Jika Perppu Pilkada Ditolak, Paripurna DPR Berpotensi Deadlock
Sabtu, 06 Desember 2014 - 20:05 WIB

Jika Perppu Pilkada Ditolak, Paripurna DPR Berpotensi Deadlock
A
A
A
JAKARTA - Langkah Partai Golkar menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) dapat menimbulkan deadlock (kebuntuan) di Paripurna DPR.
"Dengan adanya keputusan Golkar yang besar kemungkinan diamini oleh partai-partai Koalisi Merah Putih (KMP) lainnya untuk menolak Perppu Pilkada. Maka, potensi deadlock dalam paripurna DPR untuk menyetujui atau menolak Perppu Pilkada tersebut juga semakin besar," ujar Peneliti pada Divisi Kajian Hukum Tatanegara SIGMA M Imam Nasef kepada Sindonews, Sabtu (6/12/2014).
Menurut Nasef, jika terjadi deadlock maka akan menimbulkan permasalahan ketatanegaraan yang lebih besar dari permasalahan-permasalahan sebelumnya yang ada di DPR.
"Terutama soal kepastian hukum mengenai dasar hukum penyelenggaraan pilkada yang direncanakan akan diselenggarakan pada tahun 2015," ungkapnya.
Sebagai salah satu upaya mengantisipasinya kata Nasef, Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya memutus pengujian Perppu Pilkada yang diajukan oleh sejumlah kalangan sebelum paripurna DPR dengan agenda pembahasan Perppu Pilkada itu dilaksanakan.
"Walaupun kewenangan untuk menyetujui atau menolak Perppu pilkada itu ada di DPR, akan tetapi setidaknya putusan MK dapat dijadikan guidance constitutional. Karena putusan MK tentunya didasarkan pada nilai dan norma yang terkandung di dalam konstitusi," tandasnya.
"Dengan adanya keputusan Golkar yang besar kemungkinan diamini oleh partai-partai Koalisi Merah Putih (KMP) lainnya untuk menolak Perppu Pilkada. Maka, potensi deadlock dalam paripurna DPR untuk menyetujui atau menolak Perppu Pilkada tersebut juga semakin besar," ujar Peneliti pada Divisi Kajian Hukum Tatanegara SIGMA M Imam Nasef kepada Sindonews, Sabtu (6/12/2014).
Menurut Nasef, jika terjadi deadlock maka akan menimbulkan permasalahan ketatanegaraan yang lebih besar dari permasalahan-permasalahan sebelumnya yang ada di DPR.
"Terutama soal kepastian hukum mengenai dasar hukum penyelenggaraan pilkada yang direncanakan akan diselenggarakan pada tahun 2015," ungkapnya.
Sebagai salah satu upaya mengantisipasinya kata Nasef, Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya memutus pengujian Perppu Pilkada yang diajukan oleh sejumlah kalangan sebelum paripurna DPR dengan agenda pembahasan Perppu Pilkada itu dilaksanakan.
"Walaupun kewenangan untuk menyetujui atau menolak Perppu pilkada itu ada di DPR, akan tetapi setidaknya putusan MK dapat dijadikan guidance constitutional. Karena putusan MK tentunya didasarkan pada nilai dan norma yang terkandung di dalam konstitusi," tandasnya.
(kri)