Republik Ganjal Hubungan AS-Kuba

Sabtu, 20 Desember 2014 - 12:56 WIB
Republik Ganjal Hubungan AS-Kuba
Republik Ganjal Hubungan AS-Kuba
A A A
WASHINGTON - Partai Republik mengancam akan menempuh berbagai langkah untuk memblokade normalisasi hubungan diplomasi dan perdagangan Amerika Serikat (AS) dengan Kuba.

Ancaman serius itu disampaikan Republik sehari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengumumkan upaya normalisasi dengan Havana. Presiden Obama berharap kebijakannya itu secara formal akan didukung Kongres AS sebelum dia melepas jabatannya pada Januari 2017.

Para senator dan anggota parlemen dari Partai Republik mulai mencari strategi untuk menenggelamkan upaya Obama atau minimal memperlambatkan kebijakan itu. Mereka bencana menggagalkan upaya pendanaan untuk membuka kantor kedutaan besar AS di Havana dan menolak mengonfirmasi penunjukan duta besar (dubes) AS untuk Kuba. “Kita akan menempuh segala opsi,” kata senator Partai Republik Marco Rubio yang merupakan warga AS keturunan Kuba.

Sementara itu, juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengabaikan ancaman Kongres untuk memblokade langkah Obama dalam memperbaiki hubungan dengan Kuba. “Langkah yang diumumkan Presiden merupakan wewenang eksekutif,” katanya, dikutip AFP.

Dia juga menegaskan, Gedung Putih tidak khawatir dengan upaya blokade Kongres yang dikuasa Partai Republik. Sebagian besar pakar hukum memaparkan, Presiden memiliki kekuasaan eksekutif yang lebih besar dalam diplomasi dengan Kuba. Presiden AS berhak untuk mengurangi pembatasan perdagangan, transportasi, dan perbankan dengan Kuba meski Kongres menolak itu.

Tantangan terbesar dalam normalisasi hubungan Washington-Havana adalah embargo perdagangan yang telah berlangsung lima dekade lamanya. Gedung Putih juga mengabaikan rencana kunjungan Presiden Kuba Raul Castro setelah normalisasi hubungan kedua negara.

“Saya tidak membicarakan kunjungan Presiden Castro,” kata Earnest pada Kamis (18/12) waktu setempat, sehari setelah kedua pemerintahan mengumumkan perbaikan hubungan. Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Hubungan Wilayah Barat Roberta Jacobson diperkirakan akan mengunjungi Kuba pada Januari mendatang. Jacobson mengungkapkan, perbaikan hubungan itu tidak akan langsung berpengaruh pada kemajuan hak asasi manusia (HAM) di Kuba.

“Presiden (Obama) saja telah menerima kunjungan pemimpin Myanmar dan China ke AS,” kata Jacobson. Pertemuan antarpemimpin negara itu, menurut dia, menjadi cara terbaik untuk memengaruhi negara agar memberikan pemahaman tentang HAM yang universal. Sementara di Havana, banyak warga Kuba yang belum siap menerima AS dengan segala propagandanya di Kuba.

Lamanya warga Kuba tak berhubungan langsung dengan negara asalnya membuat mereka memiliki sikap antipati yang tinggi. Sebagian warga Kuba masih memiliki kekhawatiran dan ketakutan terhadap imperialisme AS. “Serigala buruk dan besar telah memperlunak giginya,” kata seorang diplomat negara Amerika Latin yang tinggal di Kuba. “Mereka (warga Kuba) tidak siap sebagai kambing santapan,” ujar diplomat yang enggan disebutkan namanya.

Kuba juga sepertinya tidak akan banyak mengubah gaya pemerintahan satu partai, represi terhadap penduduk dan kontrol ketat terhadap ekonomi serta media. Padahal, AS sangat ingin mengubah gaya pemerintahan Kuba. “Negara kita tetap berstatus perang karena Amerika akanselalumenyerangkita,” kata Jose Daniel Ferrer, pemimpin Serikat Patriotik Kuba (UNPACU), kelompok pembangkang terbesar di Kuba.

Presiden Raul Castro juga sepertinya akan tetap mengontrol perubahan ekonomi dibandingkan dengan menahan pengaruh AS ke Kuba. Menurut warga AS keturunan Kuba, pemerintahan Kuba akan menemukan alasan baru untuk memperketat kontrol Partai Komunis terhadap masyarakat.

“Jika mereka tidak mengeksekusi serigala ganas, mereka akan mencari lainnya,” kata Ohalys Victore, mantan pembangkang Kuba yang kini tinggal di Arizona.

Andika hendra m
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6596 seconds (0.1#10.140)