Putusan BANI Final dan Jalan Terus

Selasa, 23 Desember 2014 - 11:14 WIB
Putusan BANI Final dan Jalan Terus
Putusan BANI Final dan Jalan Terus
A A A
JAKARTA - Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atas kasus sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tetap jalan terus karena bersifat final dan binding (mengikat).

Pengamat hukum bisnis Frans Hendra Winarta mengatakan, tidak ada alasan untuk menghentikan proses ini. “Eksekusi BANI atas Tutut harus jalan terus karena putusan ini sama tingginya dengan pengadilan,” ungkap dia di Jakarta kemarin. Menurut Frans, jalur BANI adalah pilihan dua pihak dan mereka pun sudah menandatangani penyelesaian di jalur ini.

Karena itu, putusannya juga harus dihormati dua belah pihak. Dia menyarankan PT Berkah Karya Bersama (BKB) segera mendaftarkan ke pengadilan negeri (PN) setempat untuk upaya eksekusi berdasar putusan BANI tersebut. Eksekusi itu berupa pengakuan 75% saham dan pemintaan BANI agar Tutut membayar kelebihan bayar yang dilakukan PT BKB.

“PN tidak bisa menolak permintaan eksekusi karena putusan itu berkekuatan hukum sama di depan negara,” ucapnya. Frans juga mengingatkan, pada Pasal 3 dan Pasal 11 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) telah mengatur, jika para pihak telah memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa (party autonomy ), pengadilan negeri tidak diperbolehkan mengintervensi proses ini.

“Yang menentukan kewenangan dari majelis arbitrase hanyalah majelis arbitrase itu sendiri,” katanya. Majelis arbitrase dapat menentukan validitas dari klausul arbitrase dan menyatakan mempunyai kewenangan (yurisdiksi ) untuk memeriksa dan memutus surat perkara arbitrase.

Sementara itu, PT Berkah Karya Bersama meminta semua pihak yang beperkara di sengketa kepemilikan saham TPI legawa dengan hasil putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) sebagai salah satu pihak diminta secara sadar menaati putusan tersebut. Putusan yang dikeluarkan BANI dianggap sudah clear, kuat, dan mengikat.

“Kita harap dia (Tutut) bisa memenuhi secara sukarela dan legawa ,” kata kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama, Andi F Simangunsong. Andi mengingatkan, dalam putusan BANI, PT Berkah Karya Bersama justru mengalami kelebihan biaya atas kewajiban yang disepakati dalam investment agreement sejak awal.

PT BKB yang seharusnya hanya dibebankan untuk menggelontorkan dana sebesar USD55 juta, tetapi dalam perkembangan PT BKB diketahui menggelontorkan dana mencapai USD81 juta. “Ini sebetulnya hanya mengembalikan hak kita. Ini bukan soal hukum menghukum, bukan,” ucapnya.

Menurut dia, karena BANI sudah membuat putusan dengan menuntut pihak Tutut membayar utang tersebut, kewajiban itu harus mulai dijalankan pascaputusan BANI keluar atau paling lambat 30 hari setelah BANI melaporkan hasil putusannya ke pengadilan negeri.

“Ditambah biaya perkara (di BANI) sebesar Rp2,3 miliar,” katanya. Sementara itu, pengamat hukum Universitas Negeri Semarang Arif Hidayat meminta Komisi Yudisial (KY) secepatnya menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan tiga hakim Mahkamah Agung dalam putusan peninjauan kembali (PK) kasus sengketa TPI antara PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut).

“KY harus cepat cari kemungkinan ada suap hakim MA untuk kasus itu. Mestinya bulan ini harus selesai dan tidak menunggu tahun berikutnya yang kurang beberapa hari,” ungkap dia. Menurut Arif, sejak awal kasus ini mengundang rasa curiga banyak kalangan sehingga dari segi etika perlu dikaji. KY harus menyelidiki tiga hakim MA yaitu Mohammad Saleh, Hamdi, dan Abdul Manan.

Tiga hakim agung tersebut dianggap menabrak UU Nomor 30 Tahun 1999 karena telah memutus perkara antara PT Berkah Karya Bersama dan pihak Tutut dalam kasus kepemilikan TPI. Padahal, proses sengketa kepemilikan TPI masih berlangsung di BANI.

Menurut Arif, jika kajian telah selesai, KY akan melihat tingkat kesalahan yang dibuat hakim agung tersebut. Jika mengandung pelanggaran etika, KY akan menindak itu. “Tapi, bila ditemukan unsur pidana, mungkin akan dialihkan ke kepolisian atau KPK,” kata dia. Saat ini KY memang sedang melakukan anotasi atau pengkajian laporan atas kasus itu.

Danti daniel/Sindonews
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6149 seconds (0.1#10.140)