Ini Curhat SBY Soal Reformasi
A
A
A
JAKARTA - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memaparkan pandangannya tentang pengalamannya mengawal reformasi.
Hal itu disampaikan SBY di hadapan mahasiswa dan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (10/12/2014).
Dalam kuliah umumnya, SBY menyatakan proses reformasi menjadi agenda wajib bagi pemerintah.
Menurut dia, proses mengawal reformasi sudah dijalankannya selama 10 tahun di pemerintahan.
"Saya tidak mungkin cerita semua karena bisa seminggu di ruangan ini. Saya akan pilih yang esensial dan fundamental," kata SBY yang disambut tawa peserta kuliah umum.
Dia mengaku kiliah umum di UIN merupakan kali pertama setelah dirinya tidak lagi menjadi presiden.
"Terus terang ini kuliah umum pertama saya, setelah 20 oktober 2014," katanya.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini bercerita soal proses panjang reformasi. Dia menganggap reformasi sebagai takdir sejarah yang niscaya dirasakan semua elemen masyarakat untuk mendapatkan hak demokrasinya.
"Karena waktu itu, aspirasi dan gerakan perubahan itu tersumbat. Tak ada jalan, tak ada ruang. Karena saat itu kita menganut sistem otoratirasian dan Indonesia alami krisis yang dahsyat," tuturnya.
Menurut dia, ada 10 hal yang mejadi dasar SBY mengganggap reformasi sebagai sesuatu yang hrus dilakukan.
1.Kekuasaan yang relatif absolut, lama, dan bahkan eksesif.
2. Demokrasi yang lemah, dan kurang untuk menyampaikan kebebasan, dan ekspresi.
3. Konsentrasi kekuasaan yang terpusat. Terlalu sentralistik.
4. Eksekutif yang terlalu kuat, dan legislatif yag terlalu lemah. Sehingga tidak terjadi check and balances secara kokoh.
5. Peran militer di politik yang dirasakan berlebihan dan eksesif.
6. Dominasi parpol pemerintah, saat itu terlalu dominan dan tak adil untuk parpol lain.
7. pemilu yang jauh dari free and fair election.
"Bahkan, banyak negara sahabat yang berseloroh di Indonesia pemilu belum dilakukan, tapi hasilnya sudah tahu," kata SBY.
8. Lemahnya pemberatassan korupsi, dan membuat seolah-olah negara permisif.
9. Domiasi bisnis dari kalangan tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan.
10. Cara penegakan stabilitas dan keamanan yang represif dan eksesif.
Hal itu disampaikan SBY di hadapan mahasiswa dan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (10/12/2014).
Dalam kuliah umumnya, SBY menyatakan proses reformasi menjadi agenda wajib bagi pemerintah.
Menurut dia, proses mengawal reformasi sudah dijalankannya selama 10 tahun di pemerintahan.
"Saya tidak mungkin cerita semua karena bisa seminggu di ruangan ini. Saya akan pilih yang esensial dan fundamental," kata SBY yang disambut tawa peserta kuliah umum.
Dia mengaku kiliah umum di UIN merupakan kali pertama setelah dirinya tidak lagi menjadi presiden.
"Terus terang ini kuliah umum pertama saya, setelah 20 oktober 2014," katanya.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini bercerita soal proses panjang reformasi. Dia menganggap reformasi sebagai takdir sejarah yang niscaya dirasakan semua elemen masyarakat untuk mendapatkan hak demokrasinya.
"Karena waktu itu, aspirasi dan gerakan perubahan itu tersumbat. Tak ada jalan, tak ada ruang. Karena saat itu kita menganut sistem otoratirasian dan Indonesia alami krisis yang dahsyat," tuturnya.
Menurut dia, ada 10 hal yang mejadi dasar SBY mengganggap reformasi sebagai sesuatu yang hrus dilakukan.
1.Kekuasaan yang relatif absolut, lama, dan bahkan eksesif.
2. Demokrasi yang lemah, dan kurang untuk menyampaikan kebebasan, dan ekspresi.
3. Konsentrasi kekuasaan yang terpusat. Terlalu sentralistik.
4. Eksekutif yang terlalu kuat, dan legislatif yag terlalu lemah. Sehingga tidak terjadi check and balances secara kokoh.
5. Peran militer di politik yang dirasakan berlebihan dan eksesif.
6. Dominasi parpol pemerintah, saat itu terlalu dominan dan tak adil untuk parpol lain.
7. pemilu yang jauh dari free and fair election.
"Bahkan, banyak negara sahabat yang berseloroh di Indonesia pemilu belum dilakukan, tapi hasilnya sudah tahu," kata SBY.
8. Lemahnya pemberatassan korupsi, dan membuat seolah-olah negara permisif.
9. Domiasi bisnis dari kalangan tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan.
10. Cara penegakan stabilitas dan keamanan yang represif dan eksesif.
(dam)