PLN Putus Listrik Instansi di DKI
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan Listrik Negara (PLN) memutus aliran listrik ke sejumlah instansi atau kantor di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Ini karena mereka belum membayar tagihan listrik selama dua bulan.
Beberapa instansi tersebut di antaranya Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), puskesmas, dan rumah pompa. Namun, Plh Deputi Manajer Komunikasi PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Chandra enggan membeberkan berapa tunggakan yang belum dibayarkan tersebut.
“Jumlahnya miliaran rupiah. Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Ada janji pelunasan. Ini karena masalah pencairan APBD DKI yang terlambat. Nanti setelah cair katanya segera dilunasi,” ungkap Chandra kemarin.
Dia menjelaskan, pemutusan aliran listrik sesuai aturan bagi siapa saja yang terlambat melakukan pembayaran sejak tanggal 1 hingga 20. Bila telah dibayarkan, PLN akan kembali menyambungnya. Seperti pada Dinas Pertamanan DKI Jakarta. Beberapa bulan lalu seluruh listrik di taman dipadamkan. “Data terakhir itu empat bulan sebesar Rp5,6 miliar, tapi saya harus mengeceknya kembali, apakah valid atau tidak?” katanya.
Mengetahui ada instansi yang belum bayar tagihan listrik kemudian dipadamkan oleh PLN, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) langsung naik pitam. Dia akan mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Pemprov DKI saat ini bukan sengaja menolak membayar, melainkan APBD 2015 belum diketok oleh DPRD.
“Bagaimana lagi ya lapor Presiden. Mereka hitung-hitungan mau melawan pihak yang berkuasa,” ucapnytadi Balai Kota Jakarta kemarin. Ahok juga balik mengancam bahwa PLN dilarang memasang tiang-tiang listrik di tanah milik Pemprov DKI jika masih menunjukkan sikap seperti itu. Terlebih Pemprov DKI memiliki landasan untuk melakukan hal tersebut lantaran telah diatur dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 tentang Pemanfaatan Lahan dan Aset.
“Kami sudah mengirimkan surat. Masa minta tenggang waktu tetap mau diancam putus,” kata mantan bupati Belitung Timur itu. Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Nur Afni Sajim menyayangkan keputusan PLN yang memutus sejumlah aliran listrik di kantor atau instansi milik DKI. Namun, dia juga menyalahkan Pemprov DKI karena biaya rutin seperti biaya listrik itu tidak perlu menunggu APBD 2015.
Untuk pembayaran listrik periode November-Desember, Pemprov DKI seharusnya bisa memakai anggaran biaya rutin di dalam anggaran perubahan yang paling telat dicairkan pada 29 Desember. “APBD 2015 itu kan untuk pembayaran listrik pada Januari 2015. Kenapa mesti tunggu APBD 2015?” ucapnya.
Di bagian lain, Pemprov DKI dinilai melakukan pemborosan terhadap pembayaran listrik penerangan jalan umum (PJU). Setahun menghabiskan Rp400 miliar untuk membayar ke PLN. Menurut Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin, biaya ini dianggap cukup mahal dan tergolong boros karena semua PJU yang terpasang di tengah jalan-jalan Kota Jakarta belum menggunakan lampu hemat energi. “Biaya sebanyak itu belum mampu menerangi seluruh sisi kota. Masih banyak perkampungan atau jalan di kelurahan tidak terang,” katanya beberapa waktu lalu.
Bima setiyadi/Ilham safutra
Beberapa instansi tersebut di antaranya Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), puskesmas, dan rumah pompa. Namun, Plh Deputi Manajer Komunikasi PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Chandra enggan membeberkan berapa tunggakan yang belum dibayarkan tersebut.
“Jumlahnya miliaran rupiah. Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Ada janji pelunasan. Ini karena masalah pencairan APBD DKI yang terlambat. Nanti setelah cair katanya segera dilunasi,” ungkap Chandra kemarin.
Dia menjelaskan, pemutusan aliran listrik sesuai aturan bagi siapa saja yang terlambat melakukan pembayaran sejak tanggal 1 hingga 20. Bila telah dibayarkan, PLN akan kembali menyambungnya. Seperti pada Dinas Pertamanan DKI Jakarta. Beberapa bulan lalu seluruh listrik di taman dipadamkan. “Data terakhir itu empat bulan sebesar Rp5,6 miliar, tapi saya harus mengeceknya kembali, apakah valid atau tidak?” katanya.
Mengetahui ada instansi yang belum bayar tagihan listrik kemudian dipadamkan oleh PLN, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) langsung naik pitam. Dia akan mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Pemprov DKI saat ini bukan sengaja menolak membayar, melainkan APBD 2015 belum diketok oleh DPRD.
“Bagaimana lagi ya lapor Presiden. Mereka hitung-hitungan mau melawan pihak yang berkuasa,” ucapnytadi Balai Kota Jakarta kemarin. Ahok juga balik mengancam bahwa PLN dilarang memasang tiang-tiang listrik di tanah milik Pemprov DKI jika masih menunjukkan sikap seperti itu. Terlebih Pemprov DKI memiliki landasan untuk melakukan hal tersebut lantaran telah diatur dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 tentang Pemanfaatan Lahan dan Aset.
“Kami sudah mengirimkan surat. Masa minta tenggang waktu tetap mau diancam putus,” kata mantan bupati Belitung Timur itu. Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Nur Afni Sajim menyayangkan keputusan PLN yang memutus sejumlah aliran listrik di kantor atau instansi milik DKI. Namun, dia juga menyalahkan Pemprov DKI karena biaya rutin seperti biaya listrik itu tidak perlu menunggu APBD 2015.
Untuk pembayaran listrik periode November-Desember, Pemprov DKI seharusnya bisa memakai anggaran biaya rutin di dalam anggaran perubahan yang paling telat dicairkan pada 29 Desember. “APBD 2015 itu kan untuk pembayaran listrik pada Januari 2015. Kenapa mesti tunggu APBD 2015?” ucapnya.
Di bagian lain, Pemprov DKI dinilai melakukan pemborosan terhadap pembayaran listrik penerangan jalan umum (PJU). Setahun menghabiskan Rp400 miliar untuk membayar ke PLN. Menurut Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin, biaya ini dianggap cukup mahal dan tergolong boros karena semua PJU yang terpasang di tengah jalan-jalan Kota Jakarta belum menggunakan lampu hemat energi. “Biaya sebanyak itu belum mampu menerangi seluruh sisi kota. Masih banyak perkampungan atau jalan di kelurahan tidak terang,” katanya beberapa waktu lalu.
Bima setiyadi/Ilham safutra
(bbg)