Dorong Lahirnya 1 Juta Entrepreneur Baru
A
A
A
BANDUNG - Workshop usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) One In Twenty Movement bertekad melahirkan sejuta entrepreneur baru hingga 2020 mendatang.
Workshop yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (13/12) dan Minggu (14/12) ini dipadati peserta yang terdiri atas pelaku UMKM dan mahasiswa. Workshop terbagi ke dalam empat kategori usaha, yaitu jasa, teknologi informasi (TI), fashion, dan food and beverage . Event ini merupakan kerja sama Pro Indonesia-Smartpreneur dengan Sindonews.com.
Workshop menghadirkan pendiri Yayasan Pro Indonesia dan Smartpreneur Budi Satria Isman serta Director Pro Indonesia dan Smartpreneur Taufan Bahari Umbara. Event ini membeberkan masalah mendasar dalam usaha kecil dan menengah tersebut sekaligus menyiapkan solusi sehingga diharapkan minat masyarakat untuk berwirausaha lebih meningkat.
”Program ini diharapkan dapat menjadikan pengusaha mikro, kecil, dan menengah naik kelas dan berkembang secara profesional,” ungkap Budi dalam workshop di Kampus Unpad, Dipatiukur, Bandung, kemarin. Menurut Budi, modal bukan kendala utama dalam mengembangkan atau memulai usaha. Hal itu dapat diatasi jika usaha yang dimiliki bagus dan punya business plan yang baik.
”Sehingga usaha yang dibangun mempunyai arah yang jelas, bila itu semua sudah siap banyak yang mau berinvestasi,” imbuhnya. Budi juga mengingatkan, pelaku usaha baru tidak boleh mengandalkan modal dari berutang, baik melalui perbankan atau sumber lain. ”Bila gagal, tapi juga Anda akan terbelit kewajiban membayar utang. Sebaiknya Anda gunakan modal sendiri, keluarga, atau teman,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Pro Indonesia dan Smartpreneur Taufan Bahari Umbara menjelaskan faktor-faktor yang apa saja yang harus diperhatikan oleh entrepreneur. Pertama adalah kompetitor. Menurutnya, banyak bisnis yang mudah sekali dimasuki kompetitor. Hal ini bisa berpengaruh negatif atau positif. Kedua, mengetahui dan mengenal benar lembaga swadaya masyarakat (LSM) di daerah yang dituju untuk berusaha.
Ada beberapa LSM yang memang bisa membuat bisnis yang dijalankan mandek atau berkembang. ”Misalnya, berbisnis kafe atau tempat hiburan malam di Bandung, dulu harus tutup pukul 12.00 malam. Akhirnya, banyak kafe atau hiburan malam gulung tikar karena LSM di sana cukup ketat,” ujarnya.
Ketiga, mengetahui supplier. Ada beberapa bisnis yang supplier -nya terbatas dan ada pula yang justru sebaliknya. Keempat, terkait dengan konsumen yakni mengetahui perubahan perilaku konsumen. ”Kita harus aware di situ,” imbuhnya. Terakhir adalah teknologi yang sangat berpengaruh terhadap usaha.
Ridwan alamsyah
Workshop yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (13/12) dan Minggu (14/12) ini dipadati peserta yang terdiri atas pelaku UMKM dan mahasiswa. Workshop terbagi ke dalam empat kategori usaha, yaitu jasa, teknologi informasi (TI), fashion, dan food and beverage . Event ini merupakan kerja sama Pro Indonesia-Smartpreneur dengan Sindonews.com.
Workshop menghadirkan pendiri Yayasan Pro Indonesia dan Smartpreneur Budi Satria Isman serta Director Pro Indonesia dan Smartpreneur Taufan Bahari Umbara. Event ini membeberkan masalah mendasar dalam usaha kecil dan menengah tersebut sekaligus menyiapkan solusi sehingga diharapkan minat masyarakat untuk berwirausaha lebih meningkat.
”Program ini diharapkan dapat menjadikan pengusaha mikro, kecil, dan menengah naik kelas dan berkembang secara profesional,” ungkap Budi dalam workshop di Kampus Unpad, Dipatiukur, Bandung, kemarin. Menurut Budi, modal bukan kendala utama dalam mengembangkan atau memulai usaha. Hal itu dapat diatasi jika usaha yang dimiliki bagus dan punya business plan yang baik.
”Sehingga usaha yang dibangun mempunyai arah yang jelas, bila itu semua sudah siap banyak yang mau berinvestasi,” imbuhnya. Budi juga mengingatkan, pelaku usaha baru tidak boleh mengandalkan modal dari berutang, baik melalui perbankan atau sumber lain. ”Bila gagal, tapi juga Anda akan terbelit kewajiban membayar utang. Sebaiknya Anda gunakan modal sendiri, keluarga, atau teman,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Pro Indonesia dan Smartpreneur Taufan Bahari Umbara menjelaskan faktor-faktor yang apa saja yang harus diperhatikan oleh entrepreneur. Pertama adalah kompetitor. Menurutnya, banyak bisnis yang mudah sekali dimasuki kompetitor. Hal ini bisa berpengaruh negatif atau positif. Kedua, mengetahui dan mengenal benar lembaga swadaya masyarakat (LSM) di daerah yang dituju untuk berusaha.
Ada beberapa LSM yang memang bisa membuat bisnis yang dijalankan mandek atau berkembang. ”Misalnya, berbisnis kafe atau tempat hiburan malam di Bandung, dulu harus tutup pukul 12.00 malam. Akhirnya, banyak kafe atau hiburan malam gulung tikar karena LSM di sana cukup ketat,” ujarnya.
Ketiga, mengetahui supplier. Ada beberapa bisnis yang supplier -nya terbatas dan ada pula yang justru sebaliknya. Keempat, terkait dengan konsumen yakni mengetahui perubahan perilaku konsumen. ”Kita harus aware di situ,” imbuhnya. Terakhir adalah teknologi yang sangat berpengaruh terhadap usaha.
Ridwan alamsyah
(ars)