Pemprov DKI Mulai Bangun LRT 2015
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan membangun light rapid transit (LRT) pada 2015. Anggaran sebesar Rp7,5 triliun disiapkan untuk membiayai koridor I (Kebayoran Lama-Kelapa Gading).
Pada koridor I terdapat 22 stasiun. Moda transportasi massal tersebut mampu mengangkut 220.000 penumpang per hari. Pengembangan transit oriented development (TOD) dan integrasi LRT terkonsentrasi di Stasiun Senen, Jakarta Pusat.
Di sana penumpang LRT bisa berpindah moda ke kereta rel listrik (KRL), bus rapid transit (BRT), serta berbelanja ke pusat bisnis Pasar Senen. “Pembangunan LRT tidak membutuhkan pembebasan lahan dan dapat mengembangkan perekonomian di sekitar stasiunnya,” kata Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi DKI Jakarta Sutanto Soehodho, Kamis (18/12).
Dia menjelaskan, konstruksi LRT ini melayang (elevated ) di atas permukaan jalan eksisting. Koridornya banyak menghubungkan Jakarta bagian selatan ke utara, barat ke pusat, dan pusat ke utara. Pembiayaan koridor Kebayoran Lama-Kelapa Gading akan menggunakan obligasi daerah atau APBD. Pada koridor selanjutnya dapat ditawarkan ke swasta untuk mau terlibat dalam pengembangan pembangunan infrastrukturnya.
Menurut dia, pembangunan moda angkutan massal itu atas dasar tingkat kemacetan di Ibu Kota yang semakin parah membuat masyarakat membutuhkan transportasi massal yang lebih baik. Angkutan umum yang ada belum menyentuh seluruh kebutuhan perjalanan publik. Dari seluruh perjalanan (motorized ) di Jabodetabek, sekitar 27% menggunakan moda perjalanan berbasiskan angkutan umum dan rel.
“Saat ini mutu pelayanan angkutan umum masih sangat buruk dan cenderung menurun baik dari segi keamanan, kenyamanan, kelayakan, kemudahan, maupun efisiensi,” ucapnya. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku sudah berkomunikasi dengan pihak swasta dan sejumlah pengusaha properti untuk ikut terlibat dalam pembangunan LRT.
“Kita akan tetap melaksanakan pembangunan. Mungkin tahun depan (2015),” ujarnya. Menanggapi rencana pembangunan LRT tahun depan, DPRD justru mempertanyakan konsistensi Pemprov DKI Jakarta dalam membangun moda transportasi massal. Setiap rencana yang dikemukakan tidak bisa dipastikan jaminan kelancaran pembangunan tersebut sesuai waktu yang direncanakan.
“Selama ini banyak program besar, namun semua kegiatan tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan dan cenderung molor,” kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin. Akibat itu, masyarakat menjadi korban atas keteledoran tersebut misalnya pembangunan MRT dan monorel. MRT sampai sekarang masih menyisakan proses pembebasan lahan yang terbengkalai di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Monorel meninggalkan bangkai tiang-tiang yang tidak dilanjutkan pekerjaannya. Walaupun pada akhir 2013 sempat dilakukan regroundbreaking di Tugu 66, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Setelah itu tidak ada pekerjaan lanjutan di lokasi tersebut. “Kalau minta dianggarkan, banyak hal yang perlu dipertajam. Sekarang kita hanya bisa membantu mengalokasikan anggaran studinya,” ungkapnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta menilai tidak ada perencanaan yang matang dari Pemprov DKI Jakarta dalam pembangunan moda transportasi massal. Terlebih ketika eksekutif merencanakan pembangunan LRT, DPRD pun langsung menolak mengalokasikan anggaran Rp7,5 triliun untuk membangun satu koridor.
Dalam rencana tersebut tidak dijelaskan secara detail mengenai landasan studi, bentuk target bisnis yang dihasilkan, dan skema public service obligation (PSO) terkait subsidi yang harus dialokasikan Pemprov DKI. “Kalau mau bangun LRT, harus ada pihak atau instansi terkait untuk saling menguatkan program itu,” kata Selamat Nurdin.
Wakil Ketua Banggar DPRD DKI Jakarta M Taufik menambahkan, biaya pembangunan LRT dapat saja dialokasikan pada APBD 2015 bila pemaparan atas rencana tersebut tertuang jelas. Selain itu juga harus ada jaminan kelangsungan pembangunan LRT terlaksana sesuai waktu yang diperkirakan. “Kalau semua itu belum rampung, anggaran apa yang akan kita masukkan pada APBD?” kata wakil Ketua DPRD DKI itu.
Ilham safutra
Pada koridor I terdapat 22 stasiun. Moda transportasi massal tersebut mampu mengangkut 220.000 penumpang per hari. Pengembangan transit oriented development (TOD) dan integrasi LRT terkonsentrasi di Stasiun Senen, Jakarta Pusat.
Di sana penumpang LRT bisa berpindah moda ke kereta rel listrik (KRL), bus rapid transit (BRT), serta berbelanja ke pusat bisnis Pasar Senen. “Pembangunan LRT tidak membutuhkan pembebasan lahan dan dapat mengembangkan perekonomian di sekitar stasiunnya,” kata Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi DKI Jakarta Sutanto Soehodho, Kamis (18/12).
Dia menjelaskan, konstruksi LRT ini melayang (elevated ) di atas permukaan jalan eksisting. Koridornya banyak menghubungkan Jakarta bagian selatan ke utara, barat ke pusat, dan pusat ke utara. Pembiayaan koridor Kebayoran Lama-Kelapa Gading akan menggunakan obligasi daerah atau APBD. Pada koridor selanjutnya dapat ditawarkan ke swasta untuk mau terlibat dalam pengembangan pembangunan infrastrukturnya.
Menurut dia, pembangunan moda angkutan massal itu atas dasar tingkat kemacetan di Ibu Kota yang semakin parah membuat masyarakat membutuhkan transportasi massal yang lebih baik. Angkutan umum yang ada belum menyentuh seluruh kebutuhan perjalanan publik. Dari seluruh perjalanan (motorized ) di Jabodetabek, sekitar 27% menggunakan moda perjalanan berbasiskan angkutan umum dan rel.
“Saat ini mutu pelayanan angkutan umum masih sangat buruk dan cenderung menurun baik dari segi keamanan, kenyamanan, kelayakan, kemudahan, maupun efisiensi,” ucapnya. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku sudah berkomunikasi dengan pihak swasta dan sejumlah pengusaha properti untuk ikut terlibat dalam pembangunan LRT.
“Kita akan tetap melaksanakan pembangunan. Mungkin tahun depan (2015),” ujarnya. Menanggapi rencana pembangunan LRT tahun depan, DPRD justru mempertanyakan konsistensi Pemprov DKI Jakarta dalam membangun moda transportasi massal. Setiap rencana yang dikemukakan tidak bisa dipastikan jaminan kelancaran pembangunan tersebut sesuai waktu yang direncanakan.
“Selama ini banyak program besar, namun semua kegiatan tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan dan cenderung molor,” kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin. Akibat itu, masyarakat menjadi korban atas keteledoran tersebut misalnya pembangunan MRT dan monorel. MRT sampai sekarang masih menyisakan proses pembebasan lahan yang terbengkalai di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Monorel meninggalkan bangkai tiang-tiang yang tidak dilanjutkan pekerjaannya. Walaupun pada akhir 2013 sempat dilakukan regroundbreaking di Tugu 66, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Setelah itu tidak ada pekerjaan lanjutan di lokasi tersebut. “Kalau minta dianggarkan, banyak hal yang perlu dipertajam. Sekarang kita hanya bisa membantu mengalokasikan anggaran studinya,” ungkapnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta menilai tidak ada perencanaan yang matang dari Pemprov DKI Jakarta dalam pembangunan moda transportasi massal. Terlebih ketika eksekutif merencanakan pembangunan LRT, DPRD pun langsung menolak mengalokasikan anggaran Rp7,5 triliun untuk membangun satu koridor.
Dalam rencana tersebut tidak dijelaskan secara detail mengenai landasan studi, bentuk target bisnis yang dihasilkan, dan skema public service obligation (PSO) terkait subsidi yang harus dialokasikan Pemprov DKI. “Kalau mau bangun LRT, harus ada pihak atau instansi terkait untuk saling menguatkan program itu,” kata Selamat Nurdin.
Wakil Ketua Banggar DPRD DKI Jakarta M Taufik menambahkan, biaya pembangunan LRT dapat saja dialokasikan pada APBD 2015 bila pemaparan atas rencana tersebut tertuang jelas. Selain itu juga harus ada jaminan kelangsungan pembangunan LRT terlaksana sesuai waktu yang diperkirakan. “Kalau semua itu belum rampung, anggaran apa yang akan kita masukkan pada APBD?” kata wakil Ketua DPRD DKI itu.
Ilham safutra
(ars)