Siasati Incar Barang Second
A
A
A
Rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) disiasati para pengguna kendaraan mewah dengan membeli yang second atau bekas.
Harganya tentu jauh lebih murah, tetapi gengsi memiliki barang mewah tetap didapat. Fajar Sidik, seorang pemilik motor gede (moge), mengaku akan tetap menggunakan moge dalam aktivitasnya. Pemakaian moge jenis Harley-Davidson merupakan bagian dari hobi sehingga tidakmemedulikanrencanapemerintah menaikkan PPnBM.
“Kalau hobi, tidak bisa dibendung. Penggila moge pasti mencari banyak upaya untuk bisa mendapatkan unit baru,” ungkap dia. Adik almarhum Ustaz Jefri Al Bukhori (Uje) itu mengaku memiliki satu Harley-Davidson. Moge tersebut dibelinya dengan harga second. Cara pembelian seperti itu untuk mendapatkan kendaraan berkelas dengan harga miring, tapi tetap tampil elegan.
“Kalau sekarang beli second untuk 500 cc Rp360 juta masih dikejar para penggila moge,” tutur pria yang kini menjadi anggota DPRD DKI itu. Menurutnya, moge Harley kini sudah diproduksi di India. Barang itu ada juga dipasarkan di Indonesia. Harga moge itu sebelum dikenakan pajak impor dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) masih dibanderol Rp80 juta setelah sampai di Indonesia dan on the road.
Harganya bisa mencapai di atas Rp300 juta. Wahyu Dewanto, seorang penghobi mobil mewah merek Ferrari, mengaku tidak keberatan dengan kenaikan PPnBM. Hanya, dia meminta pemerintah lebih transparan terhadap penggunaan hasil pajak tersebut. Selama ini pemerintah kerap mengenakan tarif pajak cukup tinggi terhadap pemakai mobil sekelas Ferrari atau Lamborghini.
Sayang, ke mana feedback atas pajak tersebut tidak jelas. “Kalau itu digunakan untuk perbaikan jalan atau peningkatan transportasi publik, tidak masalah. Persoalannya, penerimaan pajak itu tidak pernah disampaikan ke publik untuk apa,” ucapnya.
Wahyu juga meminta pemerintah dan aparat tidak lagi memberlakukan nomor pelat bantuan. Pemakaian nomor bantuan itu kerap membuat pemilik mobil mewah terbantu. Dampak negatifnya ada mobil mewah liar tidak berizin berkeliaran di tengah jalan raya. “Ini yang harus ditindak,” ujarnya.
Dia menuturkan, selama ini pemilik mobil Lamborghini ditawarkan menggunakan pelat nomor bantuan dengan biaya retribusi yang dikeluarkan setiap bulan Rp5 juta. Biaya sebesar itu dianggap ringan dan membantu ketimbang harus membayar PKB yang nilainya lebih dari Rp100 juta.
Ilham safutra
Harganya tentu jauh lebih murah, tetapi gengsi memiliki barang mewah tetap didapat. Fajar Sidik, seorang pemilik motor gede (moge), mengaku akan tetap menggunakan moge dalam aktivitasnya. Pemakaian moge jenis Harley-Davidson merupakan bagian dari hobi sehingga tidakmemedulikanrencanapemerintah menaikkan PPnBM.
“Kalau hobi, tidak bisa dibendung. Penggila moge pasti mencari banyak upaya untuk bisa mendapatkan unit baru,” ungkap dia. Adik almarhum Ustaz Jefri Al Bukhori (Uje) itu mengaku memiliki satu Harley-Davidson. Moge tersebut dibelinya dengan harga second. Cara pembelian seperti itu untuk mendapatkan kendaraan berkelas dengan harga miring, tapi tetap tampil elegan.
“Kalau sekarang beli second untuk 500 cc Rp360 juta masih dikejar para penggila moge,” tutur pria yang kini menjadi anggota DPRD DKI itu. Menurutnya, moge Harley kini sudah diproduksi di India. Barang itu ada juga dipasarkan di Indonesia. Harga moge itu sebelum dikenakan pajak impor dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) masih dibanderol Rp80 juta setelah sampai di Indonesia dan on the road.
Harganya bisa mencapai di atas Rp300 juta. Wahyu Dewanto, seorang penghobi mobil mewah merek Ferrari, mengaku tidak keberatan dengan kenaikan PPnBM. Hanya, dia meminta pemerintah lebih transparan terhadap penggunaan hasil pajak tersebut. Selama ini pemerintah kerap mengenakan tarif pajak cukup tinggi terhadap pemakai mobil sekelas Ferrari atau Lamborghini.
Sayang, ke mana feedback atas pajak tersebut tidak jelas. “Kalau itu digunakan untuk perbaikan jalan atau peningkatan transportasi publik, tidak masalah. Persoalannya, penerimaan pajak itu tidak pernah disampaikan ke publik untuk apa,” ucapnya.
Wahyu juga meminta pemerintah dan aparat tidak lagi memberlakukan nomor pelat bantuan. Pemakaian nomor bantuan itu kerap membuat pemilik mobil mewah terbantu. Dampak negatifnya ada mobil mewah liar tidak berizin berkeliaran di tengah jalan raya. “Ini yang harus ditindak,” ujarnya.
Dia menuturkan, selama ini pemilik mobil Lamborghini ditawarkan menggunakan pelat nomor bantuan dengan biaya retribusi yang dikeluarkan setiap bulan Rp5 juta. Biaya sebesar itu dianggap ringan dan membantu ketimbang harus membayar PKB yang nilainya lebih dari Rp100 juta.
Ilham safutra
(bbg)