Kecil akibat Faktor Pilot

Selasa, 30 Desember 2014 - 09:21 WIB
Kecil akibat Faktor Pilot
Kecil akibat Faktor Pilot
A A A
JAKARTA - Hilangnya pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura pada Minggu (28/12) diduga lebih banyak karena faktor alam ketimbang pilot atau human error. Kemampuan pilot Kapten Irianto dinilai tak diragukan karena sudah sangat berpengalaman.

Pengamat transportasi penerbangan Institut Teknologi Bandung (ITB) Hisar M Pasaribu menilai segala kemungkinan bisa terjadi atas hilangnya pesawat AirAsia Airbus A320-200 itu. Soal faktor human error , menurut dia, kecil kemungkinan terjadi. Pasalnya kondisi pilot dan awak pesawat pasti akan dicek sebelum menerbangkan pesawat.

“Pesawat pasti laik terbang karena sudah dilakukan pengecekan sebelumnya. Namun apa yang terjadi sampai saat ini kita belum tahu,” ujar dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB itu. Hisar mengaku belum berani memastikan apakah pesawat AirAsia jatuh atau tidak. Menurut dia, banyak faktor penyebab hilangnya pesawat, mulai dari faktor teknis, faktor alam maupun human error.

“Jadi bukan single factor,” imbuhnya. Saat disinggung mengenai faktor cuaca, menurutnya hal tersebut bisa terjadi. Hal ini berdasarkan percakapan akhir yang dilakukan antara pilot pesawat dengan petugas menara ATC. Saat itu pilot akan menaikkan ketinggian pesawat karena cuaca yang tidak baik. Tak lama setelah itu kontak pun hilang.

“Ya bisa terjadi. Kenapa pesawat meminta izin untuk menaikkan ketinggian pesawatnya,” kata Hisar. Dia mengungkapkan, mengenai tragedi jatuhnya pesawat AirAsia terlalu banyak spekulasi dan pertanyaan. Sementara bukti penyebab jatuhnya pesawat sejauh ini belum terungkap. Untuk itu dia meminta semua pihak menunggu hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Pakar aerodinamika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Herman Sasongko menduga pesawat AirAsia mengalami stealth atau daya pendorong dan pengangkat pesawat tidak berjalan optimal. “Makanya pesawat tidak mampu terbang dengan baik,” tandasnya kemarin. Kondisi demikian biasanya terjadi saat pesawat sudah dalam keadaan terbang stabil.

Artinya pesawat terbangnya sudah datar, tidak take off lagi. Menurutnya, daya pendorong semacam itu terletak pada sayap atas pesawat. Kondisi semacam itu sebenarnya bisa diatasi piranti yang ada. Kendati demikian bisa saja peranti itu tidak bekerja dengan baik karena adanya turbulensi dan angin samping atau side wind.

Akibatnya hal itu membuat guncangan dan tekanan terhadap pesawat semakin kuat. Herman menyebut, turbulensi semacam itu biasanya terjadi saat pesawat terbang di atas gunung. Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan bahwa kondisi cuaca pada saat ini perlu jadi perhatian bagi semua pihak mulai dari dunia penerbangan hingga para nelayan.

“Seperti yang disampaikan BMKG, memasuki puncak musim hujan ini banyak pertumbuhan awan cumulonimbus ,” kata Staf Ahli Bidang Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana Kemenko PMK Asep Djembar di Jakarta kemarin.

Dian rosadi/Soeprayitno/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9954 seconds (0.1#10.140)