Pelayanan Publik di Surabaya & Bandung Diduga Menyimpang
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia, menemukan lima jenis penyimpangan pelayanan publik dalam pengurusan izin usaha untuk UKM sektor perdagangan, hotel dan restoran di dua kota yaitu Bandung dan Surabaya.
Lima praktik maladministrasi itu meliputi, penyimpangan prosedur, permintaan uang atau imbalan, tidak kompeten, di luar kompetensi, dan bertindak tidak patut.
Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana menyatakan, salah satu contoh penyimpangan prosedur yang ditemukan adalah, adanya negosiasi jangka waktu penyelesaian dan tarif. Adapun terkait pungutan liar, potensi pungutannya berkisar antara Rp1 miliar sampai Rp11 miliar.
“Besaran uang itu diperoleh dari pengurusan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) di kelurahan atau kecamatan, dihitung dari besarnya SIUP yang dikeluarkan bagi unit usaha,” kata Danang dalam press rilisnya yang diterima SINDO, Minggu (21/12/2014).
Temuan tersebut diperoleh dari hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (own-motion investigation) yang dilakukan di beberapa instansi pemerintah pengampu izin usaha untuk UKM.
Instansi itu antara lain Badan Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta beberapa kelurahan dan kecamatan di masing-masing kota.
Dalam kurun waktu November sampai Desember 2014, Ombudsman RI menyasar pengurusan beberapa surat atau izin usaha. Seperti, Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Usaha Toko Modern (IUTM), Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Hotel dan Restoran/Rumah Makan.
Atas temuan tersebut, Ombudsman RI berencana menyampaikan hasil lengkap temuan kepada Walikota Surabaya dan Bandung serta Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata dan Menteri Dalam Negeri di Kantor Ombudsman RI, besok, Senin 22 Desember 2014.
Penyampaian ini sekaligus juga memuat saran perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik pada pengurusan izin usaha bagi UKM.
“Pertemuan akan diadakan di Kantor Ombudsman RI, Senin pukul 10.00 WIB,” tukasnya.
Lima praktik maladministrasi itu meliputi, penyimpangan prosedur, permintaan uang atau imbalan, tidak kompeten, di luar kompetensi, dan bertindak tidak patut.
Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana menyatakan, salah satu contoh penyimpangan prosedur yang ditemukan adalah, adanya negosiasi jangka waktu penyelesaian dan tarif. Adapun terkait pungutan liar, potensi pungutannya berkisar antara Rp1 miliar sampai Rp11 miliar.
“Besaran uang itu diperoleh dari pengurusan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) di kelurahan atau kecamatan, dihitung dari besarnya SIUP yang dikeluarkan bagi unit usaha,” kata Danang dalam press rilisnya yang diterima SINDO, Minggu (21/12/2014).
Temuan tersebut diperoleh dari hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (own-motion investigation) yang dilakukan di beberapa instansi pemerintah pengampu izin usaha untuk UKM.
Instansi itu antara lain Badan Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta beberapa kelurahan dan kecamatan di masing-masing kota.
Dalam kurun waktu November sampai Desember 2014, Ombudsman RI menyasar pengurusan beberapa surat atau izin usaha. Seperti, Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Usaha Toko Modern (IUTM), Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Hotel dan Restoran/Rumah Makan.
Atas temuan tersebut, Ombudsman RI berencana menyampaikan hasil lengkap temuan kepada Walikota Surabaya dan Bandung serta Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata dan Menteri Dalam Negeri di Kantor Ombudsman RI, besok, Senin 22 Desember 2014.
Penyampaian ini sekaligus juga memuat saran perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik pada pengurusan izin usaha bagi UKM.
“Pertemuan akan diadakan di Kantor Ombudsman RI, Senin pukul 10.00 WIB,” tukasnya.
(maf)