Filosofi di Balik Selembar Kain

Sabtu, 15 November 2014 - 12:32 WIB
Filosofi di Balik Selembar...
Filosofi di Balik Selembar Kain
A A A
Batik adalah salah satu kebudayaan Indonesia yang semakin terkenal. Setelah keris dan wayang, akhirnya UNESCO mengakui batik sebagai salah satu warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Kata batik sebenarnya berasal dari dua kata, yaitu ambayang artinya ‘menulis’ dan nitikyang berarti ‘titik’.

Rabu (11/11) silam, kami berjalanjalan ke Kota Solo mengunjungi Museum Batik Danar Hadi yang berada di Jalan Brigjen Slamet Riyadi No261. Museum ini merupakan milik pribadi Santosa Doellah, pengusaha sekaligus kolektor batik yang mendapatkan gelar sebagai “Empu Batik” dari Institut Seni Indonesia (ISI).

Terlihat jelas museum ini sangat terpengaruh oleh gaya bangunan Eropa, lengkap dengan pilar-pilarnya yang kokoh. Dulunya museum ini adalah Ndalem Wuryaningratan (bekas istana bangsawan di Jalan Slamet Riyadi, Solo). Santosa membelinya pada 1997 seharga Rp27 miliar.

Pertama kali memasuki museum batik ini, mata kami langsung dimanjakan oleh keindahan-keindahan kain batik kuno. Suasana yang kami rasakan di museum ini agak sedikit berbeda dengan museum-museum lainnya yang terkesan seram dan tidak terurus. Museum Batik Danar Hadi terasa seperti sebuah rumah dengan banyak hiasan dan koleksi kain batik di dalamnya.

Presisi, mungkin itu kata yang bisa menggambarkan tata letak museum ini. Meskipun dipenuhi koleksi kain batik kuno, dengan jarak yang berdekatan, tapi tidak memberikan kesan sempit, apalagi sumpek. Ruangan demi ruangan yang kami lalui memberikan sensasi yang berbeda ketika melihat motif dan warna kain, kami pun penasaran denganyang akan kami temukan di ruangan selanjutnya.

Kami dipandu langsung oleh Asti Suryo, asisten manajer dari museum ini. Ia menjelaskan secara jelas dan detail mengenai sejarah batik, jenis-jenis batik, sampai filosofi kain batik dalam penggunaannya. “Negara lain itu tidak ada yang batiknya memakai aspek budaya atau filosofi. Negara lain itu cuma sekedar kain, wastra, ada gambarnya, titik, tapi punya kita, itu berbeda,” tutur Asty.

Koleksi kain-kain batik ini adalah koleksi batik kuno, yang semuanya milik Santosa Doellah pribadi. Didapatkan dari berbagai belahan dunia, nilai-nilai kain ini sendiri tidaklah murah, ada kain batik yang harganya lebih dari Rp300 juta, ada juga kain yang didapatkan dari pelelangan di luar maupun dalam negeri. Selanjutnya dijelaskan bahwa museum ini terbagi menjadi 11 ruangan.

Tata letak batik di dalam museum ini berdasarkan oleh apa yang dialami oleh Santosa Doellah, dari usia 15 tahun sampai sekarang. Di ruangan pertama, akan kita temukan batik Belanda, namun bukan berarti batik ini berasal dari Belanda. Batik Belanda adalah batik yang bermotif cerita-cerita Eropa. Hanzel and Gretel, Snow White, Little Red Riding Hood adalah beberapa motif yang digambarkan di batik Belanda ini.

Biarpun begitu, pengerjaan batik ini tetap dilakukan orang Indonesia asli. Di ruangan lain akan kita temukan batik-batik kuno lain, seperti batik keraton, batik pengaruh India, batik China, batik Djawa Hokokai, batik petani, batik Indonesia, sampai ke batik adi karya, yang menurut Santosa, memiliki tingkat kesulitan paling tinggi.

Selain itu, ada ruangan yang berisi penjelasan tahap-tahap pembuatan batik. Ada batik tulis dan juga batik kain, alat membatik (canting tulis dan canting cap), lilin untuk membatik, cairan mencelup, dan lain-lain. Proses pembuatan batik untuk satu kain saja, bisa memakan waktu 2-3 bulan. Proses pencelupannya bisa sampai 30-40 kali untuk bisa menghasilkan warna yang pas dan hanya untuk satu warna.

“Jadi, kalau teman-teman membeli batik printing, tawarlah sekejam-kejamnya. Tapi kalau beli batik tulis atau cap, mohon berbicara dengan hati nurani, tega atau tidak,” canda Asri. Museum Batik Danar Hadi ini sudah tercatat di Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) sebagai museum batik dengan koleksi terlengkap, lebih dari 10.000 koleksi yang sudah berusia lebih dari 50 tahun. Museum ini dibangun Santosa dengan harapan untuk melestarikan batik, sarana pendidikan, serta tidak lupa untuk tujuan wisata.

RAHMAN HAKIM DATAU
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0909 seconds (0.1#10.140)