Rupiah Dibayangi Gejolak Eksternal

Sabtu, 20 Desember 2014 - 11:17 WIB
Rupiah Dibayangi Gejolak...
Rupiah Dibayangi Gejolak Eksternal
A A A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diproyeksikan belum akan lepas sepenuhnya dari tekanan pelemahan akibat gejolak eksternal. Nilai tukar rupiah masih bisa bergerak pada kisaran Rp12.000-12.500 per dolar AS hingga akhir tahun.

Gejolak bahkan berpotensi terjadi hingga semester pertama tahun depan.Pandangan demikian disampaikan ekonom Bank Permata Joshua pardede. Menurut dia, kondisi dari pasar keuangan masih volatile karena kepemilikan asing di pasar obligasi masih besar. ”Dua tiga hari lalu pasar masih khawatir menantikan hasil rapat Open Market Committee (FOMC) dari Gubernur The Fed.

Kemudian tanggal 18 Desember hasilnya sudah diketahui sehingga ada kejelasan dan kepastian suku bunga The Fed pada 2015,” katanya, kemarin. Kapan waktu kenaikan suku bunga The Fed, menurut dia, kata kuncinya ada pada sustainable pertumbuhan ekonomi dantingkat pengangguran yang akan dibicarakan lagi pada rapat FOMC April 2015. ”Saya pikir akan terjadi pembicaraan lagi di meeting FOMC bulan April. Berapa besarnya atau prospek ke depan,” paparnya.

Dia lantas memprediksi, penguatan rupiah di level Rp11.900 akan terjadi pada semester kedua tahun depan. Namun dia menggariskan, penguatan akan tergantung seberapa cepat pemerintah meningkatkan reformasi struktural, percepatan pembangunan infrastruktur, dan meningkatkan current account (transaksi berjalan) serta kenaikan peringkat lembaga pemeringkat internasional.

”Potensi pertumbuhan masih besar mencapai 6-7%, ketertarikan investor masih besar sehingga mendorong level current account lebih baik. Dari sisi BI, BI harus mengelola cadangan devisa salah satu cara, saya pikir cadangan devisa Desember turun akibat intervensi kemarin,” jelasnya.

Senada, ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai hasil rapat FOMC yang digelar bank sentral AS The Fed, 16-17 Desember kemarin, mendukung penguatan rupiah. Namun penguatan rupiah ke level Rp12.500 masih akan menunggu tahun depan yang didukung penguatan pasar modal. ”Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama kurs rupiah akan dapat kembali ke kisaran Rp11.000-12.000 per dolar AS ditopang oleh kenaikan IHSG pada rentang 5.400-5.600 di tahun 2015 nanti,” ujar Ryan saat dihubungi kemarin.

Menurut dia, sentimen nilai tukar rupiah terhadap dolar menjelang akhir 2014 tidak akan lepas dari dampak eksternal. Faktor eksternal yang pertama adalah rencana normalisasi kebijakan The Fed melalui penaikan suku bunga The Fed di AS. ”Ini sebagai tindak lanjut langkah penghentian paket stimulus di AS (tapering off ) pada Oktober lalu. Penaikan suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/ FFR) sebagai respons lanjutan atas perbaikan dan pemulihan ekonomi AS secara meyakinkan,” paparnya.

Ryan menjelaskan, beberapa indikatornya adalah ratarata angka penyerapan tenaga kerja per bulan berkisar 200.000 orang, angka pengangguran sudah di level 5,8%, inflasi sudah bergerak di kisaran 2%, dan pertumbuhan ekonomi sudah mendekati level 3%. ”Diperkirakan The Fed akan menaikkan FFR pada awal semester kedua tahun 2015. Dengan demikian, kebijakan The Fed yang cenderung hawkish (pengetatan) akan segara dimulai dan menuntut kesiapan semua negara di dunia, termasuk Indonesia,” ujarnya.

Rencana penaikan FFR, lanjut dia, memberikan pandangan baru di kalangan pelaku pasar bahwa kekuatan dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia akan terus berlanjut. Hanya saja, The Fed dan Pemerintah AS tentu tidak akan membiarkan dolar AS bergerak terlalu kuat karena akan berdampak negatif bagi ekspor AS.

Barangbarang buatan AS menjadi tidak kompetitif terhadap barangbarang buatan negara lain, terutama China dan Jepang. ”Maka diperkirakan The Fed dan Pemerintah AS akan melakukan berbagai upaya untuk menjaga kurs dolar AS pada level tertentu,” ujarnya. Faktor kedua, lanjut Ryan, adalah karena jatuhnya harga minyak dunia yang amat tajam dari yang lazimnya di atas USD100 per barel menjadi USD65 per barel.

”Ini menyebabkan kalangan hedge fund global beralih dari komoditas minyak ke dolar AS sebagai komoditas baru untuk diperdagangkan. Alhasil, pembelian dolar AS makin masif yang berdampak pada penguatan dolar AS secara luar biasa,” jelasnya. Adapun faktor ketiga adalah ketegangan politik di Rusia pasca-aneksasi wilayah Kremia di Kroasia dan ketegangan politik di Timur Tengah menyebabkan pelaku pasar global memburu dolar AS sebagai safe heaven.

Kembali Menguat

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore kemarin, kembali bergerak menguat sebesar 68 poin menjadi Rp12.494 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.562 per dolar AS. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menjelaskan, penguatan terjadi setelah pemodal asing kembali masuk ke aset surat utang domestik.

Kondisi pasar negara berkembang juga relatif kembali lebih tenang setelah The Fed memberi sinyal belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Menurut dia, BI juga sudah mengurangi intervensi di pasar sekunder dalam melakukan stabilitas mata uang rupiah.

Dia menambahkan bahwa selain investor asing yang membeli obligasi, nilai tukar rupiah juga terbantu aksi jual dolar AS oleh pelaku ekspor menjelang pembayaran pajak akhir tahun. ”Adanya realokasi anggaran dari sektor energi ke infrastruktur akan membuat perekonomian Indonesia akan tetap terjaga pertumbuhannya,” katanya.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, secara fundamental sebenarnya tidak ada alasan pelemahan rupiah membuat Indonesia tertekan begitu besar. Sebab mata uang dolar AS menguat terhadap semua mata uang bukan hanya kepada rupiah saja. ”Beberapa hari kemarin memang terjadi sentimen pasar. Sekarang sudah kembali stabil lagi,” katanya kepada wartawan di Gedung BI Jakarta kemarin.

Diapun memprediksinilaitukar rupiah akan kembali stabil ke arah yang masih sesuai dengan fundamental hingga akhir tahun. ”Saya kira masih stabil ya, statemen dari The Fed itu sudah jelas. Mereka berubah termnya ya dari consirable time menjadi lebih perlu kesabaran dulu untuk menaikkan suku bunga sehingga arah The Fed sudah di antisipasi oleh pasar,” paparnya.

Juda menambahkan, masih ada optimisme ekonomi 2015 akan lebih baik dengan adanya berbagai re-infrastructure dan berkurangnya risiko fiskal akibat kenaikan harga BBM dan menurunnya harga minyak dunia. ”Fiskal sebenarnya semakin lebar sehingga kemampuan untuk mendorong ekonomi pada tahun depan semakin baik. Maka ini seharusnya mendorongoptimisme pelaku usaha,” paparnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, bank sentral juga akan selalu mengarahkan level rupiah ke arah sesuai fundamental. Sementara itu kalangan pengusaha mengharapkan nilai tukar rupiah bisa stabil di kisaran Rp12.500 per dolar AS. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, stabilitas nilai tukar rupiah penting bagi pengusaha dalam membuat perencanaan.

”Yang penting bagi pengusaha itu (rupiah) stabil. Jangan naik-turun misalnya dari Rp13.000 turun ke Rp12.000, lalu naik lagi. Fluktuasi ini yang berat buat pengusaha karena kami jadi sulit berencana,” ujarnya.

Kunthi fahmar sandy/ Hafid fuad/ Inda susanti/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0591 seconds (0.1#10.140)