Penanganan Banjir Sekadar Janji

Rabu, 26 November 2014 - 11:18 WIB
Penanganan Banjir Sekadar...
Penanganan Banjir Sekadar Janji
A A A
JAKARTA - Selama dua tahun terakhir penanggulangan banjir di Ibu Kota baru dikerjakan sebagian kecil oleh Pemprov DKI Jakarta. Semuanya pun dilaksanakan secara sporadis.

Hasilnya pun jauh dari harapan masyarakat. Ketika hujan turun, sejumlah titik di Jakarta masih saja kebanjiran. Ironisnya bidang ini dijadikan sebagai program prioritas Pemprov DKI Jakarta. Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga menjelaskan, banyak pekerjaan rumah (PR) yang belum dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam penanggulangan banjir.

Selama dua tahun terakhir pembenahan penampungan air baru terfokus pada titik-titik kecil. Sebagai contoh untuk waduk. Perbaikan baru dilakukan pada Waduk Pluit dan Waduk Ria-Rio. Itu pun belum tuntas dikerjakan. Masih banyak lahan yang ditempati bangunan liar oleh warga. Luas lahan Waduk Pluit belum kembali normal seluas 80 hektare. Begitu juga Waduk Ria Rio masih berkutat pada pembebasan lahan.

”Itu baru untuk dua waduk. Masih ada 40 waduk lain yang belum diperhatikan. Ditambah pula dengan 14 situ. Itu belum dikerjakan,” kata Joga kemarin. Belum lagi pembebasan lahan di sepanjang 13 sungai yang melintasi Ibu Kota.

Jika pun ada pembebasan lahan, itu hanya dikerjakan secara terputus dan tidak tersambung satu sama lain. Akibat itu, air tidak mengalir dengan baik ke hilir. Pembenahan saluran drainase di tengah kota juga tidak optimal. Dari seluruh drainase yang ada, hanya 33% yang berfungsi normal. Lainnya tidak mampu mengaliri air jatuhan hujan ke saluran penghubung dan makro.

Tak ayal kondisi seperti ini ketika turun hujan menimbulkan genangan yang berdampak pada mobilitas masyarakat. Kondisi serupa terjadi pada 40 pompa air yang tidak berfungsi. ”Sangat disayangkan sekali anggaran yang dialokasikan dalam APBD hanya terserap sedikit. Itu pun terkesan penyerapan kurang tepat sasaran,” sebut Ketua Langsekap Indonesia ini.

Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas menuturkan, pengerukan saluran mikro oleh Sudin Pekerjaan Umum (PU) Tata Air di setiap wilayah tidak akan memberikan dampak sepanjang saluran makro saluran penghubung belum rampung dikeruk.

”Hasil yang didapatkan, air dari sumber pembuangan rumah warga akan meluap atau terkepung karena air tidak tersalurkan ke saluran penghubung dan makro,” ungkapnya. Hujan deras yang mengguyur Jakarta Selatan kemarin pagi membuat Kali Mampang, Kelurahan Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan meluap.

Puluhan rumah warga sekitar Pasar Kambing (Tempat Pemotongan Hewan) atau Pasar Buncit pun terendam banjir. ”Volume airnya meningkat terus bisa mencapai paha orang dewasa atau sekitar 70 cm. Bahkan di depan Pasar Buncit air sudah mencapai paha orang dewasa,” sebut Agus, 50, warga setempat. Intensitas hujan dalam kurun waktu tiga hari belakangan ini memang cukup tinggi.

Puluhan rumah warga dari empat wilayah rukun tetangga di RW 04 dari RT 01, RT 03, RT 11, dan RT 12 terendam banjir. Banjir juga sempat memutuskan jalan yang memisahkan Kelurahan Bangka dengan Kelurahan Duren Tiga. Sementara di Pasar ITC Cipulir banjir menggenangi lokasi sentra penjualan baju dan tekstil.

Kemudian di kawasan Ulujami, dan Petogogan, Pulo Raya, Kebayoran Baru, puluhan rumah warga juga terendam banjir. Di depan Hotel Pop, Jalan Kemang Raya, Mampang, digenangi banjir setinggi 40 cm. Sebelumnya hujan Senin (24/11) menyebabkan 11 titik genangan di Ibu Kota.

Pakar sosial dan budaya dalam arsitektur dan perancangan perkotaan Universitas Indonesia (UI) Gunawan Tjahjono mengatakan, tidak optimalnya revitalisasi saluran drainase di tengah kota karena pekerjaan itu tidak terkoordinasi dengan baik. Antarbidang yang mengerjakan proyek tidak membuat perencanaan yang terkoordinasi.

Pekerjaan itu mulai dari penggalian utilitas kabel, utilitas pipa air, pipa gas, perbaikan trotoar, penyempurnaan taman kota pinggir jalan, hingga pengerukan saluran air. Buktinya di satu lokasi yang sama terdapat pekerjaan berbeda di dalam tempo waktu berdekatan.

Parahnya lagi, pekerjaan itu bukan memberikan efek estetika kota dan kenyamanan masyarakat, melainkan memberikan gangguan berupa genangan. ”Koordinasi ini yang harus dibenahi antar bidang. Kalau dibiarkan bekerja sendiri-sendiri, hasilnya tidak akan pernah berubah,” ungkapnya.

Dia menyebutkan, selama ini musim hujan selalu dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat dan pemerintah. Mestinya air itu tidak dibuang atau dialiri ke laut saluran lain. Air bisa ditampung di sarana penyerapan air, berupa membangun waduk dan situ. Pembangunan itu harus dilakukan secara terintegrasi antardaerah.

Dampak banjir yang diterima warga Jakarta salah satunya akibat kiriman air dari hulu. Bila di daerah hulu seperti Puncak atau Bogor dibangun waduk, air itu sebagai anugerah dan sumber penghidupan. Sedangkan di tengah kota Jakarta, air diserap menggunakan sumur resapan air dan biopori. Keberadaan sarana ini bisa menambah ketersediaan air bawah tanah.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengklaim beberapa titik genangan sudah berkurang banyak karena lurah dan camat membersihkan saluran dengan baik. Kendati demikian, masih ada titik banjir dan genangan di beberapa lokasi akibat pompa air tidak jalan.

Tidak menyalanya pompa itu akibat sambungan listrik tidak ada. ”Beberapa (listrik di pompa) sudah disambung. Bicara jujur Kampung Pulo pasti banjir karena mereka tinggal di dalam sungai. Bukit Duri juga banjir, kecuali bisa dibereskan,” sebutnya.

Ilham/Helmi syarif
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0632 seconds (0.1#10.140)