Optimalisasi Sektor Laut Belum Terlambat
A
A
A
JAKARTA - Fokus pemerintah memprioritaskan sektor maritim sebagai sumber pendapatan negara mendapat dukungan berbagai pihak. Meski sektor ini lama tidak digarap secara maksimal, upaya pemerintah mengangkat kekayaan laut saat ini belum terlambat.
“Sekarang ini momentum bangsa Indonesia memberdayakan segala potensi kemaritiman untuk kesejahteraan rakyat. Program ini harus didukung dan sama-sama ikut berperan untuk kepentingan bangsa,” ucap Presiden Direktur Rokan Group Rustian di Jakarta kemarin. Menurut dia, ada 10 potensi ekonomi kelautan yang harus diperhatikan dan dikelola maksimal.
Mulai dari perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, serta pertambangan dan energi. Sektor pariwisata bahari dan hutan bakau juga harus dikelola baik untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Belum lagi potensi lain seperti perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, serta industri dan jasa maritim.
Rustian menambahkan, potensi kelautan sudah terlalu lama didiamkan karena bangsa Indonesia terlena dengan kelimpahan minyak. Bangsa ini baru terkaget-kaget ketika minyak sudah nyaris habis. “Barulah kita ingat bahwa rakyat Nusantara ini memiliki kekayaan tak terkira di dalam laut. Selama kini kita membiarkan itu dikeruk maling-maling mancanegara,” sebutnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperkirakan jumlah kerugian akibat pencurian ikan mencapai Rp300 triliun per tahun. Selama 10 tahun terakhir tidak kurang Rp3.000 triliun kekayaan laut Indonesia menjadi bancakan maling-maling luar negeri. Jumlah itu jauh lebih dari cukup untuk melunasi utang negara yang hanya Rp2.600 triliun. Rustian semula bersama keluarga membangun industri perikanan di Bagan Siapi-api.
Namun, belakangan dia terjun ke bisnis sawit di bawah bendera Rokan Group di Kalbar, Bengkulu, dan Riau. Sewaktu masih mengembangkan industri perikanan, pada era Orde Baru dia sudah mengingatkan agar pemerintah membangun intel maritim, namun ditolak.
“Intel maritim adalah bentuk komunikasi. Praksisnya, kapalkapal nelayan nasional diberi peralatan canggih sehingga begitu melihat ada kapal asing bisa langsung dilaporkan ke pusat pengendali,” ucapnya. Ketika mengusulkan intel maritim dulu, banyak yang memandang sepele. Pemerintah menganggap Rokan masih memikirkan hasil laut dan perkebunan di mana teknologi sudah canggih bahkan sudah dapat mengirim pesawat ke bulan.
“Jadi, komitmen kami untuk perikanan sudah ada sejak dulu, tetapi baru saat ini menjadi perhatian pemerintah,” katanya. Menurut dia, dulu Rokan sudah pernah meminta pemerintah menyediakan dan membekali nelayan dengan perlengkapan memadai seperti alat komunikasi canggih, teropong, bahkan GPS.
Sebagai warga Bagan Siapiapi, Rustian paham benar masalah industri perikanan sebab keluarga besarnya banyak berbisnis ikan laut. Dia kemudian mengembangkan bisnisnya di bidang perkebunan sawit. Bagan Siapi-api pernah menjadi pelabuhan perikanan terbesar dunia dan nomor dua penghasil ikan dunia setelah Bergen, Norwegia. Menurut catatan, dalamsetahunikanhasil tangkapan dari Bagan Siapi-api mencapai300.000tonpertahun.
Nurul adriyana
“Sekarang ini momentum bangsa Indonesia memberdayakan segala potensi kemaritiman untuk kesejahteraan rakyat. Program ini harus didukung dan sama-sama ikut berperan untuk kepentingan bangsa,” ucap Presiden Direktur Rokan Group Rustian di Jakarta kemarin. Menurut dia, ada 10 potensi ekonomi kelautan yang harus diperhatikan dan dikelola maksimal.
Mulai dari perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, serta pertambangan dan energi. Sektor pariwisata bahari dan hutan bakau juga harus dikelola baik untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Belum lagi potensi lain seperti perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, serta industri dan jasa maritim.
Rustian menambahkan, potensi kelautan sudah terlalu lama didiamkan karena bangsa Indonesia terlena dengan kelimpahan minyak. Bangsa ini baru terkaget-kaget ketika minyak sudah nyaris habis. “Barulah kita ingat bahwa rakyat Nusantara ini memiliki kekayaan tak terkira di dalam laut. Selama kini kita membiarkan itu dikeruk maling-maling mancanegara,” sebutnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperkirakan jumlah kerugian akibat pencurian ikan mencapai Rp300 triliun per tahun. Selama 10 tahun terakhir tidak kurang Rp3.000 triliun kekayaan laut Indonesia menjadi bancakan maling-maling luar negeri. Jumlah itu jauh lebih dari cukup untuk melunasi utang negara yang hanya Rp2.600 triliun. Rustian semula bersama keluarga membangun industri perikanan di Bagan Siapi-api.
Namun, belakangan dia terjun ke bisnis sawit di bawah bendera Rokan Group di Kalbar, Bengkulu, dan Riau. Sewaktu masih mengembangkan industri perikanan, pada era Orde Baru dia sudah mengingatkan agar pemerintah membangun intel maritim, namun ditolak.
“Intel maritim adalah bentuk komunikasi. Praksisnya, kapalkapal nelayan nasional diberi peralatan canggih sehingga begitu melihat ada kapal asing bisa langsung dilaporkan ke pusat pengendali,” ucapnya. Ketika mengusulkan intel maritim dulu, banyak yang memandang sepele. Pemerintah menganggap Rokan masih memikirkan hasil laut dan perkebunan di mana teknologi sudah canggih bahkan sudah dapat mengirim pesawat ke bulan.
“Jadi, komitmen kami untuk perikanan sudah ada sejak dulu, tetapi baru saat ini menjadi perhatian pemerintah,” katanya. Menurut dia, dulu Rokan sudah pernah meminta pemerintah menyediakan dan membekali nelayan dengan perlengkapan memadai seperti alat komunikasi canggih, teropong, bahkan GPS.
Sebagai warga Bagan Siapiapi, Rustian paham benar masalah industri perikanan sebab keluarga besarnya banyak berbisnis ikan laut. Dia kemudian mengembangkan bisnisnya di bidang perkebunan sawit. Bagan Siapi-api pernah menjadi pelabuhan perikanan terbesar dunia dan nomor dua penghasil ikan dunia setelah Bergen, Norwegia. Menurut catatan, dalamsetahunikanhasil tangkapan dari Bagan Siapi-api mencapai300.000tonpertahun.
Nurul adriyana
(bbg)