Kepengurusan Vakum, Golkar Terancam Bubar
A
A
A
JAKARTA - Juru runding dua kubu Partai Golkar sepakat bertemu untuk membahas upaya islah atas konflik internal yang melanda partai berlambang pohin beringin ini.
Juru Runding kubu Aburizal Bakrie (Ical), Sharif Cicip Sutardjo menegaskan, pertemuan pertama kali ini tidak akan membahas dukungan politik Partai Golkar.
"Kita mau bicara format dari perundingan kita. Format kita gimana untuk bentuk mediasi atau masalah untuk perundingan terkait hasil yang belum disahkan pemerintah," ujar Cicip di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Sebenarnya, lanjut dia, dasar perundingan penyelesaian konflik internal Partai Golkar tak sulit, apabila mau merujuk pernyataan pemerintah bahwa penyelesaian bisa melalui Mahkamah Partai.
Untuk itu, agar tak ada kevakuman dalam proses penyelesaian hukum di Mahkamah Partai maka bisa merujuk hasil Munas ke-VIII tahun 2009 di Riau.
"Sehingga tidak boleh ada kevakuman hukum, kembali pada agenda yang dihasilkan Munas Riau. Itu dasar untuk bisa bicara siapa Mahkamah Partai dan Mahkamah Partai bisa kerja dasarnya gitu," terangnya.
Menurut dia, tak benar apabila seluruh kepengurusan Partai Golkar bersifat demisioner dengan telah diadakannya Munas atau berakhirnya masa jabatan dari hasil Munas ke-VIII. Pasalnya hal tersebut bisa membuat kekosongan kepengurusan.
"Demisioner itu artinya pengurus itu tidak boleh ambil keputusan yang strategis tapi pengurus harus tetap kerja, sekretariat. Kalau enggak ada pengurus siapa yang jalani partai. Partai kan kalau dua-duanya deadlock kan partai bubar. Itu pengertian dasar. Tidak boleh ada kevakuman."
"Sehingga pengurus demisioner artinya tidak diperboleh memutuskan keputusan strategis. Ke depan harus dilihat kembali pada pengurusan lama," tuntasnya.
Juru Runding kubu Aburizal Bakrie (Ical), Sharif Cicip Sutardjo menegaskan, pertemuan pertama kali ini tidak akan membahas dukungan politik Partai Golkar.
"Kita mau bicara format dari perundingan kita. Format kita gimana untuk bentuk mediasi atau masalah untuk perundingan terkait hasil yang belum disahkan pemerintah," ujar Cicip di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Sebenarnya, lanjut dia, dasar perundingan penyelesaian konflik internal Partai Golkar tak sulit, apabila mau merujuk pernyataan pemerintah bahwa penyelesaian bisa melalui Mahkamah Partai.
Untuk itu, agar tak ada kevakuman dalam proses penyelesaian hukum di Mahkamah Partai maka bisa merujuk hasil Munas ke-VIII tahun 2009 di Riau.
"Sehingga tidak boleh ada kevakuman hukum, kembali pada agenda yang dihasilkan Munas Riau. Itu dasar untuk bisa bicara siapa Mahkamah Partai dan Mahkamah Partai bisa kerja dasarnya gitu," terangnya.
Menurut dia, tak benar apabila seluruh kepengurusan Partai Golkar bersifat demisioner dengan telah diadakannya Munas atau berakhirnya masa jabatan dari hasil Munas ke-VIII. Pasalnya hal tersebut bisa membuat kekosongan kepengurusan.
"Demisioner itu artinya pengurus itu tidak boleh ambil keputusan yang strategis tapi pengurus harus tetap kerja, sekretariat. Kalau enggak ada pengurus siapa yang jalani partai. Partai kan kalau dua-duanya deadlock kan partai bubar. Itu pengertian dasar. Tidak boleh ada kevakuman."
"Sehingga pengurus demisioner artinya tidak diperboleh memutuskan keputusan strategis. Ke depan harus dilihat kembali pada pengurusan lama," tuntasnya.
(kri)