Optimalkan Sentuhan Teknologi
A
A
A
Pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada peningkatan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sumbangsih iptek sangat dibutuhkan agar pertumbuhan yang terjadi menjadi lebih mapan dan menghasilkan keuntungan dalam jumlah yang lebih besar.
Salah satu sektor yang perlu mendapatkan sentuhan iptek adalah industri perikanan nasional. Dalam industri perikanan, pemanfaatan teknologi bisa dilakukan baik untuk pengolahan, budi daya, produksi, maupun penangkapan ikan. Selama ini penggunaan iptek untuk sumber daya perikanan masih minim, terutama di sektor perikanan tangkap.
Para nelayan dalam negeri cenderung memakai cara-cara konvensional, sehingga hasil tangkap ikannya pun sangat minim. Sebaliknya, kapal-kapal besar nelayan dari negeri seberang memanfaatkan alat-alat canggih yang bisa mendeteksi keberadaan ikan dalam jumlah besar, tak pelak bila dalam sekali melaut mereka bisa mendapatkan ikan berpuluh-puluh ton.
Hal ini karena para awak kapal asing menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh (remote sensing) untuk melihat posisi ikan dalam jumlah besar dan menentukan musim ikan. Penggunaan remote sensing sebenarnya telah banyak dimanfaatkan negara-negara yang berjaya di bidang maritim, khususnya Jepang.
Armada-armada perikanan Negeri Samurai telah lama memakai alat ini, sehingga sekarang negeri ini dikenal sebagai negara dengan keberhasilannya memanfaatkan potensi perikanan. Padahal, luas laut Jepang hanya 977.980 kilometer persegi, sementara Indonesia memiliki 5,8 juta kilo meter persegi atau 60 kali lipat dibanding luas daratannya.
Karena itu, hendaknya Indonesia bisa meneladani cara Jepang dalam memanfaatkan sentuhan teknologi di bidang perikanan. Sebab, pada prinsipnya teknologi penginderaan jarak jauh dapat memperluas informasi perikanan sehingga kesejahteraan nelayan meningkat.
Selain bersentuhan dengan teknologi, para nelayan juga harus paham tentang oseanografi, ekologi perikanan, stock assessment, interaksi laut dan atmosfer, GIS, ICT, dan marine accoustics, sehingga mereka tidak selalu menjadi kelompok yang termarginalisasi secara penghasilan.
“Teknologi perikanan sangat penting ditingkatkan, baik perikanan tangkap maupun budi daya. Hal ini semata-mata untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan bagi perekonomian nasional,” kata Kepala Pusat Analisis Kerja Sama Internasional dan Antar Lembaga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Anang Noegroho kemarin.
Iptek yang berhubungan dengan perikanan budi daya berkelanjutan dapat dilakukan, seperti teknik pemilihan lokasi budi daya, genetika, nutrisi, pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan tanah dan air, serta aquaculture and mariculture engineering.
Teknologi budi daya perikanan juga bisa dilakukan dari hilir (penanganan dan pengolahan hasil perikanan), seperti teknologi pengawetan, pengemasan, penyimpanan, transportasi ikan hidup, serta mengupayakan bioteknologi lewat ekstraksi senyawa bioaktif dari biota laut, pengolahan senyawa bioaktif untuk industri farmasi, makanan dan minuman sehat, kosmetik, dan puluhan industri lainnya.
Kesadaran mendekatkan pemanfaatan teknologi dengan upaya memajukan sektor perikanan mulai dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) melalui paket teknologi dan inovasi bagi para masyarakat perikanan. Inovasi tersebut di antaranya teknologi kelautan, penangkapan dan produksi ikan, teknologi pengolahan dan produk turunannya, serta inovasi dalam kelembagaan kelautan dan perikanan.
Penerapan teknologi tersebut pun telah disebarluaskan ke masyarakat melalui kegiatan yang disebut Iptekmas (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat). Hasilnya, ikan hias yang hampir punah pun dapat dibudidayakan dan diproduksi massal. Contohnya, budi daya ikan pelangi. Ikan hias asli Indonesia ini berhasil dikembangkan dengan konsep budi daya yang ramah lingkungan.
Kini ikan yang memiliki nama latin Melanotaenia ini telah diproduksi secara massal hingga 126.000 ekor per tahun. Pengembangan budidaya lewat peran teknologi ini dilakukan secara insitu maupun eksitu. Tak ayal, secara ekonomi kegiatan usaha tersebut sangat menguntungkan.
Jika dikalkulasikan dengan harga pasar lokal ikan sebesar Rp1.000 per ekor, maka pembudi daya ikan pelangi akan mendapatkan penghasilan sekitar Rp92 juta per tahun. Belum lagi, di pasar luar negeri harga indukan umur 5–6 bulan bisa mencapai USD7-14 per ekor. Tak pelak, hasil sensus pertanian pun menunjukkan, pendapatan terbesar sektor perikanan berasal dari pembudidaya ikan hias sebesar Rp50 juta per tahun.
“Data itu menunjukkan bahwa ikan hias ini tidak hanya mempunyai prospek yang bagus untuk meningkatkan taraf hidup tetapi dapat menjadi catatan yang penting bagi kita sebagai negara besar yaitu ikan pelangi ini sebagai identitas Bangsa Indonesia di mata dunia,” ungkap Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo.
Nafi’ muthohirin
Salah satu sektor yang perlu mendapatkan sentuhan iptek adalah industri perikanan nasional. Dalam industri perikanan, pemanfaatan teknologi bisa dilakukan baik untuk pengolahan, budi daya, produksi, maupun penangkapan ikan. Selama ini penggunaan iptek untuk sumber daya perikanan masih minim, terutama di sektor perikanan tangkap.
Para nelayan dalam negeri cenderung memakai cara-cara konvensional, sehingga hasil tangkap ikannya pun sangat minim. Sebaliknya, kapal-kapal besar nelayan dari negeri seberang memanfaatkan alat-alat canggih yang bisa mendeteksi keberadaan ikan dalam jumlah besar, tak pelak bila dalam sekali melaut mereka bisa mendapatkan ikan berpuluh-puluh ton.
Hal ini karena para awak kapal asing menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh (remote sensing) untuk melihat posisi ikan dalam jumlah besar dan menentukan musim ikan. Penggunaan remote sensing sebenarnya telah banyak dimanfaatkan negara-negara yang berjaya di bidang maritim, khususnya Jepang.
Armada-armada perikanan Negeri Samurai telah lama memakai alat ini, sehingga sekarang negeri ini dikenal sebagai negara dengan keberhasilannya memanfaatkan potensi perikanan. Padahal, luas laut Jepang hanya 977.980 kilometer persegi, sementara Indonesia memiliki 5,8 juta kilo meter persegi atau 60 kali lipat dibanding luas daratannya.
Karena itu, hendaknya Indonesia bisa meneladani cara Jepang dalam memanfaatkan sentuhan teknologi di bidang perikanan. Sebab, pada prinsipnya teknologi penginderaan jarak jauh dapat memperluas informasi perikanan sehingga kesejahteraan nelayan meningkat.
Selain bersentuhan dengan teknologi, para nelayan juga harus paham tentang oseanografi, ekologi perikanan, stock assessment, interaksi laut dan atmosfer, GIS, ICT, dan marine accoustics, sehingga mereka tidak selalu menjadi kelompok yang termarginalisasi secara penghasilan.
“Teknologi perikanan sangat penting ditingkatkan, baik perikanan tangkap maupun budi daya. Hal ini semata-mata untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan bagi perekonomian nasional,” kata Kepala Pusat Analisis Kerja Sama Internasional dan Antar Lembaga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Anang Noegroho kemarin.
Iptek yang berhubungan dengan perikanan budi daya berkelanjutan dapat dilakukan, seperti teknik pemilihan lokasi budi daya, genetika, nutrisi, pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan tanah dan air, serta aquaculture and mariculture engineering.
Teknologi budi daya perikanan juga bisa dilakukan dari hilir (penanganan dan pengolahan hasil perikanan), seperti teknologi pengawetan, pengemasan, penyimpanan, transportasi ikan hidup, serta mengupayakan bioteknologi lewat ekstraksi senyawa bioaktif dari biota laut, pengolahan senyawa bioaktif untuk industri farmasi, makanan dan minuman sehat, kosmetik, dan puluhan industri lainnya.
Kesadaran mendekatkan pemanfaatan teknologi dengan upaya memajukan sektor perikanan mulai dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) melalui paket teknologi dan inovasi bagi para masyarakat perikanan. Inovasi tersebut di antaranya teknologi kelautan, penangkapan dan produksi ikan, teknologi pengolahan dan produk turunannya, serta inovasi dalam kelembagaan kelautan dan perikanan.
Penerapan teknologi tersebut pun telah disebarluaskan ke masyarakat melalui kegiatan yang disebut Iptekmas (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat). Hasilnya, ikan hias yang hampir punah pun dapat dibudidayakan dan diproduksi massal. Contohnya, budi daya ikan pelangi. Ikan hias asli Indonesia ini berhasil dikembangkan dengan konsep budi daya yang ramah lingkungan.
Kini ikan yang memiliki nama latin Melanotaenia ini telah diproduksi secara massal hingga 126.000 ekor per tahun. Pengembangan budidaya lewat peran teknologi ini dilakukan secara insitu maupun eksitu. Tak ayal, secara ekonomi kegiatan usaha tersebut sangat menguntungkan.
Jika dikalkulasikan dengan harga pasar lokal ikan sebesar Rp1.000 per ekor, maka pembudi daya ikan pelangi akan mendapatkan penghasilan sekitar Rp92 juta per tahun. Belum lagi, di pasar luar negeri harga indukan umur 5–6 bulan bisa mencapai USD7-14 per ekor. Tak pelak, hasil sensus pertanian pun menunjukkan, pendapatan terbesar sektor perikanan berasal dari pembudidaya ikan hias sebesar Rp50 juta per tahun.
“Data itu menunjukkan bahwa ikan hias ini tidak hanya mempunyai prospek yang bagus untuk meningkatkan taraf hidup tetapi dapat menjadi catatan yang penting bagi kita sebagai negara besar yaitu ikan pelangi ini sebagai identitas Bangsa Indonesia di mata dunia,” ungkap Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo.
Nafi’ muthohirin
(ftr)