Jam Kerja PNS Dikurangi, Aktivis Perempuan Bikin Petisi
A
A
A
JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengusulkan agar jam kerja PNS perempuan dikurangi dua jam agar bisa pulang lebih cepat dan banyak waktu untuk mengurus keluarga.
Namun usulan JK tersebut dikritik sejumlah kalangan, termasuk oleh aktivis perempuan Yuda Irlang.
Ide itu dinilai kembali menunjukkan perspektif tidaksetaraan gender karena masalah domestik atau urusan rumah tangga seperti mengurus anak sebenarnya bukan hanya urusan istri.
“Seperti halnya sikap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kami juga tolak ide tersebut. Kami para aktivis perempuan bahkan sudah menyiapkan petisi menolak itu,” ujar Yuda kepada Sindonews, Minggu (7/12/2014).
Menurut dia, pemahaman bahwa mengurus anak hanya pekerjaan perempuan tidak tepat. Karena sangat banyak perempuan yang justru bisa berperan seperti laki-laki sebagai kepala keluarga.
"Bahkan seperempat keluarga di dunia ini dipimpin perempuan, meski di Indonesia tidak ada data itu. Saya sendiri sudah 21 tahun berperan sebagai kepala keluarga,” ujarnya.
Menurut dia, ide Wapres JK tersebut bisa jadi hanya spontanitas sebagai bentuk rasa iba dan simpatinya terhadap pekerja perempuan, apalagi JK memang terkenal dengan celetukan yang spontan.
“Tapi ide itu tidak dengan pertimbangan kearifan. Mengurangi jam kerja bukan cara mengangkat harkat dan martabat perempuan," ujarnya.
Bahkan usulan itu itu bisa berakibat dahsyat, misalnya akan menurunkan produktivitas perusahaan tempat perempuan bekerja, jika itu juga berlaku untuk pekerja swasta. Apalagi faktanya di perusahaan, seperti pabrik garmen, lebih banyak mempekerjakan perempuan.
"Selain itu, masalah lain pekerja laki-laki juga bisa merasa didiskriminasi,” ujarnya.
Menurutnya, jika ingin memiliki keberpihakan kepada perempuan yang bekerja, yang justru lebih diperlukan adalah membuat kebijakan khusus.
“Misalnya kantor harus menyediakan play group di agar perempuan bisa membawa anaknya karena bisa jadi di rumah tidak ada yang menjaga,” pungkasnya.
Namun usulan JK tersebut dikritik sejumlah kalangan, termasuk oleh aktivis perempuan Yuda Irlang.
Ide itu dinilai kembali menunjukkan perspektif tidaksetaraan gender karena masalah domestik atau urusan rumah tangga seperti mengurus anak sebenarnya bukan hanya urusan istri.
“Seperti halnya sikap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kami juga tolak ide tersebut. Kami para aktivis perempuan bahkan sudah menyiapkan petisi menolak itu,” ujar Yuda kepada Sindonews, Minggu (7/12/2014).
Menurut dia, pemahaman bahwa mengurus anak hanya pekerjaan perempuan tidak tepat. Karena sangat banyak perempuan yang justru bisa berperan seperti laki-laki sebagai kepala keluarga.
"Bahkan seperempat keluarga di dunia ini dipimpin perempuan, meski di Indonesia tidak ada data itu. Saya sendiri sudah 21 tahun berperan sebagai kepala keluarga,” ujarnya.
Menurut dia, ide Wapres JK tersebut bisa jadi hanya spontanitas sebagai bentuk rasa iba dan simpatinya terhadap pekerja perempuan, apalagi JK memang terkenal dengan celetukan yang spontan.
“Tapi ide itu tidak dengan pertimbangan kearifan. Mengurangi jam kerja bukan cara mengangkat harkat dan martabat perempuan," ujarnya.
Bahkan usulan itu itu bisa berakibat dahsyat, misalnya akan menurunkan produktivitas perusahaan tempat perempuan bekerja, jika itu juga berlaku untuk pekerja swasta. Apalagi faktanya di perusahaan, seperti pabrik garmen, lebih banyak mempekerjakan perempuan.
"Selain itu, masalah lain pekerja laki-laki juga bisa merasa didiskriminasi,” ujarnya.
Menurutnya, jika ingin memiliki keberpihakan kepada perempuan yang bekerja, yang justru lebih diperlukan adalah membuat kebijakan khusus.
“Misalnya kantor harus menyediakan play group di agar perempuan bisa membawa anaknya karena bisa jadi di rumah tidak ada yang menjaga,” pungkasnya.
(maf)