Ketika Kaum Disabilitas Merasa Dihargai
A
A
A
Ingin dihargai sebagai manusia seutuhnya. Itulah harapan bagi para penyandang disabilitas pada Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tahun ini. Mereka sebenarnya memiliki bakat dan kemampuan yang tak kalah hebat dari manusia normal pada umumnya.
Untuk membuktikan itu, sekitar 500 siswa penyandang disabilitas dari beberapa sekolah luar biasa (SLB) mengikuti lomba melukis dalam acara HKSN 2014 di pelataran kantor Pemkot Jakarta Barat, Rabu (10/12). Mereka sangat antusias dan saling bersenda gurau satu sama lainnya.
”Saya sangat senang dengan kegiatan ini. Saya merasa dihargai,” ujar Sigit Jatmiko, 21, siswa SLB Kasih Bunda, Tambora, Jakarta Barat itu. Remaja yang memiliki keterbelakangan mental ini mengaku peringatan HKSN adalah kegiatan yang paling berharga, karena bisa bersukacita dengan sesamanya.
Sebelumnya, ketika duduk di bangku kelas III SD 01 Pagi Cengkareng, Jakarta Barat, anak pertama pasangan suami-istri (pasutri) almarhum Sugeng Perwijatmiko dan almarhumah Rosita itu kerap diejek teman-teman sebayanya lantaran tidak naik kelas selama tiga tahun. Merasa minder, dia pun memutuskan berhenti mengenyam pendidikan. Tak ingin dirundung kesedihan dan berharap secercah cahaya melalui pendidikan, Sigit pindah sekolah ke SLB Kasih Bunda. Setahun kemudian, dia mengklaim langsung bisa membaca dan menghitung.
”Di SLB ini saya tidak pernah diejek. Makanya pada lomba melukis kali ini, saya ingin menunjukkan kepada teman-teman yang berkehidupan normal bahwa saya itu bisa,” ujar Sigit yang mempunyai cita-cita sebagai pelukis dan juru masak ini. Berbeda dengan aktivitas Sigit yang melukis, di sebuah panggung ada seorang gadis belia begitu bersemangat menarikan tarian Giring Party asal Papua.
Lapisan rok dari anyaman tali rafia dengan baju adat serta hiasan muka dan rambut seolah- olah membawa penonton ke kawasan paling timur di Indonesia itu. Gadis yang memiliki nama Khofifah itu juga merupakan siswi SLB Kasih Bunda. Hanya, ia masih duduk di bangku kelas V SLB dasar dan mengalami tunarungu. ”Saya senang sekali bisa tampil disaksikan wali kota Jakarta Barat dan sejumlah media,” ujar Ofi, sapaan akrab Khofifah.
Dalam kegiatan yang digelar Suku Dinas Sosial Jakarta Barat itu, Ofi dan Sigit yang ditemani ratusan penyandang disabilitas selain diberikan ruang tampil, mereka juga diberikan bantuan perlengkapan sekolah berupa alat tulis dan alat belajar lainnya.
”Total keseluruhan bantuan sebanyak 10.000 unit. Selain berbagi untuk bersama, kegiatan ini juga sebagai pemecah dinding pembatas disabilitas dan orang normal,” kata Kasudin Sosial Jakarta Barat Ika Yuli Rahayu.
Adapun rincian bantuan, 1.800 bantuan bagi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Usaha Produktif Keluarga Miskin, 100 kursi roda, 50 hairing aid bagi lansia telantar, 50 hairing aid bagi penyandang disabilitas, 100 kruk tongkat kaki tiga, 500 paket sembako, 1.000 game atau permainan robot bagi anak berkebutuhan khusus, 300 sembako bagi anak jalanan, 1.000 perlengkapan sekolah anak yatim piatu, 500 perlengkapan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus, serta 200 paket sembako bagi penyandang disabilitas.
Pemerhati masalah sosial Unika Atma Jaya Irwan Julianto mengatakan, negara sebenarnya wajib menyediakan fasilitas bagi kaum disabilitas seperti fasilitas parkir yang ramah, toilet yang sesuai bagi kaum disabilitas atau jalan yang tidak berundak.
Sayangnya belum seluruh kawasan menyediakan fasilitas seperti itu sehingga hak mereka seolah terabaikan. ”Itu (fasilitas) wajib ada, tapi memang saat ini belum di semua (kawasan),” ujarnya.
Bima Setiyadi/ R Ratna Purnama
Jakarta
Untuk membuktikan itu, sekitar 500 siswa penyandang disabilitas dari beberapa sekolah luar biasa (SLB) mengikuti lomba melukis dalam acara HKSN 2014 di pelataran kantor Pemkot Jakarta Barat, Rabu (10/12). Mereka sangat antusias dan saling bersenda gurau satu sama lainnya.
”Saya sangat senang dengan kegiatan ini. Saya merasa dihargai,” ujar Sigit Jatmiko, 21, siswa SLB Kasih Bunda, Tambora, Jakarta Barat itu. Remaja yang memiliki keterbelakangan mental ini mengaku peringatan HKSN adalah kegiatan yang paling berharga, karena bisa bersukacita dengan sesamanya.
Sebelumnya, ketika duduk di bangku kelas III SD 01 Pagi Cengkareng, Jakarta Barat, anak pertama pasangan suami-istri (pasutri) almarhum Sugeng Perwijatmiko dan almarhumah Rosita itu kerap diejek teman-teman sebayanya lantaran tidak naik kelas selama tiga tahun. Merasa minder, dia pun memutuskan berhenti mengenyam pendidikan. Tak ingin dirundung kesedihan dan berharap secercah cahaya melalui pendidikan, Sigit pindah sekolah ke SLB Kasih Bunda. Setahun kemudian, dia mengklaim langsung bisa membaca dan menghitung.
”Di SLB ini saya tidak pernah diejek. Makanya pada lomba melukis kali ini, saya ingin menunjukkan kepada teman-teman yang berkehidupan normal bahwa saya itu bisa,” ujar Sigit yang mempunyai cita-cita sebagai pelukis dan juru masak ini. Berbeda dengan aktivitas Sigit yang melukis, di sebuah panggung ada seorang gadis belia begitu bersemangat menarikan tarian Giring Party asal Papua.
Lapisan rok dari anyaman tali rafia dengan baju adat serta hiasan muka dan rambut seolah- olah membawa penonton ke kawasan paling timur di Indonesia itu. Gadis yang memiliki nama Khofifah itu juga merupakan siswi SLB Kasih Bunda. Hanya, ia masih duduk di bangku kelas V SLB dasar dan mengalami tunarungu. ”Saya senang sekali bisa tampil disaksikan wali kota Jakarta Barat dan sejumlah media,” ujar Ofi, sapaan akrab Khofifah.
Dalam kegiatan yang digelar Suku Dinas Sosial Jakarta Barat itu, Ofi dan Sigit yang ditemani ratusan penyandang disabilitas selain diberikan ruang tampil, mereka juga diberikan bantuan perlengkapan sekolah berupa alat tulis dan alat belajar lainnya.
”Total keseluruhan bantuan sebanyak 10.000 unit. Selain berbagi untuk bersama, kegiatan ini juga sebagai pemecah dinding pembatas disabilitas dan orang normal,” kata Kasudin Sosial Jakarta Barat Ika Yuli Rahayu.
Adapun rincian bantuan, 1.800 bantuan bagi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Usaha Produktif Keluarga Miskin, 100 kursi roda, 50 hairing aid bagi lansia telantar, 50 hairing aid bagi penyandang disabilitas, 100 kruk tongkat kaki tiga, 500 paket sembako, 1.000 game atau permainan robot bagi anak berkebutuhan khusus, 300 sembako bagi anak jalanan, 1.000 perlengkapan sekolah anak yatim piatu, 500 perlengkapan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus, serta 200 paket sembako bagi penyandang disabilitas.
Pemerhati masalah sosial Unika Atma Jaya Irwan Julianto mengatakan, negara sebenarnya wajib menyediakan fasilitas bagi kaum disabilitas seperti fasilitas parkir yang ramah, toilet yang sesuai bagi kaum disabilitas atau jalan yang tidak berundak.
Sayangnya belum seluruh kawasan menyediakan fasilitas seperti itu sehingga hak mereka seolah terabaikan. ”Itu (fasilitas) wajib ada, tapi memang saat ini belum di semua (kawasan),” ujarnya.
Bima Setiyadi/ R Ratna Purnama
Jakarta
(ars)