Kapolri Baru Harus Perkuat Pengawasan
A
A
A
JAKARTA - Kapolri baru pengganti Jenderal Pol Sutarman diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Kepercayaan masyarakat kepada Polri masih jauh dari yang diharapkan.
“Kepercayaan masyarakat kepada Polri masih belum baik. Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi Kapolri baru nanti,” ungkap pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar kepada KORAN SINDO kemarin. Bambang mengatakan, kepercayaan masyarakat dapat dikembalikan jika anggota kepolisian bertindak sebagaimana seharusnya. Anggota kepolisian sudah seharusnya memberikan teladan bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya.
“Itu konsekuensi menjadi anggota polisi. Jangan ada setitik nila yang merusak kepolisian,” katanya. Menurut dia, perlu langkah memperbaiki internal Polri. Jika internal Polri membaik, akan berkorelasi dengan membaiknya kepercayaan masyarakat. “Membersihkan diri dari dalam itu paling penting untuk kembalikan kepercayaan masyarakat. Masih ada oknum-oknum yang belum memberikan teladan. Ini seharusnya yang perlu dibenahi dari awal oleh Kapolri baru nanti,” ucapnya.
Kapolri, ujarnya, juga harus berani dan tanpa beban dalam menjalankan tugasnya. Dia mengingatkan, Kapolri baru perlu turun ke bawah dan melihat permasalahan di lapangan. “Misalnya saja Indonesia bagian timur, perlu penanganan yang optimal, jadi sudah seharusnya diprioritaskan,” tuturnya.
Peningkatan profesionalisme Polri bisa dilakukan dengan memperkuat pengawasan. Salah satunya dapat dilakukan dengan memperkuat Divisi Propam dan Irwasum Mabes Polri. “Misalnya saja Irwasum dan Propam diberi kewenangan untuk dapat langsung menindaklanjuti temuan pelanggaran pidana oleha nggotanya. Jadi tidak bolak-balik ke Bareskrimsaja. Ini juga meringankan tugas kapolri,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah nama mulai muncul sebagai kandidat kuat pengganti Kapolri Jenderal Pol Sutarman yang akan meletakkan jabatannya pada pertengahan Januari 2015. Mereka adalah Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, Kalemdikpol Polri Komjen Pol Budi Gunawan, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Unggung Cahyono, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Syafruddin, dan Gubernur Akpol Irjen Pol Pudji Hartanto.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menilai, Kapolri baru harus memiliki integritas, rekam jejak yang baik, dan tidak punya konflik kepentingan. “Polri ini kan salah satu trisula pemberantasan korupsi selain KPK dan Kejagung. Saya harap, Kapolri baru dapat mengefektifkan kerja sama di antara penegak hukum lain,” ucapnya. Ade juga menilai perlu perbaikan internal Polri.
Mantan anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani mengatakan, sangat logis jika sebagai ujung tombak criminal justice system, polisi harus berubah. Tidak lagi sebatas menjadi penegak hukum, namun harus bisa menjadi penegak keadilan. “Kapolri ke depan harus mampu menjadikan masyarakat sebagai agen informal bagi Polri untuk mengatasi berbagai kejahatan.
Utamanya korupsi sampai kejahatan jalanan,” katanya. Menurut dia, sesuai tuntutan zaman, Polri harus semakin berperan menjadi social engineering . Peranan tersebut membuat Polri semakin dinamis dalam menghadapi berbagai kasus. “Dalam prosesnya, Kompolnas juga harus objektif, jangan sampai fitnah dipercaya sebagai tataran realita,” ungkapnya.
Dita angga
“Kepercayaan masyarakat kepada Polri masih belum baik. Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi Kapolri baru nanti,” ungkap pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar kepada KORAN SINDO kemarin. Bambang mengatakan, kepercayaan masyarakat dapat dikembalikan jika anggota kepolisian bertindak sebagaimana seharusnya. Anggota kepolisian sudah seharusnya memberikan teladan bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya.
“Itu konsekuensi menjadi anggota polisi. Jangan ada setitik nila yang merusak kepolisian,” katanya. Menurut dia, perlu langkah memperbaiki internal Polri. Jika internal Polri membaik, akan berkorelasi dengan membaiknya kepercayaan masyarakat. “Membersihkan diri dari dalam itu paling penting untuk kembalikan kepercayaan masyarakat. Masih ada oknum-oknum yang belum memberikan teladan. Ini seharusnya yang perlu dibenahi dari awal oleh Kapolri baru nanti,” ucapnya.
Kapolri, ujarnya, juga harus berani dan tanpa beban dalam menjalankan tugasnya. Dia mengingatkan, Kapolri baru perlu turun ke bawah dan melihat permasalahan di lapangan. “Misalnya saja Indonesia bagian timur, perlu penanganan yang optimal, jadi sudah seharusnya diprioritaskan,” tuturnya.
Peningkatan profesionalisme Polri bisa dilakukan dengan memperkuat pengawasan. Salah satunya dapat dilakukan dengan memperkuat Divisi Propam dan Irwasum Mabes Polri. “Misalnya saja Irwasum dan Propam diberi kewenangan untuk dapat langsung menindaklanjuti temuan pelanggaran pidana oleha nggotanya. Jadi tidak bolak-balik ke Bareskrimsaja. Ini juga meringankan tugas kapolri,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah nama mulai muncul sebagai kandidat kuat pengganti Kapolri Jenderal Pol Sutarman yang akan meletakkan jabatannya pada pertengahan Januari 2015. Mereka adalah Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, Kalemdikpol Polri Komjen Pol Budi Gunawan, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Unggung Cahyono, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Syafruddin, dan Gubernur Akpol Irjen Pol Pudji Hartanto.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menilai, Kapolri baru harus memiliki integritas, rekam jejak yang baik, dan tidak punya konflik kepentingan. “Polri ini kan salah satu trisula pemberantasan korupsi selain KPK dan Kejagung. Saya harap, Kapolri baru dapat mengefektifkan kerja sama di antara penegak hukum lain,” ucapnya. Ade juga menilai perlu perbaikan internal Polri.
Mantan anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani mengatakan, sangat logis jika sebagai ujung tombak criminal justice system, polisi harus berubah. Tidak lagi sebatas menjadi penegak hukum, namun harus bisa menjadi penegak keadilan. “Kapolri ke depan harus mampu menjadikan masyarakat sebagai agen informal bagi Polri untuk mengatasi berbagai kejahatan.
Utamanya korupsi sampai kejahatan jalanan,” katanya. Menurut dia, sesuai tuntutan zaman, Polri harus semakin berperan menjadi social engineering . Peranan tersebut membuat Polri semakin dinamis dalam menghadapi berbagai kasus. “Dalam prosesnya, Kompolnas juga harus objektif, jangan sampai fitnah dipercaya sebagai tataran realita,” ungkapnya.
Dita angga
(bbg)