Meningkatkan UMKM
A
A
A
NUR DIYAHFITRIANI
Mahasiswi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Sekertaris Bidang Kekaryaan dan Pengembangan Profesi HMI,
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini karena UMKM dapat menciptakan lapangan kerja terbanyak hingga mampu memberikan kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja.
Pun salah satu pemberi kontribusi terbanyak terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini diungkapkan Joseph Alois Schumpter, ahli ekonomi Amerika bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi para kewirausahaannya (entrepreneurship), UMKM termasuk di dalamnya.
Menurut Data Kementerian Koperasi dan UKM 2013, jumlah UMKM di Indonesia tercatat 57.895.721, atau naik 2,41% dari 56.534.592 pada tahun 2012. UMKM menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3% dari total tenaga kerja Indonesia serta menyumbang 57,12% dari total PDB. Apabila UMKM terus ditingkatkan, dapat kita bayangkan banyak tenaga kerja yang terserap setiap tahunnya, serta banyak uang UMKM menyumbang PDB. Pascakrisis, peningkatan peran dan kegiatan UMKM semakin jelas.
UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat bahkan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun berikutnya. Dapat dikatakan bahwa UMKM mudah beradaptasi pada kondisi pasang surut kondisi perekonomian dan arah permintaan pasar.
Menciptakan lapangan kerja lebih cepat dibanding sektor usaha lain dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Namun, hingga kini UMKM belum mengalami perkembangan signifikan, meski ketangguhannya sudah terbukti pada saat terjadi krisis. Potensi yang dimiliki UMKM belum menjadi modal yang cukup untuk terus maju.
Sistem perekonomian nasional masih belum memberikan kesempatan bagi UMKM pada sisi permodalan. Inilah yang menjadi salah satu faktor kritis bagi UMKM dalam pemenuhan kebutuhan modal kerja untuk pengembangan usaha. Untuk itu, pemerintah perlu memperluas sistem kredit khusus dengan syarat yang tidak menyulitkan UMKM dalam memperoleh modal usaha, baik melalui sektor jasa finansial formal, informal, skema peminjaman, atau dana modal ventura.
Selain masalah pembiayaan yang berdampak pada operasional UMKM, kualitas SDM juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, semisal keterampilan, penguasaan teknologi, dan rendahnya kompetensi SDM. Dari itu, pemerintah perlu mengadakan pelatihan bagi UMKM dalam aspek kewirausahaan, pengetahuan, dan keterampilan dalam pengembangan usaha.
Harapannya, masa depan UMKM mampu menjadi kekuatan ekonomi yang produktif dan berdaya saing di pasar lokal maupun asing seiring mulai diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN (AFTA) dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Mahasiswi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Sekertaris Bidang Kekaryaan dan Pengembangan Profesi HMI,
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini karena UMKM dapat menciptakan lapangan kerja terbanyak hingga mampu memberikan kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja.
Pun salah satu pemberi kontribusi terbanyak terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini diungkapkan Joseph Alois Schumpter, ahli ekonomi Amerika bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi para kewirausahaannya (entrepreneurship), UMKM termasuk di dalamnya.
Menurut Data Kementerian Koperasi dan UKM 2013, jumlah UMKM di Indonesia tercatat 57.895.721, atau naik 2,41% dari 56.534.592 pada tahun 2012. UMKM menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3% dari total tenaga kerja Indonesia serta menyumbang 57,12% dari total PDB. Apabila UMKM terus ditingkatkan, dapat kita bayangkan banyak tenaga kerja yang terserap setiap tahunnya, serta banyak uang UMKM menyumbang PDB. Pascakrisis, peningkatan peran dan kegiatan UMKM semakin jelas.
UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat bahkan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun berikutnya. Dapat dikatakan bahwa UMKM mudah beradaptasi pada kondisi pasang surut kondisi perekonomian dan arah permintaan pasar.
Menciptakan lapangan kerja lebih cepat dibanding sektor usaha lain dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Namun, hingga kini UMKM belum mengalami perkembangan signifikan, meski ketangguhannya sudah terbukti pada saat terjadi krisis. Potensi yang dimiliki UMKM belum menjadi modal yang cukup untuk terus maju.
Sistem perekonomian nasional masih belum memberikan kesempatan bagi UMKM pada sisi permodalan. Inilah yang menjadi salah satu faktor kritis bagi UMKM dalam pemenuhan kebutuhan modal kerja untuk pengembangan usaha. Untuk itu, pemerintah perlu memperluas sistem kredit khusus dengan syarat yang tidak menyulitkan UMKM dalam memperoleh modal usaha, baik melalui sektor jasa finansial formal, informal, skema peminjaman, atau dana modal ventura.
Selain masalah pembiayaan yang berdampak pada operasional UMKM, kualitas SDM juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, semisal keterampilan, penguasaan teknologi, dan rendahnya kompetensi SDM. Dari itu, pemerintah perlu mengadakan pelatihan bagi UMKM dalam aspek kewirausahaan, pengetahuan, dan keterampilan dalam pengembangan usaha.
Harapannya, masa depan UMKM mampu menjadi kekuatan ekonomi yang produktif dan berdaya saing di pasar lokal maupun asing seiring mulai diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN (AFTA) dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
(bbg)