Akuntabilitas MA Dipertanyakan

Selasa, 09 Desember 2014 - 11:14 WIB
Akuntabilitas MA Dipertanyakan
Akuntabilitas MA Dipertanyakan
A A A
JAKARTA - Akuntabilitas dan transparansi Mahkamah Agung (MA) dipertanyakan atas kebijakannya memilih hakim tinggi Suhartoyo sebagai calon hakim konstitusi.

Ini mengingat posisi Suhartoyo yang masih dalam penyelidikan Komisi Yudisial (KY) atas putusan bebasnya terhadap buronan kasus korupsi BLBI Sudjiono Timan. Pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya Malang, Ali Syafaat mengatakan, esensi dari proses seleksi yang dilakukan secara transparan ditujukan agar informasi masyarakat luas menjadi bahan pertimbangan MA dalam menentukan calon hakim MK.

Apalagi sebelumnya ada rekomendasi yang diberikan KY sebagai lembaga yang berwenang melakukan tugas pengawasan kode etik hakim. Dia pun menyayangkan sikap MA yang seakan-akan tidak menerima rekomendasi rekam jejak KY dalam upaya transparansi. Itu terlihat dari lolosnya hakim yang memiliki catatan minus.

Jika KY menyatakan ada persoalan terhadap calon hakim, sedangkan MA tetap memilih yang bersangkutan, sama saja proses yang dilakukan tidak akuntabel. Padahal, lanjutnya, sudah jelas dalam Pasal 19 Undang-Undang (UU) 24 Tahun 2003 tentang MK disebutkan bahwa pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.

Dalam Pasal 20 ayat (2) dinyatakan bahwa pemilihan hakim konstitusi dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel. “MA bisa saja menyatakan hakim Suhartoyo tidak memiliki track record buruk, tetapi rekomendasi KY tetap harus dipertimbangkan. Ketika ada keberatan apalagi dari KY mengenai status hakim yang bersangkutan (Suhartoyo) terlibat dugaan pelanggaran, akuntabilitas MA patut dipertanyakan karena tidak memperhatikan rekam jejak dengan baik,” tutur Ali Syafaat di Jakarta kemarin.

MA, ujarnya, harus menarik keterpilihan Suhartoyo sebagai calon hakim konstitusi guna memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas instansinya. Posisi hakim MK tidak berbeda jauh dengan hakim agung, sejak awal pemilihannya harus dijaga martabat dan kehormatannya. “Layaknya MA bisa menarik (Suhartoyo) tidak menjadi hakim MK,” ucapnya. Menurut dia, akan sangat berbahaya jika MA tetap memaksakan diri memilih Suhartoyo yang belum jelas posisi pelanggarannya.

KY pun akan semakin sulit bahkan bisa jadi tidak memiliki kewenangan lagi untuk menyelidiki dan memanggil Suhartoyo apabila sudah menjadi hakim MK. KY tidak berwenang untuk memeriksa hakim MK. Begitu pula dengan Dewan Etik MK yang tidak bisa memeriksa Suhartoyo karena kasus itu terjadi saat masih menjadi hakim biasa.

Atas dasar itu, tidak ada salahnya MA mempertimbangkan ulang dan memasukkan nama lain sebagai calon hakim MK. Lagipula, jika melihat waktu yang ada, MA masih memiliki waktu untuk melakukan proses pergantian calon hakim MK. Mantan hakim MK Maruarar Siahaan menilai, guna memenuhi unsur transparansi, seharusnya MA tidak hanya menyeleksi calon internal.

MA perlu juga melibatkan mantan hakim MK untuk memberikan penilaian. Mantan hakim MK bisa mengungkapkan kebutuhan dan parameter apa yang layak dipakai untuk mengukur seorang calon. “Saya hormati MA, baru kali ini ada seleksi yang dilakukan secara terbuka. Tapi, saya kira mantan hakim MK bisa disertakan dalam parameter seleksi,” ucapnya.

Nurul adriyana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4880 seconds (0.1#10.140)