Guru Mengantar Indonesia Menjadi Bangsa Beradab
A
A
A
Di hadapan delapan menteri yang datang di HUT Guru dan HUT PGRI ke 69 dengan tema Mewujudkan Revolusi Mental melalui Penguatan Peran Strategis Guru di Istora Bung Karno Senayan, Wakil Presiden Jussuf Kalla mengatakan, tidak satu menteri pun yang bisa meraih jabatannya tanpa dipandu oleh guru.
Wapres dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas jasa dan dedikasi guru yang telah mendidik dan mengajar anak-anak bangsa. Wapres mengatakan, pemerintah berke wajiban mensejahterakan guru. Alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 20 per sen dari APBN. Atas dasar undang-undang inilah pemerintah akan menjamin kesejahteraaan guru.
“Kesehatan tidak, pertahanan tidak, pertanian tidak. Padahal se muanya penting. Undang-undang kita mengharuskan anggaran pendidikan terus naik. Biaya pegawai boleh turun, tetapi pendidikan harus naik. Itulah hal mendasar bagaimana negara melihat ini dalam kerangka kemajuan bersama,” jelas Wapres di hadapan 8.000 guru se Jabodetabek.
Wapres menekankan, guru harus belajar tiada henti agar lebih berperan dalam mening katkan kemajuan bangsa ini. Tidak hanya mengikuti pelatihan, seminar atau pendidikan tambahan namun dituntut pula membaca lebih banyak buku pengetahuan.
“Jangan melihat bangsa ini dari sisi ke sulitannya, tetapi dari sisi kelebihannya. Kita jangan melihat masih banyak di antara kita yang hidup sederhana. Terima kasih atas jasa guru. Pahlawan kita semua untuk menjadikan bangsa ini lebih besar dan lebih maju lagi,” tegas Wapres.
Mendikbud Anies Baswedan juga mengakui bahwa dia adalah salah satu contoh hasil dari proses pendidikan di negeri ini. Siapapun yang berhasil mendapatkan apapun peran nya hari ini, kata dia, adalah karena guru. Maka berhenti memandang soal guru se bagai sekadar soalnya kementerian atau se batas urusan kepegawaian.
Soal guru adalah soal masa depan bangsa. Anies menerangkan, Indonesia merupakan negara dengan potensi yang luar biasa banyak. Cara paling ampuh untuk me menangkan masa depan, kata dia, adalah dengan meningkatkan kualitas manusianya. Dan berbicara kualitas manusia, tentu peran terbesar ada di pendidikan. Dengan peran strategis yang dimiliki, Mendikbud mengajak para guru untuk mengabdi dengan hati dan senang hati.
Guru tidak hanya mendidik dan mengajar anak-anak atau sekadar men jalani profesi guru. Tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pendidikan diemban oleh semua pihak, mulai dari guru, kepala sekolah, pengawas, pemerintah, dan masyarakat. Mendikbud mengungkapkan, paling tidak ada tiga persoalan besar mengenai guru kita. Pertama, distribusi penempatan guru tidak merata.
Di satu tempat kelebihan, di tempat lain serba kekurangan. Kekurangan guru juga terjadi di kota dan di desa yang dekat kota. Ini harus dibereskan. Kedua, kualitas guru yang juga tidak merata. Kita harus mencurahkan perhatian total untuk meningkatkan kualitas guru.
Mudahkan dan berikan akses bagi guru untuk mengembangkan potensi diri dan kemampuan mengajar. Bukan sekadar mendapatkan gelar pascasarjana, melainkan soal guru makin matang dan terbuka luas cakrawalanya. Ketiga, kesejahteraan guru tak me ma dai.
Dengan sertifi kasi guru telah terjadi perbaikan kesejahteraan, tetapi ada konsekuensi administratif yang sering justru merepotkan guru dan perlu dikaji ulang. Selain soal guru honorer, guru bantu yang masih sering diperlakuan secara tak terhormat. Semua guru harus dijamin kesejahteraannya. Melihat kondisi sebagian besar guru hari ini, kita seharusnya malu.
Kita titipkan masa depan anak-anak kepada guru, tetapi kita tak hendak peduli nasib guru-guru itu. Nasib anak-anak kita serahkan kepada guru, tetapi nasib guru amat jarang menjadi perhatian kita, terutama kaum terdidik, yang sudah merasakan manfaat keterdidikan. Bangsa Indonesia harus berubah. Negara dan bangsa ini harus menjamin nasib guru.
Menurut Anies, guru pantas mendapat kehormatan karena telah menjalankan peran terhormat bagi bangsa. Dia mengajukan dua ide sederhana menunjukkan rasa hormat kepada guru melalui jalur negara dan jalur gerakan masyarakat. Pertama, negara harus memberikan jaminan kesehatan bagi guru dan keluarganya tanpa kecuali. Kedua, nega ra menyediakan jaminan pendidikan bagi anak- anak guru.
“Bangsa ini harus malu jika ada guru yang sudah mengajar 25 tahun, lalu anaknya tak ada ongkos untuk kuliah. Jaminan kesehatan dan pendidikan ke luarganya adalah kebutuhan mendasar bagi guru. Kita harus mengambil sikap tegas: amankan nasib guru dan keluarganya se hingga guru bisa dengan tenang mengamankan nasib anak kita,” tuturnya.
Di jalur masyarakat, Gerakan Hormat Guru harus dimulai secara kolosal. Misalnya, para pilot dan awak pesawat, gurulah yang menjadikanmu bisa terbang, sambutlah mereka sebagai penumpang VIP di pe sawatmu, undang mereka boarding lebih awal.
Sejarah Hari Guru
Sejarah Hari Guru tidak lepas dari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945. Awalnya, PGRI bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang berdiri pada 1912. Lalu pada 1932 berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
PGI ini kala itu anggotanya terdiri dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah dan penilik sekolah yang mengajar di sekolah desa dan sekolah rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, semua organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan akhirnya Persatuan Guru Indonesia (PGI) tak bisa lagi beraktivitas.
Namun, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, PGI kembali berkiprah dan berhasil mengadakan Kongres Guru Indonesia untuk yang pertama kalinya, tanggal 24-25 November 1945 dan diproklamirkan menjadi lahirnya PGRI dan juga Hari Guru.
Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Di dalam kongres inilah, PGRI didirikan dengan tujuan antara lain mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyat an.
Sebagai penghormatan kepda guru, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden No 78/1994 menetapkan 25 November sebagai Hari Guru Nasional untuk diperingati setiap tahun. Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo menyatakan, Pendidikan harus dinomorsatukan sebagai episentrum perekayasaan kema nusia an dalam gerak sentrifugal pencapaian tujuan kenegaraan, seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Hal ini juga sejalan dengan konstitusi yang telah menetapkan negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Pendidikan adalah jalan utama revolusi mental, dan ini menuntut bukan hanya kepedulian para pemimpin pada pendidikan, tetapi juga kesediaan untuk melakukan perubahan secara terukur dan terencana. Tanpa perubahan, revolusi mental jadi absurd karena situasi mental sekarang justru sebagai produk sistem yang ada.
Pemerintah baru, diharapkan menjadikan pendidikan sebagai jalan strategis utama untuk menggerakkan revolusi mental. Oleh sebab itu guru sebagai ujung tombak perubahan perlu dimuliakan dengan diperkuat jati diri dan perannya.
Terkait dengan pemuliaan guru, Sulistiyo menyebutkan PGRI menyampaikan pengharga an dan ucapan terima kasih karena Presiden telah memastikan tidak akan mengurangi kesejahteraan guru, bahkan jika kemampuan memungkinkan akan me nambahnya. Lalu PGRI mengusulkan agar guru dan tenaga kependidikan dikelola dalam satu direktorat jenderal, tidak terpisah-pisah seperti yang masih berjalan saat ini.
Pihaknya sangat memahami perlunya peningkatan kinerja dan profesionalitas guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan profesionalitas dan kompetensi guru, pemerintah supaya melaksanakan pelatihan seluruh guru. “Untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tunjangan profesi guru diharapkan segera dapat diterima oleh seluruh guru dengan tepat waktu dan tepat jumlah, serta dibayarkan bersama gaji. Pembayaran tunjangan profesi guru tahun ini tidak lebih baik dari tahun lalu,” terangnya.
Neneng zubaidah
Wapres dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas jasa dan dedikasi guru yang telah mendidik dan mengajar anak-anak bangsa. Wapres mengatakan, pemerintah berke wajiban mensejahterakan guru. Alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 20 per sen dari APBN. Atas dasar undang-undang inilah pemerintah akan menjamin kesejahteraaan guru.
“Kesehatan tidak, pertahanan tidak, pertanian tidak. Padahal se muanya penting. Undang-undang kita mengharuskan anggaran pendidikan terus naik. Biaya pegawai boleh turun, tetapi pendidikan harus naik. Itulah hal mendasar bagaimana negara melihat ini dalam kerangka kemajuan bersama,” jelas Wapres di hadapan 8.000 guru se Jabodetabek.
Wapres menekankan, guru harus belajar tiada henti agar lebih berperan dalam mening katkan kemajuan bangsa ini. Tidak hanya mengikuti pelatihan, seminar atau pendidikan tambahan namun dituntut pula membaca lebih banyak buku pengetahuan.
“Jangan melihat bangsa ini dari sisi ke sulitannya, tetapi dari sisi kelebihannya. Kita jangan melihat masih banyak di antara kita yang hidup sederhana. Terima kasih atas jasa guru. Pahlawan kita semua untuk menjadikan bangsa ini lebih besar dan lebih maju lagi,” tegas Wapres.
Mendikbud Anies Baswedan juga mengakui bahwa dia adalah salah satu contoh hasil dari proses pendidikan di negeri ini. Siapapun yang berhasil mendapatkan apapun peran nya hari ini, kata dia, adalah karena guru. Maka berhenti memandang soal guru se bagai sekadar soalnya kementerian atau se batas urusan kepegawaian.
Soal guru adalah soal masa depan bangsa. Anies menerangkan, Indonesia merupakan negara dengan potensi yang luar biasa banyak. Cara paling ampuh untuk me menangkan masa depan, kata dia, adalah dengan meningkatkan kualitas manusianya. Dan berbicara kualitas manusia, tentu peran terbesar ada di pendidikan. Dengan peran strategis yang dimiliki, Mendikbud mengajak para guru untuk mengabdi dengan hati dan senang hati.
Guru tidak hanya mendidik dan mengajar anak-anak atau sekadar men jalani profesi guru. Tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pendidikan diemban oleh semua pihak, mulai dari guru, kepala sekolah, pengawas, pemerintah, dan masyarakat. Mendikbud mengungkapkan, paling tidak ada tiga persoalan besar mengenai guru kita. Pertama, distribusi penempatan guru tidak merata.
Di satu tempat kelebihan, di tempat lain serba kekurangan. Kekurangan guru juga terjadi di kota dan di desa yang dekat kota. Ini harus dibereskan. Kedua, kualitas guru yang juga tidak merata. Kita harus mencurahkan perhatian total untuk meningkatkan kualitas guru.
Mudahkan dan berikan akses bagi guru untuk mengembangkan potensi diri dan kemampuan mengajar. Bukan sekadar mendapatkan gelar pascasarjana, melainkan soal guru makin matang dan terbuka luas cakrawalanya. Ketiga, kesejahteraan guru tak me ma dai.
Dengan sertifi kasi guru telah terjadi perbaikan kesejahteraan, tetapi ada konsekuensi administratif yang sering justru merepotkan guru dan perlu dikaji ulang. Selain soal guru honorer, guru bantu yang masih sering diperlakuan secara tak terhormat. Semua guru harus dijamin kesejahteraannya. Melihat kondisi sebagian besar guru hari ini, kita seharusnya malu.
Kita titipkan masa depan anak-anak kepada guru, tetapi kita tak hendak peduli nasib guru-guru itu. Nasib anak-anak kita serahkan kepada guru, tetapi nasib guru amat jarang menjadi perhatian kita, terutama kaum terdidik, yang sudah merasakan manfaat keterdidikan. Bangsa Indonesia harus berubah. Negara dan bangsa ini harus menjamin nasib guru.
Menurut Anies, guru pantas mendapat kehormatan karena telah menjalankan peran terhormat bagi bangsa. Dia mengajukan dua ide sederhana menunjukkan rasa hormat kepada guru melalui jalur negara dan jalur gerakan masyarakat. Pertama, negara harus memberikan jaminan kesehatan bagi guru dan keluarganya tanpa kecuali. Kedua, nega ra menyediakan jaminan pendidikan bagi anak- anak guru.
“Bangsa ini harus malu jika ada guru yang sudah mengajar 25 tahun, lalu anaknya tak ada ongkos untuk kuliah. Jaminan kesehatan dan pendidikan ke luarganya adalah kebutuhan mendasar bagi guru. Kita harus mengambil sikap tegas: amankan nasib guru dan keluarganya se hingga guru bisa dengan tenang mengamankan nasib anak kita,” tuturnya.
Di jalur masyarakat, Gerakan Hormat Guru harus dimulai secara kolosal. Misalnya, para pilot dan awak pesawat, gurulah yang menjadikanmu bisa terbang, sambutlah mereka sebagai penumpang VIP di pe sawatmu, undang mereka boarding lebih awal.
Sejarah Hari Guru
Sejarah Hari Guru tidak lepas dari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945. Awalnya, PGRI bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang berdiri pada 1912. Lalu pada 1932 berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
PGI ini kala itu anggotanya terdiri dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah dan penilik sekolah yang mengajar di sekolah desa dan sekolah rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, semua organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan akhirnya Persatuan Guru Indonesia (PGI) tak bisa lagi beraktivitas.
Namun, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, PGI kembali berkiprah dan berhasil mengadakan Kongres Guru Indonesia untuk yang pertama kalinya, tanggal 24-25 November 1945 dan diproklamirkan menjadi lahirnya PGRI dan juga Hari Guru.
Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Di dalam kongres inilah, PGRI didirikan dengan tujuan antara lain mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyat an.
Sebagai penghormatan kepda guru, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden No 78/1994 menetapkan 25 November sebagai Hari Guru Nasional untuk diperingati setiap tahun. Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo menyatakan, Pendidikan harus dinomorsatukan sebagai episentrum perekayasaan kema nusia an dalam gerak sentrifugal pencapaian tujuan kenegaraan, seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Hal ini juga sejalan dengan konstitusi yang telah menetapkan negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Pendidikan adalah jalan utama revolusi mental, dan ini menuntut bukan hanya kepedulian para pemimpin pada pendidikan, tetapi juga kesediaan untuk melakukan perubahan secara terukur dan terencana. Tanpa perubahan, revolusi mental jadi absurd karena situasi mental sekarang justru sebagai produk sistem yang ada.
Pemerintah baru, diharapkan menjadikan pendidikan sebagai jalan strategis utama untuk menggerakkan revolusi mental. Oleh sebab itu guru sebagai ujung tombak perubahan perlu dimuliakan dengan diperkuat jati diri dan perannya.
Terkait dengan pemuliaan guru, Sulistiyo menyebutkan PGRI menyampaikan pengharga an dan ucapan terima kasih karena Presiden telah memastikan tidak akan mengurangi kesejahteraan guru, bahkan jika kemampuan memungkinkan akan me nambahnya. Lalu PGRI mengusulkan agar guru dan tenaga kependidikan dikelola dalam satu direktorat jenderal, tidak terpisah-pisah seperti yang masih berjalan saat ini.
Pihaknya sangat memahami perlunya peningkatan kinerja dan profesionalitas guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan profesionalitas dan kompetensi guru, pemerintah supaya melaksanakan pelatihan seluruh guru. “Untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tunjangan profesi guru diharapkan segera dapat diterima oleh seluruh guru dengan tepat waktu dan tepat jumlah, serta dibayarkan bersama gaji. Pembayaran tunjangan profesi guru tahun ini tidak lebih baik dari tahun lalu,” terangnya.
Neneng zubaidah
(bbg)