RUPS Kubu Tutut Cacat Hukum

Rabu, 17 Desember 2014 - 10:58 WIB
RUPS Kubu Tutut Cacat Hukum
RUPS Kubu Tutut Cacat Hukum
A A A
JAKARTA - Rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) yang digelar kubu Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) pada 17 Maret 2005 dinilai cacat hukum.

Kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi F Simangunsong menyatakan, RUPS yang diselenggarakan Tutut tidak sah karena yang berhak mengadakan RUPS itu tergantung pada perjanjian investasi. “PT Berkah Karya Bersama sudah melaksanakan perjanjian investasi. Maka PT Berkah berhak melakukan RUPS,” ungkap Andi di Jakarta kemarin. Sedangkan RUPS yang digelar Tutut, ungkapnya, tidak sejalan dengan perjanjian investasi.

”Apakah sejalan dengan perjanjian investasi? Itu bertentangan sebagaimana putusan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) kemarin. Kita yang berhak melakukan RUPS,” sebutnya. Karena itu, lanjut Andi, putusan MA terkait RUPS yang digelar PT Berkah Karya Bersama tidaksahmerupakanputusancacat hukum. Ada beberapa alasan yang mendasari itu. Pertama, MA merupakan lembaga yang tidak memiliki wewenang atas kasus ini.

”Kasus ini ranah BANI, bukan MA,” katanya. Kedua, dalam memutus, MA tidak mempertimbangkan perjanjian investasi. MA hanya mempermasalahkan ihwal yang bersifat formalitas. ”Lalu info yang saya dapat memang jika keberatan atas pencatatan kepemilikan saham, seharusnya pihak yang bersangkutan dapat melapor ke Kemenkumham dalam jangka 90 hari.

Tapi, jika tidak, artinya tidak masalah. Toh pun yang dipermasalahkan oleh pihak Tutut pencatatan hasil RUPS seharusnya dilaporkan ke PTUN,” ungkapnya. Andi juga mengatakan, MA mengeluarkan putusan sebatas administrasi sehingga tidak berpengaruh pada PT Berkah soal kepemilikan perusahaan.

”Putusan MA itu tidak pernah membahas kepemilikan. Mereka (MA) hanya bicara soal administrasi, RUPS, dan pencatatan di Kemenkumham,” katanya. Karena itu, putusan MA yang memenangkan gugatan kubu Tutut ditingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) juga tidak berdampak apa-apa setelah BANI mengeluarkan putusannya.

Andi melanjutkan, hanya putusan BANI yang menjadi satu-satunya acuan kalau bicara kepemilikan saham. ”Putusan MA tidak bisa dijadikan acuan. Silakan bolak-balik putusan, tidak akan pernah bicara siapa pemilik saham dan kenapa alasannya,” ucapnya.

Terlebih, di kesepakatan awal kerja sama bisnis tercantum butir pengesampingan akan ada upaya pembatalan dari dua kubu atas putusan BANI. ”Kalaupun akhirnya mereka mengajukan ke pengadilan, mereka telah melanggar perjanjian awal dan pasti pengadilan akan menolak itu,” paparnya.

Terkait sudah diserahkan salinan putusan BANI, Andi memastikan langkah selanjutnya dari PT Berkah adalah mengirimkan somasi kepada Tutut danagar segera membayar utang-utangnya. Jumlahnya sekitar USD26 juta atau Rp510 miliar. ”Itu dihitung dengan bunga sampai saat ini sehingga nilainya mencapai Rp510 miliar,” sebutnya.

Ditambah dengan kewajiban Tutut membayar biaya sengketa di BANI sebesar Rp2,3 miliar yang sebelumnya dibayar-kan PT Berkah. ”Biaya perkara memang tanggungan dua belah pihak. Karena pertama kita yang setor Rp4,6 miliar dan mereka sudah kita talangi dulu, dia harus bayar ke kita,” ungkapnya.

Kuasa hukum MNCTV Hotman Paris Hutapea mengatakan, keliru jika Tutut mempermasalahkan surat kuasa yang digunakan sebagai dasar RUPS. Surat kuasa itu jaminan/kompensasi atas perjanjian yang dilakukan PT Berkah dengan Tutut. ”Tutut mengatakan surat kuasa sudah batal. Ini namanya ingkar janji. Surat kuasa itu jaminan Tutut kepada Berkah yang telah membantu melunasi utangnya. Surat kuasa tidak bisa dicabut. Ini yang tidak dilihat oleh MA,” kata dia.

Sebagaimana perjanjian investasi, lanjut Hotman, jika PT Berkah membantu melunasi utang Tutut, akan diberikan 75% saham TPI. Surat kuasa itulah yang menjamin perjanjian tersebut. ”PT Berkah sudah melaksanakan kewajibannya. Dengan surat kuasa itulah, dilaksanakan RUPS untuk pengalihan saham. Kan aneh, utang sudah lunas, tapi tak mau melaksanakan. Ada uang kan ada barang,” ujarnya.

Ditanyakan kapan akan mengeksekusi putusan BANI, Hotman mengatakan, itu segera dilakukan. Eksekusi baru bisa dilakukan setelah putusan BANI didaftarkan diPengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. ”Jadi baru tadi saya dapatkan putusannya secara tertulis. Paling lambat 30 hari sejak putusan BANI harus didaftarkan ke PN.

Setelah didaftarkan baru bisa kita eksekusi yang Rp510 miliar itu,” paparnya. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pancasila Hukum dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Arif Hidayat menyatakan, Tutut harus membayar ganti rugi yang sudah ditetapkan BANI. ”Tidak ada alasan bagi Tutut untuk menolak membayar ganti rugi yang sudah ditetapkan BANI,” ucapnya.

Dita angga/Dian ramdhani/Danti Daniel
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7490 seconds (0.1#10.140)