangun gedung atau ruangan aula dipenjara dia dapat remisi,” kata Trimedya.Dia menyarankan agar ke depan pemberian remisi bisa diketatkan, baik jumlahnya maupun momennya. Dengan begitu, ketika remisi dianggap hak napi, pemberiannya tetap harus disesuaikan.
“Remisi itu dikurangi saja, kita main di minggu atau maksimum dua bulan,” jelasnya. Dengan begitu, di kalangan napi juga tidak akan terjadi kegelisahan karena remisi tidak dihilangkan tapi disesuaikan. Di tempat yang sama, mantan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan presiden mempunyai tanggung jawab besar dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Presiden harus dapat memastikan proses hukum di negara ini berjalan baik dan adil untuk semua orang. “Penegakan hukum di Indonesia dan di mana pun itu 70% tanggung jawab presiden, bukan di tangan pengadilan atau yang lain. Karena presiden mengorganisasikan 3 unit (kepolisian, kejaksaan dan KPK),” ujar Hakim. Dijelaskan Hakim, kepastian keberhasilan penegakan hukum bisa dilihat dari indikator- indikator yang ditetapkan.
Dian ramdhani
“Remisi itu bisa menjadi reward, tapi tidak menjadi komoditas, itu yang harus dijaga oleh Kemenkumham,” ucap Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan seusai menyampaikan hasil laporan tahunan di Jakarta kemarin. Komoditas yang dimaksud Trimedya adalah adanya tukarmenukar keuntungan antara napi dengan lapas. Ketika napi memberikan sesuatu pada lapas, yang bersangkutan dianggap berjasa dan berhak mendapat remisi.
“Ketika seorang narapidana bisa mendirikan lapangan tenis dipenjara, membangun gedung atau ruangan aula dipenjara dia dapat remisi,” kata Trimedya.Dia menyarankan agar ke depan pemberian remisi bisa diketatkan, baik jumlahnya maupun momennya. Dengan begitu, ketika remisi dianggap hak napi, pemberiannya tetap harus disesuaikan.
“Remisi itu dikurangi saja, kita main di minggu atau maksimum dua bulan,” jelasnya. Dengan begitu, di kalangan napi juga tidak akan terjadi kegelisahan karena remisi tidak dihilangkan tapi disesuaikan. Di tempat yang sama, mantan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan presiden mempunyai tanggung jawab besar dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Presiden harus dapat memastikan proses hukum di negara ini berjalan baik dan adil untuk semua orang. “Penegakan hukum di Indonesia dan di mana pun itu 70% tanggung jawab presiden, bukan di tangan pengadilan atau yang lain. Karena presiden mengorganisasikan 3 unit (kepolisian, kejaksaan dan KPK),” ujar Hakim. Dijelaskan Hakim, kepastian keberhasilan penegakan hukum bisa dilihat dari indikator- indikator yang ditetapkan.
Dian ramdhani
(bbg)