Sukses Menata Kawasan Kumuh Tanpa Masalah
A
A
A
Bagi masyarakat Kota Solo, sosok FX Hadi Rudyatmo sangat dikenal. Pria berkumis tebal yang menjabat Wali Kota Solo itu memang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan pimpinan daerah lainnya di Indonesia.
KELEBIHAN yang dimiliki suami Endang Prasetyaningsih itu bukanlah dalam hal materi atau kekayaan, melainkan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat Kota Bengawan.
Pendekatan secara humanis yang dia lakukan membuat banyak program Pemerintah Kota (Pemkot) Solo berjalan dengan baik. Program itu di antaranya penataan permukiman kumuh di bantaran Sungai Bengawan Solo dan bantaran Kali Pepe. Rudy, sapaan akrab FX Hadi Rudyatmo, turun langsung ke lapangan menemui ribuan warga yang sudah bertahuntahun tinggal di pinggiran Bengawan Solo dan Kali Pepe.
Hingga akhirnya warga luluh , mau ditata dan direlokasi ke tempat lain. Bahkan, relokasi itu dilakukan tanpa gejolak yang berarti dari masyarakat. Pria kelahiran 13 Februari 1960 itu mengatakan, di sepanjang aliran Bengawan Solo ada 1.571 rumah kumuh. Dari jumlah itu, 1.500 di antaranya sudah berhasil direlokasi ke tempat lain yang lebih layak.
Warga diberi tanah bersertifikat hak milik (SHM) di lokasi lain yang bebas bencana banjir. Rudy mengungkapkan, keputusan untuk memberikan tanah hak milik secara cumacuma kepada warga tersebut bukanlah tanpa alasan.
Hal itu dilakukan semata-mata untuk menyejahterakan masyarakat yang rumahnya menjadi langganan terendam banjir akibat luapan Bengawan Solo. Menurutnya, dengan menyejahterakan warga itu, permasalahan sosial bisa diatasi sedikit demi sedikit.
“Tanah diberikan gratis, nantinya sertifikat bisa mereka jadikan agunan bank untuk mengambil pinjaman sebagai tambahan modal. Dengan seperti itu, mereka akan sejahtera tanpa harus berpangku tangan menunggu bantuan dari Pemkot Solo,” ucap pria yang juga menjadi Ketua Umum Persis Solo itu. Rudy yang menggantikan Joko Widodo (Jokowi) di posisi Wali Kota Solo itu mengatakan, relokasi juga dilakukan di kawasan bantaran Sungai Pepe.
Berbeda dengan relokasi warga bantaran bengawan Solo yang dipindah jauh dari bibir sungai, untuk warga sekitar bantaran Kali Pepe ditata agar lebih indah dan rapi. Warga saat ini dibuatkan kampung deret yang lebih nyaman ditempati. Konsep kampung deret, menurutnya, cukup ampuh untuk menata warga pinggiran Kali Pepe. Alasannya, dengan lahan yang sempit, warga bisa ditata dengan rapi dan nyaman antara rumah yang satu ke rumah yang lainnya.
“Konsep kampung deret yang kami bikin itu dua lantai. Bagian atas untuk tempat tinggal dan bagian bawah untuk berjualan. Kampung deret tersebut mirip rumah toko (ruko), tapi untuk orang-orang yang kurang mampu,” urainya. Tidak hanya berhasil menata masyarakat di wilayah bantaran, pendekatan yang dia lakukan juga mampu mengatasi permasalahan pedagang kaki lima (PKL).
Ribuan PKL yang selama ini berjualan di tempat terlarang direlokasi ke tempat yang lebih layak tanpa adanya perlawanan dari para pedagang. Tidak tanggung-tanggung, setiap merelokasi para PKL yang berjualan di pinggir jalan, Pemkot Solo selalu membuatkan sejumlah pasar baru yang khusus untuk menampung para pedagang. Dia mencontohkan, pasar baru itu di antaranya Pasar Kliwon, Gilingan, Elpabes, dan Klitikan Semanggi.
Di pasar yang baru tersebut, para pedagang diberikan tempat, yakni berupa kios maupun los secara gratis, tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun. Para pedagang itu hanya dimintai komitmen untuk menempati jatah los maupun kios yang telah diberikan Pemkot Solo. Jika tidak memiliki komitmen itu, Rudy bakal mencabut hak pakai kios dan juga los dan dipindahtangankan kepada pedagang lain yang membutuhkan.
Dia mengatakan, untuk membangun pasarpasar baru tersebut, dibutuhkan dana yang tidak sedikit, bahkan mencapai puluhan miliar rupiah. Semua itu merupakan investasi jangka panjang yang dilakukan Pemkot Solo. Dengan membangun pasar-pasar baru, diharapkan nantinya pemasukan untuk Kota Solo juga akan bertambah.
“Para PKL hanya kami wajibkan membayar retribusi sekitar Rp1.000-Rp2.000 setiap hari. Dari uang retribusi itu, kita bisa mendapatkan penghasilan asli daerah (PAD) dan menyejahterakan para pedagang,” katanya. Hingga kini tercatat Pemkot Solo sudah menata lebih dari 4.000 PKL. Rudy menegaskan, ke depan pihaknya akan fokus untuk merelokasi sekitar 1.800 PKL lain yang masih tersisa.
Penataan itu terus dilakukan agar semua masyarakat Kota Solo bisa hidup lebih nyaman dan sejahtera. “Kuncinya itu pendekatan dan komunikasi, kalau tidak bisa melakukan itu, jangan harap masyarakat mau menuruti program yang kita canangkan,” ucapnya.
Arief setiadi
KELEBIHAN yang dimiliki suami Endang Prasetyaningsih itu bukanlah dalam hal materi atau kekayaan, melainkan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat Kota Bengawan.
Pendekatan secara humanis yang dia lakukan membuat banyak program Pemerintah Kota (Pemkot) Solo berjalan dengan baik. Program itu di antaranya penataan permukiman kumuh di bantaran Sungai Bengawan Solo dan bantaran Kali Pepe. Rudy, sapaan akrab FX Hadi Rudyatmo, turun langsung ke lapangan menemui ribuan warga yang sudah bertahuntahun tinggal di pinggiran Bengawan Solo dan Kali Pepe.
Hingga akhirnya warga luluh , mau ditata dan direlokasi ke tempat lain. Bahkan, relokasi itu dilakukan tanpa gejolak yang berarti dari masyarakat. Pria kelahiran 13 Februari 1960 itu mengatakan, di sepanjang aliran Bengawan Solo ada 1.571 rumah kumuh. Dari jumlah itu, 1.500 di antaranya sudah berhasil direlokasi ke tempat lain yang lebih layak.
Warga diberi tanah bersertifikat hak milik (SHM) di lokasi lain yang bebas bencana banjir. Rudy mengungkapkan, keputusan untuk memberikan tanah hak milik secara cumacuma kepada warga tersebut bukanlah tanpa alasan.
Hal itu dilakukan semata-mata untuk menyejahterakan masyarakat yang rumahnya menjadi langganan terendam banjir akibat luapan Bengawan Solo. Menurutnya, dengan menyejahterakan warga itu, permasalahan sosial bisa diatasi sedikit demi sedikit.
“Tanah diberikan gratis, nantinya sertifikat bisa mereka jadikan agunan bank untuk mengambil pinjaman sebagai tambahan modal. Dengan seperti itu, mereka akan sejahtera tanpa harus berpangku tangan menunggu bantuan dari Pemkot Solo,” ucap pria yang juga menjadi Ketua Umum Persis Solo itu. Rudy yang menggantikan Joko Widodo (Jokowi) di posisi Wali Kota Solo itu mengatakan, relokasi juga dilakukan di kawasan bantaran Sungai Pepe.
Berbeda dengan relokasi warga bantaran bengawan Solo yang dipindah jauh dari bibir sungai, untuk warga sekitar bantaran Kali Pepe ditata agar lebih indah dan rapi. Warga saat ini dibuatkan kampung deret yang lebih nyaman ditempati. Konsep kampung deret, menurutnya, cukup ampuh untuk menata warga pinggiran Kali Pepe. Alasannya, dengan lahan yang sempit, warga bisa ditata dengan rapi dan nyaman antara rumah yang satu ke rumah yang lainnya.
“Konsep kampung deret yang kami bikin itu dua lantai. Bagian atas untuk tempat tinggal dan bagian bawah untuk berjualan. Kampung deret tersebut mirip rumah toko (ruko), tapi untuk orang-orang yang kurang mampu,” urainya. Tidak hanya berhasil menata masyarakat di wilayah bantaran, pendekatan yang dia lakukan juga mampu mengatasi permasalahan pedagang kaki lima (PKL).
Ribuan PKL yang selama ini berjualan di tempat terlarang direlokasi ke tempat yang lebih layak tanpa adanya perlawanan dari para pedagang. Tidak tanggung-tanggung, setiap merelokasi para PKL yang berjualan di pinggir jalan, Pemkot Solo selalu membuatkan sejumlah pasar baru yang khusus untuk menampung para pedagang. Dia mencontohkan, pasar baru itu di antaranya Pasar Kliwon, Gilingan, Elpabes, dan Klitikan Semanggi.
Di pasar yang baru tersebut, para pedagang diberikan tempat, yakni berupa kios maupun los secara gratis, tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun. Para pedagang itu hanya dimintai komitmen untuk menempati jatah los maupun kios yang telah diberikan Pemkot Solo. Jika tidak memiliki komitmen itu, Rudy bakal mencabut hak pakai kios dan juga los dan dipindahtangankan kepada pedagang lain yang membutuhkan.
Dia mengatakan, untuk membangun pasarpasar baru tersebut, dibutuhkan dana yang tidak sedikit, bahkan mencapai puluhan miliar rupiah. Semua itu merupakan investasi jangka panjang yang dilakukan Pemkot Solo. Dengan membangun pasar-pasar baru, diharapkan nantinya pemasukan untuk Kota Solo juga akan bertambah.
“Para PKL hanya kami wajibkan membayar retribusi sekitar Rp1.000-Rp2.000 setiap hari. Dari uang retribusi itu, kita bisa mendapatkan penghasilan asli daerah (PAD) dan menyejahterakan para pedagang,” katanya. Hingga kini tercatat Pemkot Solo sudah menata lebih dari 4.000 PKL. Rudy menegaskan, ke depan pihaknya akan fokus untuk merelokasi sekitar 1.800 PKL lain yang masih tersisa.
Penataan itu terus dilakukan agar semua masyarakat Kota Solo bisa hidup lebih nyaman dan sejahtera. “Kuncinya itu pendekatan dan komunikasi, kalau tidak bisa melakukan itu, jangan harap masyarakat mau menuruti program yang kita canangkan,” ucapnya.
Arief setiadi
(ars)