PDIP Ganti 121 Anggota DPR dan DPRD
A
A
A
JAKARTA - Internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kembali bergolak. Partai pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 melakukan pergantian terhadap 121 anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pergantian antarwaktu (PAW) karena sejumlah kader melakukan pelanggaran terkait persaingan antarcalon legislatif (caleg). Padahal, PDIP sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) mengenai larangan pengalihan suara pada saat Pileg 2014. ”Prosesnya sedang kita kerjakan semua, total ada 121 anggota,” kata anggota Mahkamah Partai DPP PDIP Trimedya Panjaitan di Jakarta kemarin.
Trimedya menjelaskan, Mahkamah Partai menemukan pengalihan suara di pemilu lalu. Karena itu, DPP PDDIP segera menjatuhkan sanksi tegas kepada kadernya yang menggunakan cara-cara ilegal itu agar terpilih menjadi anggota Dewan.
”Partai membuat aturan larangan pengalihan suara partai agar di internal solid, bukan malah berantem, tetapi kenyataannya ada yang melakukan itu sehingga partai harus tegas memberikan sanksi,” ungkap Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan ini.
Menurut Trimedya, PDIP memang membagi penyelesaian atas sengketa pemilu menjadi dua. Untuk yang berkaitan dengan caleg partai diselesaikan di Mahkamah Konstitusi dan untuk yang sesama caleg internal diselesaikan melalui Mahkamah Partai sebagaimana diatur dalam UU Parpol. Dengan demikian, sesuai aturan yang berlaku dalam partai, mereka yang terbukti melakukan pengalihan suara, baik suara caleg sesama partai maupun suara partai keterpilihannya sebagai anggota Dewan akan dibatalkan.
Trimedya menyatakan dari 121 kasus yang ditangani, dua di antaranya anggota DPR yakni Honing Sani dari dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) I dan Rahmad Handoyo dari dapil Jawa Tengah I. Dua kasus pengalihan suara tersebut sudah diproses di Mahkamah Partai dan saat ini sedang proses PAW. Posisi Honing Sani digantikan oleh Andreas Hugo Pareira dan Rahmad Handoyo digantikan Darmawan Prakoso.
Wakil Sekjen DPP PDIP Ahmad Basarah mengungkapkan, DPP meminta kader yang terbukti mengalihkan suara partai agar secara sadar mengundurkan diri dari anggota Dewan. Jika itu dilakukan, yang bersangkutan tidak akan dipecat keanggotaannya sebagai kader partai. Namun, jika tidak mengindahkan, disiplin partai tentu harus ditegakkan.
”Dasar keputusan partai mengeluarkan surat pemberhentian, termasuk kepada Honing Sani sudah berdasarkan bukti yang ada, di mana Mahkamah Partai menemukan bukti ada tindakan yang tidak sesuai SK DPP PDIP soal larangan bagi caleg melakukan pemindahan suara partai maupun suara caleg lain menjadi suara caleg tertentu,” tuturnya. Terkait dengan kasus Honing, menurut Basarah, DPP PDIP telah berupaya mengambil jalan tengah sebagai jalan kekeluargaan sesuai jati diri PDIP.
Upaya tersebut dengan maksud agar Honing tidak menanggung sanksi pemecatan tersebut. Sementara itu, Honing mengaku pemecatan dirinya sudah keluar sejak 21 September 2014 dengan alasan tidak mengindahkan, tidak loyal, tidak mau menerima usulan DPP PDIP agar mundur dari DPR terpilih agar digantikan oleh Saudara Andreas Hugo Pareira. Dia mengakui permintaan mundur itu karena dianggap melakukan kecurangan dalam pileg lalu di dapil NTT I.
”Sampai saat ini saya tidak tahu di TPS mana dan siapa saksinya. Semua saksi partai mulai dari TPS, PPS, PPK, KPU kabupaten dan KPU provinsi tidak memberikan catatan atau nota protes seperti yang dituduhkan,” kata Honing. Atas pemecatan yang dia anggap tidak adil itulah, Honing melakukan perlawanan dengan menggugat DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira, dan KPU.
”Pemecatan saya sangat misterius yakni tanpa saya diminta melakukan klarifikasi,” ungkapnya.
Rahmat sahid
Pergantian antarwaktu (PAW) karena sejumlah kader melakukan pelanggaran terkait persaingan antarcalon legislatif (caleg). Padahal, PDIP sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) mengenai larangan pengalihan suara pada saat Pileg 2014. ”Prosesnya sedang kita kerjakan semua, total ada 121 anggota,” kata anggota Mahkamah Partai DPP PDIP Trimedya Panjaitan di Jakarta kemarin.
Trimedya menjelaskan, Mahkamah Partai menemukan pengalihan suara di pemilu lalu. Karena itu, DPP PDDIP segera menjatuhkan sanksi tegas kepada kadernya yang menggunakan cara-cara ilegal itu agar terpilih menjadi anggota Dewan.
”Partai membuat aturan larangan pengalihan suara partai agar di internal solid, bukan malah berantem, tetapi kenyataannya ada yang melakukan itu sehingga partai harus tegas memberikan sanksi,” ungkap Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan ini.
Menurut Trimedya, PDIP memang membagi penyelesaian atas sengketa pemilu menjadi dua. Untuk yang berkaitan dengan caleg partai diselesaikan di Mahkamah Konstitusi dan untuk yang sesama caleg internal diselesaikan melalui Mahkamah Partai sebagaimana diatur dalam UU Parpol. Dengan demikian, sesuai aturan yang berlaku dalam partai, mereka yang terbukti melakukan pengalihan suara, baik suara caleg sesama partai maupun suara partai keterpilihannya sebagai anggota Dewan akan dibatalkan.
Trimedya menyatakan dari 121 kasus yang ditangani, dua di antaranya anggota DPR yakni Honing Sani dari dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) I dan Rahmad Handoyo dari dapil Jawa Tengah I. Dua kasus pengalihan suara tersebut sudah diproses di Mahkamah Partai dan saat ini sedang proses PAW. Posisi Honing Sani digantikan oleh Andreas Hugo Pareira dan Rahmad Handoyo digantikan Darmawan Prakoso.
Wakil Sekjen DPP PDIP Ahmad Basarah mengungkapkan, DPP meminta kader yang terbukti mengalihkan suara partai agar secara sadar mengundurkan diri dari anggota Dewan. Jika itu dilakukan, yang bersangkutan tidak akan dipecat keanggotaannya sebagai kader partai. Namun, jika tidak mengindahkan, disiplin partai tentu harus ditegakkan.
”Dasar keputusan partai mengeluarkan surat pemberhentian, termasuk kepada Honing Sani sudah berdasarkan bukti yang ada, di mana Mahkamah Partai menemukan bukti ada tindakan yang tidak sesuai SK DPP PDIP soal larangan bagi caleg melakukan pemindahan suara partai maupun suara caleg lain menjadi suara caleg tertentu,” tuturnya. Terkait dengan kasus Honing, menurut Basarah, DPP PDIP telah berupaya mengambil jalan tengah sebagai jalan kekeluargaan sesuai jati diri PDIP.
Upaya tersebut dengan maksud agar Honing tidak menanggung sanksi pemecatan tersebut. Sementara itu, Honing mengaku pemecatan dirinya sudah keluar sejak 21 September 2014 dengan alasan tidak mengindahkan, tidak loyal, tidak mau menerima usulan DPP PDIP agar mundur dari DPR terpilih agar digantikan oleh Saudara Andreas Hugo Pareira. Dia mengakui permintaan mundur itu karena dianggap melakukan kecurangan dalam pileg lalu di dapil NTT I.
”Sampai saat ini saya tidak tahu di TPS mana dan siapa saksinya. Semua saksi partai mulai dari TPS, PPS, PPK, KPU kabupaten dan KPU provinsi tidak memberikan catatan atau nota protes seperti yang dituduhkan,” kata Honing. Atas pemecatan yang dia anggap tidak adil itulah, Honing melakukan perlawanan dengan menggugat DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira, dan KPU.
”Pemecatan saya sangat misterius yakni tanpa saya diminta melakukan klarifikasi,” ungkapnya.
Rahmat sahid
(ars)