Belajar dari Bencana Sebelumnya
A
A
A
MANILA - Presiden Filipina Benigno Aquino mendesak pihak- pihak terkait untuk bergerak cepat dalam menanggulangi efek badai Topan Hagupit. Presiden ke-15 ini ingin meminimalisasi sebanyak mungkin dampak psikis dan materiil akibat bencana ini.
Dua kali sudah Aquino merasakan badai besar menerjang negaranya, yakni topan Haiyan tahun lalu yang menewaskan lebih dari 73.000 warganya dan badai topan Hagupit. Pengalaman Aquino menghadapi topan Haiyan tahun lalu membuatnya lebih tenang ketika menghadapi badai Hagupit kali ini.
Alumnus Ateneo de Manila University ini menjadi penenang di tengah kepanikan warga Filipina akan keterbatasan makanan dan obat-obatan, “Kami harus menenangkan para korban untuk meminimalkan dampak negatif dari bencana ini. Saya menekankan kepada semua pihak untuk memeriksa kembali apa yang seharusnya dilakukan,” tegas Aquino dilansir VOA.
Sikap tanggapnya terhadap badai Hagupit adalah jawaban bagi pihak-pihak yang meragukan etos kerjanya. Presiden 54 tahun ini sempat diserang kritikus dengan sebutan Noynoying atas kelambanannya menangani berbagai bencana. Sejak menjabat pada 2010 Aquino memang dikenal kurang tanggap dalam bencana sehingga Filipina harus menelan kerugian besar ketika bencana seperti angin topan, banjir dan tanah longsor terjadi.
Sebagai generasi keempat keturunan Benigno Simeon Cojuangco Aquino, presiden yang akrab disapa PNoy ini kerap menerima serangan dari para kritikus yang membandingkan kinerjanya dengan para pendahulunya. PNoy memang berasal dari keluarga pejabat. Kakek buyutnya, Servillano “Mianong” Aquino, menjabat sebagai delegasi ke Kongres Malolos; Kakeknya, Benigno Aquino, Sr, menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Filipina 1943- 1944; dan ibunya Corazon Aquino adalah presiden Filipina ke-11.
PNoy sendiri baru terjun ke dunia politik pada 1998 dengan menjadi anggota DPR wakil distrik- 2 Provinsi Tarlac. Jabatan ini dia raih setelah terlebih dahulu bekerja di sektor swasta sejak 1983, yakni ketika dia tiba di Filipina setelah menjalani pengasingan di Amerika Serikat (AS) bersama keluarganya pada awal 1980-an.
Setelah ibunya meninggal pada 2009, PNoy mulai diserukan untuk mengganti sang bunda sebagai presiden. Pada September 2009 dia secara resmi mengumumkan diri menjadi calon dalam pemilihan presiden 2010 yang diselenggarakan pada 10 Mei 2010. Pada Juni 2010 Kongres Filipina menyatakan, Aquino sebagai pemenang pemilu Presiden.
Aquino dilantik di Quirino Grandstand di Rizal Park, Manila, menggantikan presiden ke- 14 Filipina Gloria Macapagal- Arroyo. Perjuangannya dalam politik membuat TIME memasukannya dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia pada 2013.
Rini agustina
Dua kali sudah Aquino merasakan badai besar menerjang negaranya, yakni topan Haiyan tahun lalu yang menewaskan lebih dari 73.000 warganya dan badai topan Hagupit. Pengalaman Aquino menghadapi topan Haiyan tahun lalu membuatnya lebih tenang ketika menghadapi badai Hagupit kali ini.
Alumnus Ateneo de Manila University ini menjadi penenang di tengah kepanikan warga Filipina akan keterbatasan makanan dan obat-obatan, “Kami harus menenangkan para korban untuk meminimalkan dampak negatif dari bencana ini. Saya menekankan kepada semua pihak untuk memeriksa kembali apa yang seharusnya dilakukan,” tegas Aquino dilansir VOA.
Sikap tanggapnya terhadap badai Hagupit adalah jawaban bagi pihak-pihak yang meragukan etos kerjanya. Presiden 54 tahun ini sempat diserang kritikus dengan sebutan Noynoying atas kelambanannya menangani berbagai bencana. Sejak menjabat pada 2010 Aquino memang dikenal kurang tanggap dalam bencana sehingga Filipina harus menelan kerugian besar ketika bencana seperti angin topan, banjir dan tanah longsor terjadi.
Sebagai generasi keempat keturunan Benigno Simeon Cojuangco Aquino, presiden yang akrab disapa PNoy ini kerap menerima serangan dari para kritikus yang membandingkan kinerjanya dengan para pendahulunya. PNoy memang berasal dari keluarga pejabat. Kakek buyutnya, Servillano “Mianong” Aquino, menjabat sebagai delegasi ke Kongres Malolos; Kakeknya, Benigno Aquino, Sr, menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Filipina 1943- 1944; dan ibunya Corazon Aquino adalah presiden Filipina ke-11.
PNoy sendiri baru terjun ke dunia politik pada 1998 dengan menjadi anggota DPR wakil distrik- 2 Provinsi Tarlac. Jabatan ini dia raih setelah terlebih dahulu bekerja di sektor swasta sejak 1983, yakni ketika dia tiba di Filipina setelah menjalani pengasingan di Amerika Serikat (AS) bersama keluarganya pada awal 1980-an.
Setelah ibunya meninggal pada 2009, PNoy mulai diserukan untuk mengganti sang bunda sebagai presiden. Pada September 2009 dia secara resmi mengumumkan diri menjadi calon dalam pemilihan presiden 2010 yang diselenggarakan pada 10 Mei 2010. Pada Juni 2010 Kongres Filipina menyatakan, Aquino sebagai pemenang pemilu Presiden.
Aquino dilantik di Quirino Grandstand di Rizal Park, Manila, menggantikan presiden ke- 14 Filipina Gloria Macapagal- Arroyo. Perjuangannya dalam politik membuat TIME memasukannya dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia pada 2013.
Rini agustina
(bbg)