Kejahatan Jalanan Makin Marak

Senin, 15 Desember 2014 - 11:49 WIB
Kejahatan Jalanan Makin Marak
Kejahatan Jalanan Makin Marak
A A A
JAKARTA - Aksi kejahatan jalanan (street crime) makin marak di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan data Polda Metro Jaya, terjadi satu atau dua penjambretan dan penodongan setiap harinya.

Selama Januari hingga November 2014, terdapat 513 kasus atau rata-rata 46 kasus per bulan terkait aksi kejahatan. Dari 513 kasus tersebut, 408 kasus berhasil diselesaikan. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, tren kejahatan penjambretan cenderung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

“Ada peningkatan dari tahun ke tahunnya, terutama mendekati harihari besar,” ujarnya kemarin. Biasanya menjelang hari besar keagamaan atau tahun baru aktivitas masyarakat di luar semakin meningkat. Banyaknya masyarakat yang mencari kebutuhan untuk pemenuhan hari raya menjadi salah satu peluang bagi para pelaku kejahatan.

“Di mana orang banyak belanja untuk keperluan seharihari, itu menjadi sasaran mereka,” katanya. Untuk lokasi rawan hampir merata terjadi di setiap kawasan di Ibu Kota. Secara kuantitas, tingkat kerawanan kejahatan penjambretan ini digolongkan sesuai laporan masyarakat. “Tetapi ada juga korban penjambretan tidak melaporkan ke polisi, sehingga tidak tercatat di wilayahnya,” ujar Rikwanto.

Dia mengungkapkan, Kabupaten Tangerang mencapai angka kejahatan penjambretan tertinggi yakni 112 kasus. Kemudian Jakarta Barat dengan 100 kasus dan 91 kasus berhasil diungkap (selengkapnya lihat infografis ). Wilayah khusus seperti Bandara Internasional Soekarno- Hatta, Kepulauan Seribu, dan Pelabuhan Tanjung Priok, tidak banyak kasus jambret terjadi. Bahkan, di Kepulauan Seribu nihil kejahatan penjambretan.

“Kalau di sana tingkat kerawanan gangguan kamtibmasnya berbeda,” ucapnya. Kasus kejahatan jalanan lainnya yang tidak kalah mengkhawatirkan yakni penodongan. Dalam hukum pidana, penodongan ini termasuk dalam pencurian dengan kekerasan atau tertuang di Pasal 365 KUHP. Sepanjang Januari- November 2014, kasus penodongan yang terjadi mencapai 279 kasus.

Dari angka tersebut, berhasil diselesaikan sebanyak 211 kasus. Untuk kasus penodongan ini, Jakarta Timur merupakan lokasi yang paling rawan dengan 49 kasus dan dapat diselesaikan 28 kasus. Untuk kasus perampokan sepanjang 2014 mencapai 82 kasus dan sudah terselesaikan 40 kasus. Lokasi yang paling rawan perampokan yakni Kabupaten Tangerang sebanyak 19 kasus.

Pelaku kejahatan jalanan bisa dilakukan oleh siapa saja, tapi kebanyakan dari masyarakat kelas ekonomi bawah. Pengangguran menjadi salah satu golongan pelaku yang kerap melakukan aksi penjambretan. “Penjambret ini bisa dilakukan oleh siapa pun tergantung niatnya dia,” ucapnya. Untuk lokasi rawan kejahatan jalanan biasanya terjadi di pusat perbelanjaan, tempat keramaian, hingga jalanan umum.

“Orang naik sepeda motor juga bisa menjadi sasaran,” katanya. Kejahatan jalanan seperti perampasan atau penjambretan dan penodongan banyak menyasar kaum perempuan. “Kebanyakan wanita menjadi sasaran karena memang wanita cara bawa tasnya itu unik, spesifik ditaruhnya di bahu, lengan, dan di sepeda motor sehingga si pelaku dengan mudahnya merampas tas,” katanya.

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan mengatakan, peningkatan kejahatan jalanan menunjukkan pelaku tidak lagi takut kepada petugas keamanan. “Kita lihat selama ini aparat keamanan dan pemerintah lengah dalam menjaga keamanan Jakarta,” ujarnya.

Ini terlihat dari beberapa kasus kejahatan seperti perampokan di dalam taksi dan penusukan pelajar di Metromini. Kedua kejahatan tersebut dilakukan secara terbuka tanpa rasa takut. Sehingga bisa dibilang masyarakat Jakarta menjadi target mudah para pelaku untuk beraksi. “Kita minta polisi juga lebih perhatian dan menempatkan petugasnya di lokasi rawan agar masyarakat merasakan aman dalam beraktivitas,” katanya.

Menurut kriminolog Universitas Indonesia (UI) Yogo Tri Hendiarto, aksi kejahatan jalanan tidak akan pernah bisa diatasi hingga tuntas. Pasalnya, jika akar masalah tidak diselesaikan maka kejahatan akan tetap terjadi. Kejahatan jalanan berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan. “Hanya bisa dikurangi, namun tidak mungkin bisa sampai zero ,” ujarnya.

Tujuan para pelaku kejahatan jalanan untuk mendapatkan materi yang cukup dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Karena tidak memiliki keterampilan atau bekal pendidikan, mereka tidak dapat bekerja secara legal (resmi) maupun berwirausaha. Akibatnya, pilihan rasional yang mereka ambil adalah menjadi bagian dari pelaku tindak kejahatan. Para pelaku tindak kriminal tentunya sudah membekali diri. Mereka juga membaca situasi dan calon korbannya.

Mereka juga meng-upgrade dirinya sehingga menyesuaikan situasi. Untuk itu, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kewaspadaan diri guna meminimalisasi agar tidak menjadi korban. Misalnya tidak menjadi pribadi yang mencolok dengan memperlihatkan barang berharga di muka umum.

“Pelaku sudah melihat korbannya, dia memilih siapa calon korbannya. Mereka mengidentifikasi korban sebelum beraksi,” ujarnya.

Helmi syarif/ R ratna purnama
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3863 seconds (0.1#10.140)