Siswa Tak Diwajibkan Beli Buku Kurikulum 2006
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewaspadai ada bisnis buku selama pembatasan kurikulum 2013. Para guru, siswa, dan orang tua diberi kelonggaran untuk memanfaatkan buku-buku kurikulum 2006 baik yang tersimpan di perpustakaan sekolah atau dari pinjaman lain.
Upaya ini dilakukan karena orang tua siswa akan tambah terbebani jika harus membeli lagi buku kurikulum 2006 lantaran tak disediakan pemerintah. Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad mengakui sekolah yang sistem pengajarannya kembali ke kurikulum 2006 diharuskan membeli buku kurikulum sendiri.
Namun, seharusnya sekolah masih menyimpan buku kurikulum lama itu di perpustakaan sehingga tidak membebani orang tua dengan biaya pengeluaran buku. ”Diusahakan siswa bisa meminjam buku bekas kakak kandung atau meminjam buku dari para kakak kelasnya,” ungkap Hamid di Jakarta kemarin.
Ketua Tim Evaluasi Kurikulum 2013 Suyanto juga mengakui konsekuensi sekolah yang kembali ke kurikulum 2006 kemungkinan perlu melengkapi buku baru. Mantan Dirjen Dikdas Kemendikbud ini menyatakan, buku di sekolah yang dibeli memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) lima tahun silam sudah tidak bisa dipakai kembali saat ini.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdul Waidl mendesak Kemendikbud agar perubahan kurikulum ini tidak sampai menjadi ajang bisnis buku pelajaran. Ini patut dikhawatirkan karena sekitar 200.000-an sekolah akan kembali ke kurikulum 2006, namun tidak ada buku yang diberikan ke siswa dan guru secara gratis. Orang tua siswa yang sebelumnya tidak dibebani biaya buku pun kemungkinan akan terbebani dengan pembelian buku baru jika ingin anaknya tidakketinggalanpelajaran.”
Mendikbud harus konsentrasi pada penanganan buku ini. Pak Menteri harus menghentikan bisnis buku pelajaran yang terjadi setiap tahunnya,” katanya kepada KORAN SINDO kemarin. Menurut Waidl, seharusnya tidak ada kewajiban orang tua membeli buku baru. Namun, menteri harus menekankan ini ke seluruh masyarakat supaya tidak jadi lahan bisnis baru dari sekolah.
Sekolah dengan dukungan dana BOS seharusnya yang menyediakan buku dan membuat kebijakan larangan jual beli buku kepada orang tua. Perpustakaan sekolah perlu menyediakan buku-buku lama itu. Kepala SDN Sendang Mulyo 04 Kota Semarang, Jawa Tengah Susmiyati meminta pemerintah segera memberikan kejelasan jika sekolahnya kembali ke kurikulum 2006 apakah membeli sendiri bukunya atau tidak.
Jika memang harus membeli, harus ada standar dari pemerintah tentang siapa penerbitnya dan sejauh mana kualitasnya sehingga tidak salah beli. Meski demikian, Peraih Satyalencana Pendidikan 2014 ini mendukung revisi kurikulum 2013. Dia menilai masih banyak guru yang tidak mengerti proses penilaian siswa.
”Jadi kalau harus kembali ke KTSP apakah buku yang lalu masih bisa dipakai atau tidak. Masalahnya isi buku lalu masih ada kesalahan contohnya di Matematika. Maka itu, pemerintah harus menjamin tim pembuat buku harus ahlinya,” ucapnya.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Lusia Andam Dewi menjelaskan, ada kebijakan kembali ke kurikulum 2006 ini diakui menjadi peluang penerbit untuk menjual buku. Masing-masing penerbit sudah tahu dan sudah mempersiapkan stok buku kurikulum 2006 untuk dijual kembali. Dia menjelaskan, ada peraturan bahwa penerbit dilarang menjual buku langsung ke sekolah. Namun, promosi di toko buku akan tetap dilaksanakan.
Hanya tunggu kebijakan sekolahnya, ingin membeli buku tersebut di toko buku yang mana. Sementara itu, Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengungkapkan, ada kekhawatiran dari para guru di sekolah yang kembali menerapkan kurikulum 2006. Tidak semua sekolah menyimpan buku-buku kurikulum 2006 di perpustakaan mereka.
Jika ingin mencari di pasaran, harganya akan dua kali lipat. Tidak hanya guru, siswa pun akan kalang kabut mencari buku baru karena sebelumnya hanya memegang buku kurikulum 2013. Sulistiyo menyatakan, seharusnya pemerintah menyediakan solusi buku seperti penggratisan buku di kurikulum 2013. Dia sependapat bahwa jangan sampai orang tua dijadikan korban bisnis buku dari perubahan kebijakan ini.
Sulistiyo menyadari kepentingan bisnis dari penerbit akan kuat sekali untuk menjual buku kurikulum 2006 di pasaran. Mendikbud Anies Baswedan menegaskan, pihaknya tidak akan mengganti kurikulum 2013, tetapi hanya melakukan perbaikan agar lebih sempurna.
”Saya tegaskan, Kemendikbud tidak akan gonta-ganti kurikulum. Kita ingin menyempurnakan yang sudah ada agar dapat dijalankan dengan baik di semua sekolah oleh semua guru,” katanya di Jakarta. Dia menyampaikan itu saat bersilaturahmi dengan sekitar 650 kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota se-Indonesia di Aula Ki Hajar Dewantara, Kemendikbud.
Menurut Anies, saat ini tim sedang bekerja untuk mengevaluasi kurikulum 2013 dan sedang mencari cara agar produk yang sudah baik ini dapat dijalankan dengan cara yang baik pula. ”Artinya, akan dilakukan evaluasi, apakah akan dilaksanakan semua atau sebagian dan dicek kesiapan guru dalam melaksanakannya sehingga tidak terkesan sekadar memaksakan keinginan pemerintah pusat di Jakarta,” ungkap dia.
Dia menegaskan bahwa hal yang lebih penting dalam penerapan kurikulum adalah memastikan guru di seluruh Indonesia benar-benar bisa melaksanakannya dengan baik. Selama ini di Jakarta sering dibuat berbagai aturan dan kebijakan, sementara yang melaksanakan dinas pendidikan dan guru di daerah.
”Seharusnya dilihat dulu kenyataan di lapangan seperti apa, baru dibuat aturan yang sesuai situasi dan kondisi di lapangan,” sebutnya. Kemendikbud, menurut dia, mengambil keputusan ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan kurikulum 2013 karena beberapa hal antara lain masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah.
Menurut Anies, kurikulum pendidikan nasional memang harus terus-menerus dikaji sesuai waktu dan konteks pendidikan di Indonesia guna mendapatkan hasil terbaik bagi peserta didik. Perbaikan kurikulum ini demi kebaikan semua elemen dalam ekosistem pendidikan, terutama peserta didik.
Neneng zubaidah/Maha deva/Ridwan anshori/Ant
Upaya ini dilakukan karena orang tua siswa akan tambah terbebani jika harus membeli lagi buku kurikulum 2006 lantaran tak disediakan pemerintah. Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad mengakui sekolah yang sistem pengajarannya kembali ke kurikulum 2006 diharuskan membeli buku kurikulum sendiri.
Namun, seharusnya sekolah masih menyimpan buku kurikulum lama itu di perpustakaan sehingga tidak membebani orang tua dengan biaya pengeluaran buku. ”Diusahakan siswa bisa meminjam buku bekas kakak kandung atau meminjam buku dari para kakak kelasnya,” ungkap Hamid di Jakarta kemarin.
Ketua Tim Evaluasi Kurikulum 2013 Suyanto juga mengakui konsekuensi sekolah yang kembali ke kurikulum 2006 kemungkinan perlu melengkapi buku baru. Mantan Dirjen Dikdas Kemendikbud ini menyatakan, buku di sekolah yang dibeli memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) lima tahun silam sudah tidak bisa dipakai kembali saat ini.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdul Waidl mendesak Kemendikbud agar perubahan kurikulum ini tidak sampai menjadi ajang bisnis buku pelajaran. Ini patut dikhawatirkan karena sekitar 200.000-an sekolah akan kembali ke kurikulum 2006, namun tidak ada buku yang diberikan ke siswa dan guru secara gratis. Orang tua siswa yang sebelumnya tidak dibebani biaya buku pun kemungkinan akan terbebani dengan pembelian buku baru jika ingin anaknya tidakketinggalanpelajaran.”
Mendikbud harus konsentrasi pada penanganan buku ini. Pak Menteri harus menghentikan bisnis buku pelajaran yang terjadi setiap tahunnya,” katanya kepada KORAN SINDO kemarin. Menurut Waidl, seharusnya tidak ada kewajiban orang tua membeli buku baru. Namun, menteri harus menekankan ini ke seluruh masyarakat supaya tidak jadi lahan bisnis baru dari sekolah.
Sekolah dengan dukungan dana BOS seharusnya yang menyediakan buku dan membuat kebijakan larangan jual beli buku kepada orang tua. Perpustakaan sekolah perlu menyediakan buku-buku lama itu. Kepala SDN Sendang Mulyo 04 Kota Semarang, Jawa Tengah Susmiyati meminta pemerintah segera memberikan kejelasan jika sekolahnya kembali ke kurikulum 2006 apakah membeli sendiri bukunya atau tidak.
Jika memang harus membeli, harus ada standar dari pemerintah tentang siapa penerbitnya dan sejauh mana kualitasnya sehingga tidak salah beli. Meski demikian, Peraih Satyalencana Pendidikan 2014 ini mendukung revisi kurikulum 2013. Dia menilai masih banyak guru yang tidak mengerti proses penilaian siswa.
”Jadi kalau harus kembali ke KTSP apakah buku yang lalu masih bisa dipakai atau tidak. Masalahnya isi buku lalu masih ada kesalahan contohnya di Matematika. Maka itu, pemerintah harus menjamin tim pembuat buku harus ahlinya,” ucapnya.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Lusia Andam Dewi menjelaskan, ada kebijakan kembali ke kurikulum 2006 ini diakui menjadi peluang penerbit untuk menjual buku. Masing-masing penerbit sudah tahu dan sudah mempersiapkan stok buku kurikulum 2006 untuk dijual kembali. Dia menjelaskan, ada peraturan bahwa penerbit dilarang menjual buku langsung ke sekolah. Namun, promosi di toko buku akan tetap dilaksanakan.
Hanya tunggu kebijakan sekolahnya, ingin membeli buku tersebut di toko buku yang mana. Sementara itu, Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengungkapkan, ada kekhawatiran dari para guru di sekolah yang kembali menerapkan kurikulum 2006. Tidak semua sekolah menyimpan buku-buku kurikulum 2006 di perpustakaan mereka.
Jika ingin mencari di pasaran, harganya akan dua kali lipat. Tidak hanya guru, siswa pun akan kalang kabut mencari buku baru karena sebelumnya hanya memegang buku kurikulum 2013. Sulistiyo menyatakan, seharusnya pemerintah menyediakan solusi buku seperti penggratisan buku di kurikulum 2013. Dia sependapat bahwa jangan sampai orang tua dijadikan korban bisnis buku dari perubahan kebijakan ini.
Sulistiyo menyadari kepentingan bisnis dari penerbit akan kuat sekali untuk menjual buku kurikulum 2006 di pasaran. Mendikbud Anies Baswedan menegaskan, pihaknya tidak akan mengganti kurikulum 2013, tetapi hanya melakukan perbaikan agar lebih sempurna.
”Saya tegaskan, Kemendikbud tidak akan gonta-ganti kurikulum. Kita ingin menyempurnakan yang sudah ada agar dapat dijalankan dengan baik di semua sekolah oleh semua guru,” katanya di Jakarta. Dia menyampaikan itu saat bersilaturahmi dengan sekitar 650 kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota se-Indonesia di Aula Ki Hajar Dewantara, Kemendikbud.
Menurut Anies, saat ini tim sedang bekerja untuk mengevaluasi kurikulum 2013 dan sedang mencari cara agar produk yang sudah baik ini dapat dijalankan dengan cara yang baik pula. ”Artinya, akan dilakukan evaluasi, apakah akan dilaksanakan semua atau sebagian dan dicek kesiapan guru dalam melaksanakannya sehingga tidak terkesan sekadar memaksakan keinginan pemerintah pusat di Jakarta,” ungkap dia.
Dia menegaskan bahwa hal yang lebih penting dalam penerapan kurikulum adalah memastikan guru di seluruh Indonesia benar-benar bisa melaksanakannya dengan baik. Selama ini di Jakarta sering dibuat berbagai aturan dan kebijakan, sementara yang melaksanakan dinas pendidikan dan guru di daerah.
”Seharusnya dilihat dulu kenyataan di lapangan seperti apa, baru dibuat aturan yang sesuai situasi dan kondisi di lapangan,” sebutnya. Kemendikbud, menurut dia, mengambil keputusan ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan kurikulum 2013 karena beberapa hal antara lain masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah.
Menurut Anies, kurikulum pendidikan nasional memang harus terus-menerus dikaji sesuai waktu dan konteks pendidikan di Indonesia guna mendapatkan hasil terbaik bagi peserta didik. Perbaikan kurikulum ini demi kebaikan semua elemen dalam ekosistem pendidikan, terutama peserta didik.
Neneng zubaidah/Maha deva/Ridwan anshori/Ant
(bbg)