Sebagian Hukum Indonesia Sebenarnya Adopsi Syariat Islam

Selasa, 23 Desember 2014 - 07:01 WIB
Sebagian Hukum Indonesia...
Sebagian Hukum Indonesia Sebenarnya Adopsi Syariat Islam
A A A
JAKARTA - Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Syariat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), muncul masalah yang memerlukan campur tangan negara dalam penerapannya.

Karena itu, sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, maka penerapan hukum Islam dalam masyarakat haruslah melalui peraturan perundang-undangan yang ada.

Hal tersebut seperti dikutip Sindonews dari situs Mahkamah Syariah Aceh. Yang ditulis oleh Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, Armia Ibrahim.

Armi mengungkapkan, ini berarti kalau ajaran Islam mau diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka ajaran tersebut harus dituangkan terlebih dahulu dalam peraturan yang berlaku dan untuk tingkat daerah Aceh melalui Qanun-qanun (undang-undang).

"Untuk menjabarkan hal dimaksud berarti kita harus 'mengislamkan' terlebih dahulu peraturan perundang-undangan yang kita buat untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara," kata Armia, Selasa (23/12/2014).

Oleh karena itu tidak mungkin langsung menerapkan hukuman rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri dan hukuman lainnya yang diatur dalam Alquran sebelum dituangkan kembali ketentuan tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk daerah Aceh melalui Qanun.

"Upaya penerapan syariat Islam melalui hukum negara sebenarnya telah dilakukan di Indonesia secara bertahap sejak puluhan tahun yang lalu dengan cara mengadopsi hukum Islam ke dalam hukum negara," ucap Armia.

Hal ini antara lain dapat dilihat dengan lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara umum oleh sebagian orang dipandang sebagai hukum munakahat Indonesia. Menurut UU tersebut, seorang Islam tidak mungkin menikah di luar hukum pernikahan Islam.

Selain itu Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim, telah mengatur pula bagaimana proses perkawinan dilangsungkan dalam hal seorang wali perempuan ’adhal (enggan) menikahkan perempuan yang berada di bawah perwaliannya.

Menyangkut dengan masalah wakaf, Pemerintah Indonesia telah pula mengaturnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Bahkan terakhir masalah wakaf ini telah diatur dengan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Di bidang zakat, Pemerintah Pusat telah pula mengatur melalui UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dari uraian di atas jelaslah bahwa penerapan syariat Islam di suatu negara atau daerah yang paling efektif adalah melalui pengadopsian hukum Islam ke dalam hukum negara (hukum positif ).

Sebelumnya, para duta besar negara Uni Eropa (UE) mengkritik hukum syariat yang saat ini berlaku di Aceh. Menurut mereka, penerapan hukum itu masih memiliki banyak kekurangan.

Salah satunya adalah subjek hukum tersebut. Menurut Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Georg Witschel, subjek hukum syariah di Aceh masih belum jelas.

“Kami (Duta Besar Negara anggota UE) mempertanyakan apakah hukum tersebut diterapkan hanya kepada warga Muslim di Aceh, atau kepada seluruh warga Aceh, termasuk di dalamnya warga non-Muslim,” ucap Witschel di Kantor Kedutaan Besar Jerman, di Jakarta, Senin 22 Desember 2014.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1002 seconds (0.1#10.140)