Golkar Sebut Jokowi-JK Tidak Peka dan Ingkar
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar akan meminta pemerintah untuk menjelaskan alasan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mulai berlaku pada hari ini.
Golkar menilai kebijakan menaikkan harga BBM tidak tepat saat ini, karena harga minyak dunia sedang turun drastis.
"Kenaikan ini sangat mengejutkan karena pemerintah saat ini baru 28 hari bekerja," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Ade Komaruddin dalam keterangan pers di tengah-tengah kegiatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-7 di Hotel Melia, Yogyakarta, Selasa (18/11/2014).
Dia menegaskan Fraksi Golkar di DPR akan meminta pemerintah untuk meminta penjelasan atas kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi ini. "Kami di parlemen akan menanyakan ke pemerintah atas kebijakan ini," tegasnya.
Ada delapan pernyataan sikap yang disampaikan atas kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut.
Pertama, kata Ade, pemerintah Jokowi-JK dianggap tidak memiliki kepekaan terhadap penderitaan rakyat.
"Kenaikan harga BBM tadi malam menunjukkan pemerintah Jokowi-JK sudah mengingkari janji-janji kampanyenya pada saat pemilihan presiden," tutur Ade.
Kedua, sulit mencari alasan dan logika untuk menaikkan harga BBM.
Dari segi hitungan ekonomi, kata dia, harga minyak dunia cenderung turun dari USD105 menjadi USD73,5 atau turun 30% dari target asumsi ICP (Indonesian Crude Price) di APBN 2015. "Kebijakan menaikkan harga BBM ini tidak tepat," katanya.
Ketiga, pemerintah tidak memiliki konsep dan perencanaan yang memadai dari dampak kenaikaan harga BBM, terutama untuk trasportasi umum, BBM nelayan, dan usaha kecil menengah (UKM).
"Sementara negara tetangga kita, Malaysia telah menurunkan harga jual BBM-nya untuk masyarakat," katanya.
Keempat, sudah saatnya pemerintah mengubah paradigma penetapan harga produksi minyak dengan meninggalkan formulasi MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang sarat permainan harga oleh mafia migas.
"Pemerintah Presiden Jokowi yang terkenal dengan revolusi mental harus menghitung formula harga produksi BBM yang mandiri, transparan, dan akuntabel jauh dari pengaruh mafia migas. Kami meyakini harga BBM bisa ditekan lagi, apabila tidak mengacu MOPS, jadi kenaikan harga BBM ini tidak realistis," tuturnya.
Kelima, sampai saat ini Fraksi Partai Golkar DPR belum melihat komitmen nyata serta langkah dan upaya sistematis pemerintah untuk mengatasi permasalahan subsidi BBM, seperti belum jelas arah kebijakan konversi BBM ke Bahan Bakar Gas.
Keenam, kenaikan harga BBM ini akan memicu laju inflasi harga-harga kebutuhan pokok masyarakat.
Kenaikan tersebut dinilainya tidak sejalan dengan program pemerintah untuk menjaga inflasi pada 2015 sebesar 4,4% sebagaimana tercantum dalam APBN 2015.
"Kondisi rakyat sudah sulit, rakyat sudah, kesulitan rakyat ditambah dengan kenaikan harga komunitas lain turut naik," katanya.
Ketujuh, soal program pemerintah yang menertibkan kartu-kartu sakti sebagai bentuk kompensasi kebijakan kenaikan BBM merupakan tidak tepat, baik aspek legalitas dan tertib anggaran.
"Itu berpotensi melanggar UU APBN, demikian pula mengenai nomenklatur mata anggaran atas program-program kompensasi atas kenaikan harga BBM," katanya.
Terakhir, Fraksi Partai Golkar akan menggunakan hak-hak konstitusi untuk meminta penjelasan pemerintah atas kebijakan kenaikan harga BBM.
Golkar menilai kebijakan menaikkan harga BBM tidak tepat saat ini, karena harga minyak dunia sedang turun drastis.
"Kenaikan ini sangat mengejutkan karena pemerintah saat ini baru 28 hari bekerja," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Ade Komaruddin dalam keterangan pers di tengah-tengah kegiatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-7 di Hotel Melia, Yogyakarta, Selasa (18/11/2014).
Dia menegaskan Fraksi Golkar di DPR akan meminta pemerintah untuk meminta penjelasan atas kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi ini. "Kami di parlemen akan menanyakan ke pemerintah atas kebijakan ini," tegasnya.
Ada delapan pernyataan sikap yang disampaikan atas kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut.
Pertama, kata Ade, pemerintah Jokowi-JK dianggap tidak memiliki kepekaan terhadap penderitaan rakyat.
"Kenaikan harga BBM tadi malam menunjukkan pemerintah Jokowi-JK sudah mengingkari janji-janji kampanyenya pada saat pemilihan presiden," tutur Ade.
Kedua, sulit mencari alasan dan logika untuk menaikkan harga BBM.
Dari segi hitungan ekonomi, kata dia, harga minyak dunia cenderung turun dari USD105 menjadi USD73,5 atau turun 30% dari target asumsi ICP (Indonesian Crude Price) di APBN 2015. "Kebijakan menaikkan harga BBM ini tidak tepat," katanya.
Ketiga, pemerintah tidak memiliki konsep dan perencanaan yang memadai dari dampak kenaikaan harga BBM, terutama untuk trasportasi umum, BBM nelayan, dan usaha kecil menengah (UKM).
"Sementara negara tetangga kita, Malaysia telah menurunkan harga jual BBM-nya untuk masyarakat," katanya.
Keempat, sudah saatnya pemerintah mengubah paradigma penetapan harga produksi minyak dengan meninggalkan formulasi MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang sarat permainan harga oleh mafia migas.
"Pemerintah Presiden Jokowi yang terkenal dengan revolusi mental harus menghitung formula harga produksi BBM yang mandiri, transparan, dan akuntabel jauh dari pengaruh mafia migas. Kami meyakini harga BBM bisa ditekan lagi, apabila tidak mengacu MOPS, jadi kenaikan harga BBM ini tidak realistis," tuturnya.
Kelima, sampai saat ini Fraksi Partai Golkar DPR belum melihat komitmen nyata serta langkah dan upaya sistematis pemerintah untuk mengatasi permasalahan subsidi BBM, seperti belum jelas arah kebijakan konversi BBM ke Bahan Bakar Gas.
Keenam, kenaikan harga BBM ini akan memicu laju inflasi harga-harga kebutuhan pokok masyarakat.
Kenaikan tersebut dinilainya tidak sejalan dengan program pemerintah untuk menjaga inflasi pada 2015 sebesar 4,4% sebagaimana tercantum dalam APBN 2015.
"Kondisi rakyat sudah sulit, rakyat sudah, kesulitan rakyat ditambah dengan kenaikan harga komunitas lain turut naik," katanya.
Ketujuh, soal program pemerintah yang menertibkan kartu-kartu sakti sebagai bentuk kompensasi kebijakan kenaikan BBM merupakan tidak tepat, baik aspek legalitas dan tertib anggaran.
"Itu berpotensi melanggar UU APBN, demikian pula mengenai nomenklatur mata anggaran atas program-program kompensasi atas kenaikan harga BBM," katanya.
Terakhir, Fraksi Partai Golkar akan menggunakan hak-hak konstitusi untuk meminta penjelasan pemerintah atas kebijakan kenaikan harga BBM.
(dam)