Kebijakan Kontroversial Menteri Persulit Jokowi di DPR

Jum'at, 26 Desember 2014 - 13:26 WIB
Kebijakan Kontroversial...
Kebijakan Kontroversial Menteri Persulit Jokowi di DPR
A A A
JAKARTA - Sejumlah kebijakan kontroversial yang dilakukan Menteri BUMN Rini Soemarno mengundang reaksi anggota DPR. Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir menilai Rini merupakan contoh profil menteri yang tidak menunjukkan nasionalisme yang baik.

Hafisz mempertanyakan serangkaian kebijakan Menteri BUMN, misalnya meminta DPR agar tidak mengundang kementeriannya rapat, ingin menjual gedung BUMN, dan mewacanakan merekrut orang asing sebagai direksi BUMN. “Padahal, dia adalah pembantu presiden yang harus merepresentasikan kinerja terbaiknya. Ini dapat membahayakan kelangsungan ekonomi nasional,” ujar adik Hatta Rajasa tersebut kemarin.

Hafisz mengatakan, rencana DPR melakukan interpelasi terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tepat karena ada kebijakan pemerintah yang memang perlu penjelasan. Usulan interpelasi ini digulirkan oleh sejumlah anggota DPR dari fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Interpelasi terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.

“Makanya saya katakan bahwa interpelasi suatu keniscayaan karena faktanya didukung sebagianbesaranggota,” ujarnya. Sementara itu, penggagas hak interpelasi dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, mengatakan bahwa terakhir jumlah dukungan penggunaan hak interpelasi sebanyak 230 anggota dari lima fraksi, yakni Golkar, Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Menurut Misbakhun, pihaknya akan menunggu sampai jumlah dukungan mencapai 300 anggota agar lebih mudah digolkan menjadi hak DPR. Mengomentari kritikan DPR terhadap kinerja menteri Jokowi yang kerap mengundang kontroversi, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Eva Sundari mengatakan bahwa para menteri tersebut membutuhkan proses.

Diperlukan penyesuaian, pembelajaran, pematangan strategi sebelum para menteri menunjukkan kinerjanya. “Belum dua bulan jadi terlalu diniuntuk menyimpulkan bahwa hal tersebut sebagai pola atau gaya bekerja. Normalnya setahunlah untuk bisa menilai ,” ujarnya.

Kiswondari/Khoirul muzakki
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6341 seconds (0.1#10.140)