KPK Didesak Telusuri Harta M Saleh

Selasa, 18 November 2014 - 13:27 WIB
KPK Didesak Telusuri...
KPK Didesak Telusuri Harta M Saleh
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak menelusuri harta kekayaan milik Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Saleh. Terakhir M Saleh menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada 25 April 2013.

Berdasarkan LHKPN itu, hakim agung pemutus peninjauan kembali (PK) sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) ini tercatat memiliki kekayaan hingga Rp2.188.030.255 pada 2010. Harta ini melonjak drastis dibandingkan harta yang dimiliki Saleh pada 2006 yakni Rp993.053.651.

Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, keterlibatan KPK dalam kasus sengketa kepemilikan TPI bisa dimulai dengan memeriksa harta kekayaan dari para hakim yang mengadilinya. Apalagi, di masyarakat sudah muncul kabar yang menyebutkan ada proses yang tidak wajar dari penolakan PK kasus TPI oleh MA tersebut.

”Boleh, kalau memang ada indikasi dugaan kuat, menurut saya, kenapa tidak. Apalagi jika dikaitkan dengan harta kekayaan M Saleh itu, cocok tidak dengan yang di LHKPN yang dia buat itu,” ungkap Emerson saat dihubungi di Jakarta kemarin. Namun, menurut Emerson, kelemahan dari kasus perdata adalah jarang tersentuh publik. Padahal publik juga butuh mendapatkan informasi sehingga bisa ikut mengawasi prosesnya.

”Yang terjadi kemudian adalah kemungkinan dan dugaan-dugaan dalam kasus perdata selalu muncul,” ujarnya. Dia juga sepakat ada penelusuran yang dilakukan secara internal maupun eksternal. Menurut dia, dari internal tentu MA memiliki peran cukup besar dalam menindaklanjuti kejanggalan- kejanggalan itu.

”Apalagi sudah ada rumor dan dugaan hakim menerima uang. Dalam menangani perkara kansatu rumor yang seringkali muncul, begitu juga dengan kasus ini. Untuk itu, membuktikan ada dugaan suap-menyuap dalam perkara ini harus ada upaya menjanjikan,” katanya.

Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Choky Risda Ramadhan mendesak M Saleh memperbaharui LHKPN. M Saleh menjadi hakim agung sudah cukup lama. ”Kan dia (M Saleh) sudah naik jabatan menjadi wakil ketua Mahkamah Agung bidang yudisial. Seharusnya LHKPN yang terbaru,” sebutnya.

Menurut dia, pejabat negara wajib memperbaharui LHKPN di KPK. Apalagi sekarang diperluas sampai pejabat eselon satu. Harta M Saleh yang sudah disampaikan ke KPK terdiri atas kekayaan berupa tanah dan bangunan senilai Rp812.400.000 pada catatan 2010. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya pada 2006 yang hanya Rp536.100.000.

M Saleh diketahui memiliki sejumlah rumah dan tanah di daerah Temanggung, Malang, Pamekasan, Jakarta Timur, dan Semarang. Menurut dokumen yang berasal dari KPK, dalam kurun satu tahun yakni periode 2010-2011 M Saleh telah membelanjakan uangnya sekitar Rp1,8 miliar untuk membeli tiga bidang tanah dan bangunan.

Dua bidang tanah dan bangunan di Malang yang nilainya sekitar Rp1 miliar dan satu bidang tanah di Jakarta senilai lebih kurang Rp800 juta. Tiga bidang tanah tersebut melengkapi kekayaan M Saleh yang diperolehnya dari hibah, warisan, dan perolehan sendiri. Di Temanggung dan Malang, M Saleh memiliki beberapa bidang tanah yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.

M Saleh diketahui pernah berdinas di Temanggung pada 1991-1993 dan mencatatkan hibah tanah seluas 300 meter persegi yang diperoleh pada 1995. Sedangkan di Kota Malang, tanah hibah yang dimiliki M Saleh bernilai Rp156 juta, berdasarkan nilai yang dilaporkannya pada 2010.

Tanah itu tidak termasuk di Jakarta Timur, tempat di mana M Saleh pernah mengabdikan kariernya sebagai wakil ketua PN Jakarta Timur pada 1998. Pada 2001 M Saleh tercatat membeli dua bidang tanah senilai Rp111 juta dan pada 2003 Saleh mengaku mendapatkan dua bidang tanah senilai Rp164 juta satu di antaranya sebagai warisan. M Saleh juga tercatat memiliki sejumlah alat transportasi.

Pada 2006 kekayaan M Saleh berupa alat transportasi mencapai Rp195 juta. Angka ini naik pada 2010 menjadi Rp360 juta. Hakim kelahiran Pamekasan, 23 April 1946 ini juga diketahui memiliki kekayaan berupa peternakan dan perkebunan. Nilainya pada 2006 dan 2010 sama yakni Rp50 juta. Dia juga memiliki harta berupa logam mulia dan batu mulia yang pada 2006 nilainya Rp104 juta dan meningkat pada 2010 sebesar Rp141 juta.

Selain itu, M Saleh juga memiliki simpanan berupa giro dan setara kas lainnya. Pada 2006 nilainya mencapai Rp107.953.651. Pada 2010 nilainya melonjak menjadi Rp824.630.225. Seperti diketahui, MA dengan Ketua Majelis Hakim M Saleh dan hakim anggota Hamdi serta Abdul Manan menolak pengajuan PK sengketa kepemilikan TPI yang diajukan PT Berkah Karya Bersama.

Sejumlah pihak mempertanyakan putusan MA tersebut sebab para pihak yang bersengketa yakni PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut sepakat membawa persoalan ini ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) mempersilakan para pihak beperkara mengikuti putusan BANI jika berdamai nanti.

”Kalau damai, ngapain ikutin putusan MA,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur. Karena itu, Ridwan menyatakan MA tidak mempersoalkan jika nanti putusan MA tidak digunakan oleh para pihak bersengketa. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang beperkara.

”Terserah mau pakai yang mana (MA atau BANI), kanbisa saja duduk bersama di BANI, yang ideal kan putusan dengan damai. Ada yang rugi-rugi sedikit biasalah, ngalah-ngalahsedikit,” ucapnya. Pakar hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai, putusan yang dikeluarkan MA soal sengketa kepemilikan TPI sangat aneh sebab masalah tersebut sedang ditangani BANI.

”Kan sudah jelas di Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dikatakan bahwa kalau penyelesaian itu sudah melalui forum arbitrase, tidak bisa diambil oleh MA,” kata Asep. PT Berkah Karya Bersama, menurut dia, bisa mengajukan PK kembali jika merasa dirugikan karena putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap.

”MA itu upaya terakhir, kecuali kalau ada novum. Tapi, kalau sudah inkracht,tidak ada lagi upaya hukum,” ujarnya. Menurut dia, jika ada bukti awal hakim agung yang mengeluarkan putusan tersebut menerima suap, Komisi Yudisial atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bergerak. ”Kalau toh ada indikasi awal bukti penyuapan dan memang melanggar hukum, Komisi Yudisial (KY) atau KPK juga harus turun tangan,” paparnya.

Dian ramdhani/Nurul adriyana/Sindonews/Okezone
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7577 seconds (0.1#10.140)