Februari 2015 Golkar-PPP Harus Islah

Jum'at, 26 Desember 2014 - 13:26 WIB
Februari 2015 Golkar-PPP Harus Islah
Februari 2015 Golkar-PPP Harus Islah
A A A
JAKARTA - Konflik internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) harus diselesaikan selambatnya Februari 2015 jika dua partai tersebut ingin mengusung calon kepala daerah pada pilkada serentak tahun depan.

Jika dua partai politik (parpol) yang memiliki kepengurusan ganda ini belum bersatu hingga tenggat waktu itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan tidak bisa menerima bakal calon kepala daerah yang didaftarkan. KPU membuka pendaftaran bakal calon kepala daerah ini pada Maret 2015.

“KPU hanya menerima kepengurusan yang sah sesuai penetapan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham),” ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik di Jakarta kemarin. Menurut Husni, KPU berharap masalah kepengurusan ganda parpol dipusat itu segera diselesaikan sehingga tidak perlu menyebar hingga ke daerah dan memengaruhi penyelenggara pilkada.

Komisioner KPU Ida Budhiati menjelaskan, sebuah parpol bisa disebut memenuhi syarat ikut dalam pilkada serentak jika secara legal memenuhi kriteria yang ditetapkan KPU. “Acuan kita jelas, ada legalitas formal bahwa partai terdaftar di Kemenkumham dengan memiliki SK sesuai UU Parpol,” ungkap dia.

Menurut Ida, KPU tidak berada dalam posisi untuk memilih mana kubu yang berhak untuk ikut pilkada. Untuk itu, dia berharap sebelum waktu pendaftaran dimulai, partai yang tengah bersengketa bisa selesai permasalahannya. “Masih ada waktu untuk menyelesaikannya,” ujar dia.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mendukung langkah tegas KPU terhadap parpol yang kepengurusannya masih terbelah. Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, ketegasan dapat menjadi pembelajaran agar partai bersikap dewasa.

“Kalau KPU melakukan itu yakni partai yang sedang konflik tidak diikutsertakan dalam pemilu, nyaho dia. Makanya jangan berkonflik,” kata Jimly. Guru besar ilmu hukum tata negara tersebut mengatakan, di dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) juga disebutkan selama masih ada dua kepengurusan atau dua faksi di dalam parpol, tidak akan diakui keputusannya di Dewan.

Itu artinya jalan satusatunya agar parpol bisa berfungsi kembali adalah berdamai. “Kalau berkonflik kemudian ada proses pengambilan keputusan di DPR, keduanya tidak diikutsertakan,” sebut Jimly. Jimly menambahkan, aturan tegas dari KPU ini juga menjadi pelajaran bagi parpol lain untuk tidak terpecah dan bila terjadi sengketa harus segera diselesaikan. “Sehingga itu akan memaksa parpol untuk tidak terlibat konflik lagi,” imbuhnya.

Pemerintah-KPU Dinilai Tolak Perppu

Sementara itu, wacana pengunduran jadwal pilkada serentak dari 2015 ke 2016 dianggap tidak punya dasar yang kuat. Jika wacana tersebut disetujui, sama saja dengan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang di dalamnya mengatur bahwa pilkada serentak dilakukan pada hari atau tanggal dan bulan yang sama pada 2015.

“Memang kita belum selesaikan soal perppu ini. Tapi, begitu perppu disetujui, ini jadi undang-undang dan pilkada serentak langsung dilaksanakan pada 2015,” kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Jakarta, Rabu (24/12). Menurut Agus, selain tidak sesuai ketentuan dalam perppu, pengunduran jadwal pilkada serentak juga akan berakibat pada jabatan kepala daerah.

“Konsekuensi dari mengundurkan waktu ini kan berarti jabatan kepala daerahnya diperpanjang atau di-Plt-kan. Apakah nanti itu tidak mengecewakan rakyat?” ucapnya. Sebelumnya KPU dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setuju dengan usulan agar pelaksanaan pilkada serentak diundur ke 2016. KPU beralasan, berdasarkan Perppu Pilkada, KPU menyusun jadwal pelaksanaan pilkada serentak digelar pada Desember 2015.

Namun, dalam susunan draf Peraturan KPU (PKPU), keserentakan hanya berlangsung saat pemungutan suara putaran pertama, sedangkan pelantikan kepala daerah terpilih berpotensi tidak serentak. Itu mengingat dalam pilkada memungkinkan terjadi sengketa tata usaha negara (TUN) dan sengketa hasil. Dengan begitu, ada konsekuensi hukum yakni proses penyelesaian sengketa bahkan pemungutan suara putaran kedua harus menyeberang ke 2016.

Atas dasar itu, KPU ingin agar pilkada serentak diundur ke 2016. Senada dengan Agus Hermanto, ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman, mengatakan jadwal 204 pilkada serentak pada 2015 sudah diatur dalam Perppu Pilkada. Maka itu, mengubah jadwal tersebut sama dengan menolak Perppu Pilkada.

“Kalau misalnya mau menanggapi perppu sekarang, jadwal pilkadanya kan ada di perppu yaitu pada 2015. Kalau begitu (usul pengunduran ke 2016), pemerintah dan KPU mau mengubah perppu. Kalau begitu, menolak perppu namanya,” tuturnya.

Usulan pengunduran pilkada serentak menjadi 2016 hanya bisa dilakukan ketika perppu sudah disahkan menjadi undangundang (UU) kemudian pemerintah dan DPR melakukan revisi. Untuk urusan perppu, DPR hanya menerima atau menolak. “Jadi kalau mau diterima, ya diterima bulat-bulat. Kalau ditolak, dibuat RUU Pencabutannya. Susah dong kalau diterima terus direvisi,” ungkapnya.

Dian ramdhani/Rahmat sahid
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7545 seconds (0.1#10.140)