Pemerintah Intervensi Partai Golkar

Kamis, 27 November 2014 - 10:59 WIB
Pemerintah Intervensi Partai Golkar
Pemerintah Intervensi Partai Golkar
A A A
JAKARTA - Sikap Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno yang meminta Polri tidak mengeluarkan izin pelaksanaan Munas IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, pada 30 November dinilai sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap partai berlambang pohon beringin tersebut.

Penilaian tersebut disampaikan sejumlah fungsionalis DPP Partai Golkar. Adapun pengamat politik menilai langkah yang ditunjukkan pemerintah tersebut tidak elegan dan sangat terasa sebagai bagian memecah kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP). Atas persoalan tersebut, Partai Golkar pun meminta Menko Polhukam menarik pernyataan itu.

”Kami tegaskan agar pernyataan Menko Polhukam itu segera ditarik,” kata Ketua DPP Partai Golkar Azis Syamsuddin dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Azis mengingatkan, berdasarkan peraturan presiden soal tugas dan fungsi eselon satu, tugas Menko Polhukam hanya mengoordinasikan perencanaan, bukan mengurusi hal yang sifatnya urusan internal partai.

Apalagi sampai mengatur waktu dan tempat pelaksanaan munas Golkar. ”Munas Golkar tidak berkaitan dengan perpres karena bersifat internal,” jelasnya. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Golkar, Nurul Arifin, menyesalkan sikap Menko Polhokam yang justru memanas-manasi situasi, bukan justru mendinginkan situasi yang terjadi di internal Partai Golkar.

Menurut Nurul, semestinya Menko Polhukam menjamin dan menjaga agar situasi tetap aman dan kondusif. ”Tapi, pernyataan Menko Polhukam tersebut terkesan menakut-nakuti dan mau lepas tangan jika situasi dalam munas Golkar tidak terkendali. Intervensinya terlalu jauh, seharusnya diantisipasi, itu tugas keamanan,” sebutnya.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mendesak pemerintah tidak mengintervensi aktivitas politik, karena hal tersebut bisa mengembalikan situasi politik seperti era Orde Baru (Orba). Apalagi Partai Golkar adalah partai pemenang nomor dua dalam pileg. Artinya, keberadaannya absah secara hukum.

”Cekcok yang dihadapi Golkar adalah urusan internal Golkar. Semestinya biar saja Golkar menyelesaikan masalahnya sendiri supaya di antara para elite Golkar bertanggung jawab menuntaskan konflik Golkar,” ujarnya. Siti Zuhro mengakui nuansa intervensi politik sangat terasa ketika Menko Polhukam menyerukan agar munas Golkar tidak dilaksanakan di Bali.

Alumnus Fisip Universitas Jember itu juga mencium adanya upaya-upaya untuk memecah belah KMP melalui Partai Golkar. ”PPP sudah pecah dan bergabung ke KIH. Bagi kekuatan-kekuatan politik yang ada, Golkar sebagai penopang KMP memiliki posisi strategis sehingga bila soliditas Golkar goyah, maka akan goyah juga eksistensi KMP,” katanya.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menilai langkah yang ditunjukkan Menko Polhukam kurang elegan. Sebab, lembaga yang berhak menyatakan soal kerawanan dan keamanan adalah Polri.”Jauh lebih profesional bila statement itu dikeluarkan dari Kapolri, bukan Menko Polhukam. Terlalu kecil bagi seorang Menko Polhukam menyatakan soal itu,” katanya.

Menurut Gun Gun, harusnya Menko Polhukam melakukan koordinasi dengan Polri. Selanjutnya, lembaga tersebut yang menyatakan sebab urusan keamanan adalah porsinya Polri. Adapun Menko Polhukam semestinya mengelola isupublik dengan baik dan strategis sehingga tidak merugikan pemerintah.

”Namanya politik pasti ada dinamika internal yang harus dipahami bahwa itu urusan intern partai. Jangan sampai ada kesan dari publik pemerintah lakukan intervensi. Masuknya pemerintah ke ranah politik,” katanya. Di lain pihak, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menepis anggapan dirinya melarang penyelenggaraan Munas IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali pada 30 November mendatang.

”Di mana saya mengatakan saya melarang. Saya hanya mengingatkan, mengimbau, dan menyarankan. Silakan dibaca lagi rilisnya, tidak ada kata larangan,” ujar Tedjo di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, kemarin. Bila melihat dan berkaca pada peristiwa bentrok fisik yang terjadi antara kedua massa di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Tedjo memperkirakan adanya potensi konflik.

Sebab, Golkar akan mengundang DPD I dan DPD II. ”Kalau DPD I sekitar 34 orang, kemudian DPD II sekitar 490 orang sekian. Anggaplah 500 orang. Lalu DPP dengan membawa orang-orang. Jumlahnya yang datang ribuan di sana. Nah, dengan dimajukannya ini (munas) 30 November, yang tadinya 15 Januari, ini ada dua kubu yang tidak setuju.

Mungkin saja mereka akan datang ke sana sehingga terjadi keresahan. Itu prediksi saya. Prediksi ini bukan tidak mungkin. Di sini saja hanya beberapa orang ramai kan? Sampai mereka benturan fisik, bagaimana di sana?” ucapnya. Apalagi, pada saat akhir tahun ini Bali dipenuhi wisatawan. Apabila terjadi konflik, yang dikhawatirkan citra Indonesia di mata internasional akan buruk.

Kemudian muncul travel warning. Akibatnya, wisatawan tidak akan datang ke sini karena mereka akan pikir-pikir dua kali untuk datang ke Indonesia. Atas dasar itu, dia mengingatkan kepada Polri untuk melihat lagi izin pelaksanaan munas partai itu di Bali. Tidak hanya itu, dia juga meminta kepada pimpinan Partai Golkar untuk menunda mengingat ada potensi konflik.

”Jadi saya mengingatkan kepada pimpinan Polri dan Golkar. Saya tidak ada kewenangan untuk memerintahkan Polri menghentikan. Tidak ada kewenangan saya untukitu. Tapisaya ingatkan. Rilis pers yang kemarin saya berikan kepada wartawan intinya seperti itu. Saya mengimbau dengan pertimbangan-pertimbangan,” katanya.

Mantan KSAL ini kembali menegaskan, peringatan itu diberikan agar mereka berhatihati dalam menggelar munas di Bali. ”Kalau toh dilaksanakan di tempat lain yang sepi, tidak ada orang, silakan saja. Silakan, saya enggak ada masalah. Kalau saya tidak mengingatkan sebagai menko polhukam ya salah juga. Itu adalah tugas saya dalam rangka kepentingan nasional yang lebih besar daripada kepentingan kelompok-kelompok tertentu,” bebernya.

Kemarin Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga membantah pemerintah mengintervensi Partai Golkar dengan melarang munas Partai Golkar di Bali. Menurut mantan ketua umum DPP Partai Golkar ini, sebenarnya munas diadakan di mana saja boleh, asalkan bisa ada jaminan dari aparat keamanan bahwa tidak terjadi kerusuhan seperti yang terjadi di Kantor Pusat DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta.

”Kita tidak intervensi, tapi pemerintah hanya melihat dari sudut keamanan saja mengingat Bali adalah kota pariwisata. Apa jadinya kalau di Bali terjadi kerusuhan dan ada massa bawa parang, apa kata dunia internasional?” kata JK di Jakarta kemarin.

JK mengakui dirinya sudah berbicara dengan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono agar masingmasing pihak bisa menahan diri danjangansampaimenimbulkan perpecahan apalagi sampai ada intimidasi. Dia jugaberharapagar perselisihan di tubuh Partai Golkar bisa segera diakhiri dengan cara damai dan mengakomodasi masing-masing pihak dengan baik.

Dia pun khawatir perpecahan Partai Golkar akan memberikan efek yang kurang baik bagi proses demokrasi di Indonesia. ”Sebaiknya dicari jalan tengah dan saya yakin itu bisa dicapai oleh masing-masing pihak. Sekali lagi tak boleh ada intimidasi dan intervensi dari mana pun,” katanya.

Berlebihan

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pernyataan Menko Polhukam yang melarang kepolisian mengeluarkan izin penyelenggaraan munas Partai Golkar pada 30 November-3 Desember 2014 di Bali adalah sebuah pernyataan offside.

”Menko Polhukam sudah berlebihan dalam bertindak. Tak sepantasnya dia mencampuri terlalu jauh urusan internal partai politik. Jika yang dikhawatirkan dalam penyelenggaraan munas adalah kisruh, Menko Polhukam seharusnya menindak tegas dalang yang menjadi kekisruhan. Bukan lantas melarang penyelenggaraan Munas,” ujar Fadli Zon.

Anggota Fraksi PAN, Viva Yoga Mauladi menilai intervensi terjadi karena tidak memahami undang-undang. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah harus menjalankan fungsi sesuai dengan undang-undang, sebaliknya jangan masuk ke parpol dan menjadi pemicu konflik internal partai lain.

Menurut Viva, jika pemerintah tidak bijaksana dan tidak paham undang-undang bahkan terkesan mengintervensi, maka tidak akan menutup kemungkinan bahwa opini pemerintah ingin menghancurkan KMP akan terbangun. ”Biarlah masing-masing parpol itu menyelesaikan persoalannya masing-masing. Pemerintah itu tidak berpikir kelompok, jangan bikin opiniopini yang menjadi perdebatan yang tidak produktif,” tekannya.

Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem, Jhonny G Plate, yang dikonfirmasi mengenai pernyataan Menko Polhukam menandaskan bahwa sekarang ini Menko Polhukam bukan elite Partai NasDem lagi karena sudah mengundurkan diri sebagai pengurus. Pernyataan Menko Polhukam menjadi domain pemerintah.

”Nanti ditanyakan pada Menko Polhukam, silakan ditanyakan,” kelit Jhonny. Namun dia melihat pernyataan yang disampaikan Menko Polhukam tidak sertamerta diterjemahkan sebagai intervensi, bisa juga sebagai dorongan penyelesaian masalah.” Ketika ada penyelesaian dari pemerintah perlu disambut baik,” katanya.

Kiswondari/Sucipto/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5884 seconds (0.1#10.140)