Beban Hidup Rakyat Kian Berat

Rabu, 19 November 2014 - 12:35 WIB
Beban Hidup Rakyat Kian...
Beban Hidup Rakyat Kian Berat
A A A
JAKARTA - Masyarakat kini kian berat menanggung beban hidup. Sehari setelah Presiden JokoWidodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, masyarakat dihadapkan pada melonjaknya tarif angkutan umum dan berbagai kebutuhan pokok.

Di sisi lain, kemarin Bank Indonesia (BI) menaikkan acuan tingkat suku bunga (BI Rate) menjadi sebesar 7,75%. Transportasi umum pun menjadi salah satu sektor yang menanggung dampak naiknya harga BBM. Walaupun pemerintah belum menetapkan besaran kenaikan, pengusaha maupun sopir angkot sudah berinisiatif menaikkan tarif angkot dengan besaran bervariasi, dari Rp1.000 hingga Rp3.000.

Adapun untuk kebutuhan pokok mulai kemarin kenaikan bukan hanya terjadi pada cabai seperti seminggu belakangan, tapi juga bahan pokok lain. Kenaikan tarif angkutan di antaranya terpantau di beberapa daerah di Jawa Timur seperti di Kota Malang dan Jember.

Di Malang, tarif angkot yang sebelumnya Rp3.000 untuk penumpang dewasa dan Rp2.000 untuk penumpang pelajar kini masingmasing naik Rp1.000 menjadi Rp4.000 untuk penumpang dewasa dan Rp3.000 untuk penumpang pelajar.

“Tarif ini hanyalah hasil kesepakatan dari para pengemudi angkot dan mulai kami laksanakan pagi ini (kemarin). Nantinya tarif ini akan kami usulkan kepada wali kota untuk disahkan menjadi peraturan,” ujar Koordinator Paguyuban Pengemudi Anggota (Angkutan Kota) Jalur AMG, Edi Setiawan, kemarin.

Kondisi serupa juga terjadi di Jember. Kepala Terminal Tawang Alun, Samson, mengungkapkan adanya kenaikan tarif yang diberlakukan sendiri oleh para awak bus tersebut. Dia menyebut bus ekonomi Jember-Surabaya yang sebelumnya bertarif Rp28.000 menjadi Rp35.000 dan bus ber-AC naik dari Rp54.000 menjadi Rp65.000. Tarif angkutan kota angkot di Jember juga langsung naik Rp1.000.

Tarif angkot untuk umum yang sebelumnya Rp4.000 menjadi Rp5.000. Adapun untuk pelajar dari Rp2.000 menjadi Rp3.000. “Padahal seharusnya kenaikan tarif angkutan bus harus menunggu Surat Keputusan Menteri Perhubungan dan Gubernur Jawa Timur,” ujar Samson.

Adapun pihak Organisasi Angkutan Darat (Organda) kemarin memutuskan akan menggelar aksi mogok secara nasional hari ini sebagai bentuk protes kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika terwujud, bisa dipastikan hari ini penumpang angkutan umum bakal banyak yang telantar.

“Kebijakan itu akan merugikan pengusaha angkutan umum,” kata Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena Soerbakti seusai acara Musyawarah Kerja Nasional (Muskernas) IV Organda di Hotel Gumaya Semarang kemarin. Kementerian Perhubungan kemarin mengumumkan besaran tarif kenaikan angkutan umum sebesar 10% untuk angkutan umum jalan.

Besaran tarif tersebut merupakan penyesuaian keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan perlunya dilakukan penyesuaian tarif angkutan umum maksimum 10% dari tarif yang berlaku saat ini untuk menghindari tarif berlebihan yang berlaku di masyarakat.

“ Penyesuaian tarif ini juga mempertimbangkan sisi operator supaya tidak mengalami kerugian yang besar, tapi juga mempertimbangkan kemampuan masyarakat,” ujar dia. Adapun Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pemerintah akan berkomunikasi dengan Organda mengenai rencana mogok nasional sebagai reaksi atas kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000.

“Enggaklah (mogok nasional), kita akan komunikasi, kita akan bicarakan, Organda juga harus memikirkan kepentingan yang lebih besar,” ujar Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Kebutuhan Pokok

Sementara itu, harga kebutuhan pokok juga langsung melambung. Di sejumlah pasar tradisional Kabupaten Blitar, misalnya, cabai rawit yang sebelumnya Rp45.000/kg berubah menjadi Rp47.000. Dua pekan sebelumnya, harga cabai hanya Rp35.000. Dalam setiap hari harga cabai bertambah Rp 2.000-5.000.

Begitu pun beras, dari sebelumnya Rp7.800/kg menjadi Rp8.500. “Sementara bawang merah dan putih tetap stabil di kisaran angka Rp10.000. Namun diperkirakan dalam waktu dekat semuanya bakal ikut naik,” ujar Wiwik, seorang pedagang.

Di Pasar Bantul, Munawir, 36, pedagang ikan, mengungkapkan kenaikan harga ikan. Menurut dia, rata-rata para pemasok ikan akan menaikkan harga Rp2.000 sampai Rp5.000 setiap kilonya. Untuk cumicumi ia bisa menjual Rp50.000 sampai Rp55.000, ikan tuna Rp26.000-28.000, ikan kembung Rp25.000-28.000.

Namun hari Rabu (19/11) ini, ia memastikan harga dagangannya akan ia naikkan. Pengamat ekonomi dari Institute for Development Economy and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menjelaskan, kenaikan harga bahan pokok akibat kenaikan harga BBM rata-rata minimal sekitar 20-30%.

Dia juga mengingatkan, kenaikan harga BBM tentu akan mengakibatkan tambahan biaya hidup masyarakat. Ia mengharapkan pemerintah dapat benar-benar mengantisipasi hal tersebut.

“Pemerintah jangan berhenti di tiga kartu (KKS, Kartu Pintar, Kartu Sehat) karena ini hanya menopang di kesehatan, pendidikan, dan sedikit bantalan. Padahal ada tambahan biaya hidup yang ditimbulkan karena naiknya harga bahan pokok. Jadi harus diantisipasi betul dan pemerintah masuk ke sana,” kata Enny.

Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan optimismenya bahwa keputusan pemerintah mengurangi subsidi BBM untuk dialihkan pada pembiayaan sektor lain yang lebih produktif bisa membawa manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Dia pun mengingatkan pentingnya mengubah postur pemanfaatan subsidi tersebut dari hal yang untuk kepentingan konsumtif menjadi produktif. “Kalau saya melihat postur begitu, harus kita ubah. Dari yang boros harus ke produktif, konsumtif ke produktif. Tidak mungkin terus-terusan Rp714 triliun dalam lima tahun,” katanya.

BI Rate Jadi 7,75%

Bank Indonesia (BI) dalam rapat dewan gubernur (RDG) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (BI Rate ) sebesar 25 bps menjadi 7,75% dengan suku bunga lending facility naik 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga deposit facility tetap pada level 5,75% berlaku efektif sejak 19 November 2014.

Kenaikan BIRate ini dilakukan untuk merespons ekspektasi inflasi, menjaga kondisi defisit neraca berjalan, menjaga likuiditas perbankan, dan meningkatkan pertumbuhan kredit. “Kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkau ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran, yaitu 4 plus minus 1% pada tahun 2015,” kata Gubernur BI Agus DW Martowardjojo di Jakarta kemarin.

Menurut dia, kebijakan tersebut juga konsisten dengan kemajuan dalam mengelola defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Menurut dia, BI menyambut baik kebijakan reformasi fiskal pemerintah untuk realokasi BBM ke sektor produktif.

Menurutnya, kebijakan reformasi fiskal ini merupakan langkah mendasar dari reformasi struktural untuk fundamental ekonomi. Meskipun terjadi peningkatan harga dengan bauran kebijakan, tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer.

Menteri PPN/ Kepala Bappenas Adrinof Chaniago dalam keterangan tertulisnya mengatakan pengaruh kenaikan harga BBM Rp2.000/liter akan berpengaruh 2,27% terhadap inflasi dan akan berpengaruh 0,02% terhadap pertumbuhan ekonomi.

Meski begitu menurut perhitungan Bappenas, tiap kenaikan harga BBM bersubsidi Rp500/liter yang diikuti dengan pemanfaatan dana penghematan subsidi akan menaikkan pertumbuhan ekonomi 0,005%.

“Karena pengaruhnya sangat kecil maka diasumsikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.000, Rp2.000, atau Rp3.000 jika disertai pemanfaatan dana penghematan subsidi tidak mempengaruhi pertumbuhan,” kata Adrinof dalam paparannya. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan, tindakan BI menaikkan suku bunga di 25 bps merupakan langkah untuk mengantisipasi kenaikan inflasi.

Namun dia berujar sebetulnya antisipasi itu belum perlu dilakukan lantaran Indonesia masih menunggu Fed Rate dari AS. “Saya sih termasuk yang tidak setuju untuk dinaikkan sekarang. Karena apa, karena nanti kan ada Fed Rate juga. Nanti naik lagi, bisa-bisa BI Rate di 8,5%.

Makanya ini terlalu cepat,” kata Aviliani saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Adanya kenaikan suku bunga acuan, menurutnya, bisa menyebabkan inflasi bergerak ke arah 6,5-7% di akhir tahun 2014. Meskipun begitu, dia masih optimistis pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 masih bisa di angka 5,4-5,8%. Adapun pada kuartal IV tahun ini, dia memprediksi pertumbuhan ekonomi masih berada pada angka 5,4%.

Tim KORAN SINDO/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0794 seconds (0.1#10.140)