Militer Israel Hancurkan Rumah Warga Palestina
A
A
A
YERUSALEM - Tentara Israel menghancurkan rumah warga Palestina, Abdel- Rahman Shaloudi, 21, yang dituduh membunuh dua warga Israel. Penghancuran secara sepihak itu dianggap sebagai upaya untuk membuat jera warga Palestina.
Aksi kekejaman Israel itu dilakukan hanya sehari setelah dua warga Palestina membunuh empat warga Israel dan seorang polisi. “Rumah (Shaloudi) di wilayah Silwan telah dihancurkan,” demikian keterangan militer Israel, dikutip AFP . Sikap otoriter militer Israel itu dilakukan menindaklanjuti perintah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu. Dia berjanji akan menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang melakukan penyerangan di Yerusalem.
“Saya memerintahkan penghancuran warga Palestina yang melakukan penyerangan. Penghancuran itu harus dilakukan secepatnya,” ancam Netanyahu. Selain itu, Netanyahu juga menyerukan persatuan di Israel menyusul pembunuhan empat umat Yahudi. Dia juga meminta agar warga tidak main hakim sendiri.
“Warga Israel, saya meminta Anda untuk memperlihatkan kewaspadaan dan untuk menghormati hukum karena negara akan membawa semua teroris dan mengirimkannya ke pengadilan,” tegasnya dikutip BBC .
Netanyahu mengungkapkan, keamanan akan ditingkatkan di Yerusalem dan rumah kedua penyerang akan dihancurkan. Penghancuran rumah memang menjadi hukuman yang dilaksanakan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Aksi itu dihentikan pada 2005 karena langkah Israel tersebut tidak menghentikan upaya warga Palestina melawan pendudukan Israel di Yerusalem.
Aksi tak berperikemanusiaan Israel itu berulang kali dikecam organisasi hak asasi manusia. Pasalnya, target penghancuran itu bukan pelaku serangan yang sudah meninggal dunia, melainkan keluarganya. “Menghukum keluarga tersangka dengan menghancurkan rumah mereka merupakan hukuman yang dilarang hukum internasional,” kata Direktur Amnesti Internasional Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther.
“Pemerintah Israel seharusnya tidak menginjakinjak hak asasi warga Palestina melalui hukuman kolektif,” imbuhnya. Shaloudi, pemilik rumah yang dihancurkan, telah ditembak mati polisi Palestina pada 22 Oktober lalu, setelah menabrakkan mobilnya ke arah pejalan kaki yang menewaskan Haya Zissel Braun yang memiliki dua kewarganegaraan, Israel dan Amerika Serikat, serta warga Ekuador, Karen Mosquera, 22.
Sebelumnya, dua warga Palestina yang bersenjata pistol dan pisau membunuh empat umat Yahudi di sinagoga di daerah Har Nof, Yerusalem, dan polisi Israel menembak mati keduanya. Serangan pada Selasa (18/11) itu merupakan yang terburuk dalam waktu enam tahun belakangan.
Parlemen Spanyol Akui Palestina
Di tengah ketegangan di Yerusalem, pengakuan terhadap kedaulatan Palestina terus bertambah. Parlemen Spanyol pada Selasa (18/11) waktu setempat, mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.
Melalui pemungutan suara di parlemen, 319 suara mendukung, 2 menolak, serta 1 abstain. Parlemen Spanyol juga meminta pemerintah untuk mengakui Palestina sebagai negara. Langkah parlemen Spanyol itu mengikuti langkah beberapa negara Eropa lainnya. Opsi pengakuan Palestina itu diajukan oposisi sosialis di Spanyol yang meminta pemerintahan konservatif agar berani untuk mengakui Palestina.
“Sesuai dengan hukum internasional, pemerintah Spanyol harus mengakui Palestina sebagai negara,” demikian keterangan resmi Parlemen Spanyol, dikutip AFP . Mereka juga menegaskan bahwa solusi konflik di jantung Timur Tengah dapat diselesaikan melalui solusi dua negara, yakni Israel dan Palestina. Sayangnya, seruan parlemen Spanyol tidak mendapatkan dukungan penuh pemerintah.
“Keputusan (parlemen) itu tidak mengikat. Itu juga tidak melampirkan tenggat waktu untuk pengakuan,” kata Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Garcia-Margallo di Brussels, Belgia. Dia mengungkapkan, pengakuan Palestina akan lebih efektif jika berkoordinasi dengan Uni Eropa.
Selain Spanyol, parlemen Prancis akan menggelar pemungutan suara pada 28 November mendatang. Partai sosialis yang berkuasa di Prancis juga meminta pemerintah mengakui Palestina sebagai negara. Prancis tidak ingin ketinggalan dengan aksi pemerintahan kiri Swedia yang juga telah mengakui Palestina sebagai negara secara resmi pada 30 Oktober lalu.
Terus bertambahnya pengakuan atas kedaulatan Palestina tersebut menjadi modal bagi Palestina untuk bermain dalam diplomasi internasional. Dukungan pengakuan juga akan menjadi kekuatan untuk menekan Israel agar mengakui Palestina sebagai negara berdaulat dalam setiap perundingan damai.
Andika hendra m
Aksi kekejaman Israel itu dilakukan hanya sehari setelah dua warga Palestina membunuh empat warga Israel dan seorang polisi. “Rumah (Shaloudi) di wilayah Silwan telah dihancurkan,” demikian keterangan militer Israel, dikutip AFP . Sikap otoriter militer Israel itu dilakukan menindaklanjuti perintah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu. Dia berjanji akan menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang melakukan penyerangan di Yerusalem.
“Saya memerintahkan penghancuran warga Palestina yang melakukan penyerangan. Penghancuran itu harus dilakukan secepatnya,” ancam Netanyahu. Selain itu, Netanyahu juga menyerukan persatuan di Israel menyusul pembunuhan empat umat Yahudi. Dia juga meminta agar warga tidak main hakim sendiri.
“Warga Israel, saya meminta Anda untuk memperlihatkan kewaspadaan dan untuk menghormati hukum karena negara akan membawa semua teroris dan mengirimkannya ke pengadilan,” tegasnya dikutip BBC .
Netanyahu mengungkapkan, keamanan akan ditingkatkan di Yerusalem dan rumah kedua penyerang akan dihancurkan. Penghancuran rumah memang menjadi hukuman yang dilaksanakan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Aksi itu dihentikan pada 2005 karena langkah Israel tersebut tidak menghentikan upaya warga Palestina melawan pendudukan Israel di Yerusalem.
Aksi tak berperikemanusiaan Israel itu berulang kali dikecam organisasi hak asasi manusia. Pasalnya, target penghancuran itu bukan pelaku serangan yang sudah meninggal dunia, melainkan keluarganya. “Menghukum keluarga tersangka dengan menghancurkan rumah mereka merupakan hukuman yang dilarang hukum internasional,” kata Direktur Amnesti Internasional Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther.
“Pemerintah Israel seharusnya tidak menginjakinjak hak asasi warga Palestina melalui hukuman kolektif,” imbuhnya. Shaloudi, pemilik rumah yang dihancurkan, telah ditembak mati polisi Palestina pada 22 Oktober lalu, setelah menabrakkan mobilnya ke arah pejalan kaki yang menewaskan Haya Zissel Braun yang memiliki dua kewarganegaraan, Israel dan Amerika Serikat, serta warga Ekuador, Karen Mosquera, 22.
Sebelumnya, dua warga Palestina yang bersenjata pistol dan pisau membunuh empat umat Yahudi di sinagoga di daerah Har Nof, Yerusalem, dan polisi Israel menembak mati keduanya. Serangan pada Selasa (18/11) itu merupakan yang terburuk dalam waktu enam tahun belakangan.
Parlemen Spanyol Akui Palestina
Di tengah ketegangan di Yerusalem, pengakuan terhadap kedaulatan Palestina terus bertambah. Parlemen Spanyol pada Selasa (18/11) waktu setempat, mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.
Melalui pemungutan suara di parlemen, 319 suara mendukung, 2 menolak, serta 1 abstain. Parlemen Spanyol juga meminta pemerintah untuk mengakui Palestina sebagai negara. Langkah parlemen Spanyol itu mengikuti langkah beberapa negara Eropa lainnya. Opsi pengakuan Palestina itu diajukan oposisi sosialis di Spanyol yang meminta pemerintahan konservatif agar berani untuk mengakui Palestina.
“Sesuai dengan hukum internasional, pemerintah Spanyol harus mengakui Palestina sebagai negara,” demikian keterangan resmi Parlemen Spanyol, dikutip AFP . Mereka juga menegaskan bahwa solusi konflik di jantung Timur Tengah dapat diselesaikan melalui solusi dua negara, yakni Israel dan Palestina. Sayangnya, seruan parlemen Spanyol tidak mendapatkan dukungan penuh pemerintah.
“Keputusan (parlemen) itu tidak mengikat. Itu juga tidak melampirkan tenggat waktu untuk pengakuan,” kata Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Garcia-Margallo di Brussels, Belgia. Dia mengungkapkan, pengakuan Palestina akan lebih efektif jika berkoordinasi dengan Uni Eropa.
Selain Spanyol, parlemen Prancis akan menggelar pemungutan suara pada 28 November mendatang. Partai sosialis yang berkuasa di Prancis juga meminta pemerintah mengakui Palestina sebagai negara. Prancis tidak ingin ketinggalan dengan aksi pemerintahan kiri Swedia yang juga telah mengakui Palestina sebagai negara secara resmi pada 30 Oktober lalu.
Terus bertambahnya pengakuan atas kedaulatan Palestina tersebut menjadi modal bagi Palestina untuk bermain dalam diplomasi internasional. Dukungan pengakuan juga akan menjadi kekuatan untuk menekan Israel agar mengakui Palestina sebagai negara berdaulat dalam setiap perundingan damai.
Andika hendra m
(ars)