Balik ke Kurikulum 2006 Langkah Mundur

Senin, 08 Desember 2014 - 10:13 WIB
Balik ke Kurikulum 2006 Langkah Mundur
Balik ke Kurikulum 2006 Langkah Mundur
A A A
JAKARTA - Langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan membatasi penerapan Kurikulum 2013 menuai kontroversi. Sejumlah pihak menilai keputusan kembali ke Kurikulum 2006 sebagai kemunduran besar dalam dunia pendidikan Indonesia.

Mantan Mendikbud M Nuh mengatakan, Kurikulum 2013 secara substansi sebenarnya tidak ada masalah. ”Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang, sebab KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi,” kata M Nuh kemarin.

Dia mengaku semasa dulu menjabat mendikbud tidak bisa mengungkapkan sisi negatif KTSP (Kurikulum 2006). Namun kini masyarakat perlu tahu bahwa KTSP perlu direvisi menjadi Kurikulum 2013 karena tidak bisa diharapkan memajukan pendidikan Indonesia. ”Banyak sekali negative list dari Kurikulum 2006. Dulu saya masih tutup-tutupi karena bagian dari pemerintah. Tapi adalah suatu kemunduran besar jika mendikbud sekarang mengembalikannya ke KTSP,” katanya.

Mantan Rektor ITS itu kemudian mencontohkan, KTSP tidak mengajarkan pelajaran sejarah di jenjang SMK, tetapi Kurikulum 2013 menyempurnakan pelajaran tersebut untuk seluruh jenjang. ”Bagaimana siswa dapat dibangun nasionalismenya jika tidak diajari sejarah bangsa,” ujarnya.

Selain itu Kurikulum 2006 itu pula membatasi pelajaran bahasa Indonesia hanya dua jam, sementara jam pelajaran bahasa Inggris empat jam di setiap sekolah. Tidak seimbangnya jam belajar bahasa Indonesia itu sendiri adalah sebuah kekeliruan karena nilai rata-rata ujian nasional (UN) bahasa Indonesia pernah anjlok.

Menurut dia, pihaknya sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada 2012, ternyata nilai rata-rata adalah 45, padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku. ”Jadi, kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71. Meski tentu nilai 40 masih ada, guru dengan nilai di atas 80 juga ada,” katanya.

Selain itu, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) akan mengharuskan orang tua membeli buku baru, padahal buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan. ”Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi,” katanya. Dia mengakui buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah.

”Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara ‘membajak’ Kurikulum 2013. Saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik ya nggak tahulah,” katanya. Sebelumnya Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, implementasi Kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas telah dilakukan pada tahun pelajaran 2013/2014 di 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Dia menyebutkan, sekolah tersebut terdiri atas 2.598 sekolah dasar, 1.437 sekolah menengah pertama, 1.165 sekolah menengah atas, dan 1.021 sekolah menengah kejuruan. Menurut Mendikbud, hanya sekolah-sekolah itulah yang diwajibkan menjalankan kurikulum tersebut sebagai tempat untuk memperbaiki dan mengembangkan Kurikulum 2013 ini. ”Bila ada yang merasa tidak siap, silakan ajukan pengecualian, tetapi secara umum sudah siap,” katanya. Anies mengatakan, sekolah percontohan ini kemudian akan dievaluasi.

Pemborosan dan Diskriminasi

Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo memang menyatakan kembalinya sekolah menggunakan KTSP dan sebagian sekolah memakai Kurikulum 2013 merupakan suatu pemborosan besar. Bagi penerbit, hal ini memang suatu keuntungan karena mereka bisa menjual stok buku KTSP lama ke masyarakat.

Dia meminta pemerintah sekarang jangan lagi menjadikan Kurikulum 2013 sebagai komoditas politik. Anggota DPD ini menuturkan, pemberlakuan dua kurikulum ini pun menimbulkan diskriminasi. Pasalnya, masyarakat akan memandang kualitas sekolah yang menerapkan KTSP lebih jelek daripada yang menjalankan Kurikulum 2013. Maka jangan heran nanti akan banyak sekolah berbondong- bondong menyatakan siap melaksanakan kurikulum agar tidak kekurangan siswa.

”Semestinya jika memang mauujicoba, sekolahyangmenjalankan kurikulum itu heterogen. Ada sekolah yang siap, kurang siap, dan tidak. Jadi tidak akan ada kecemburuan. Ini kan Mendikbud hanya uji coba di sekolah yang siap saja,” ungkapnya. PGRI sebenarnya sudah meminta Mendikbud tidak tergesa- gesa mengambil keputusan. Sebab akan ada banyak resistensi jika sekolah memberlakukan dua kurikulum.

Resistensi bisa terjadi ketika guru harus memberi penilaian siswa. ”Bagaimana guru di sekolah yang kembali menggunakan KTSP memberikan penilaian ketika di awal tahun ajaran mereka sudah memakai Kurikulum 2013? Lalu bagaimana strategi pembelajaran tidak merugikan siswa karena mereka sudah berupaya memahami materi Kurikulum 2013,” jelasnya.

Anggota Komisi X DPR Ferdiansyahmengatakan, Kemendikbud harus berhati-hati memilih sekolah yang dinyatakan siap menjalankan Kurikulum 2013. Sebab tidak semua sekolah yang sudah ditunjuk menjadi sekolah sasaran kualitasnya bagus. Dia juga sependapat dengan Sulistiyo bahwa sekolah akan menempuh segala cara agar dinyatakan siap menjalankan Kurikulum 2013 oleh Kemendikbud.

Dia menjelaskan, evaluasi harus dilakukan intensif. Jika memang diperlukan uji coba selama 10 tahun, hal itu harus dilakukan karena kurikulum ini bersifat dinamis. Ferdiansyah menjelaskan, Mendikbud perlu bersabar dan tenang agar mampu mengubah kurikulum di Indonesia secara kokoh.

Pasalnya, kurikulum ini menyangkut hajat hidup seluruh sekolah, siswa, guru, dan masyarakat Indonesia pada tahun mendatang. Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen berpendapat, perubahan kurikulum hanya akan menimbulkan kebingungan besar bagi guru dan siswa.

”Perubahan ini akan menimbulkan dualisme. Yang menerapkan Kurikulum 2013 seyogianya ada sesuatu yang baru seperti buku dan guru yang terlatih. Namun di balik itu ada kebingungan, sebab mereka harus kembali lagi ke titik nol setelah berupaya memahami Kurikulum 2013,” ungkapnya.

Membingungkan Guru dan Siswa

Dinas Pendidikan Kota Batam menyesalkan keputusan pemerintah pusat yang menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang baru menerapkannya karena menganggap sistem baru itu lebih tepat dalam membangun karakter anak. ”Semua kurikulum baik. Namun penerapan budi pekerti Kurikulum 2013 lebih tepat. Karena kuncinya adalah pada karakter,” kata Kepala Dinas Pendidikan Batam Muslim Bidin di Batam kemarin.

Menurut dia, Kurikulum 2013 merupakan sistem pembelajaran yang baik karena merupakan penyempurnaan KTSP. Dalam Kurikulum 13, guru berperan penting dalam membimbing siswa sebagai mitra. Kurikulum 2013 menyangkut seluruh perilaku siswa, kemudian guru mengukur kompetensi berdasarkan tingkah laku. ”Seperti contoh mengerjakan salat,” kata Muslim.

Di Batam, seluruh sekolah negeri sudah menerapkan Kurikulum 2013 sejak kebijakan itu pertama kali diterapkan. Meski begitu, Muslim mengatakan tetap akan mematuhi kebijakan pemerintah pusat dengan menghentikan pelaksanaan kurikulum baru disekolah yang baru menerapkan satu semester. ”Batam paling berkomitmen. Begitu ada arahan pusat akan kami jalankan,” kata Kepala Dinas.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah menyatakan, untuk mengubah kurikulum di sekolah membutuhkan waktu sekitar lima tahun. Karena itu, pihaknya meminta sekolah tetap menggunakan Kurikulum 2013, apalagi sampai sekarang belum ada pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah pusat.

Neneng zubaidah/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9524 seconds (0.1#10.140)