Momentum ASEAN di Myanmar

Kamis, 13 November 2014 - 12:40 WIB
Momentum ASEAN di Myanmar
Momentum ASEAN di Myanmar
A A A
NAY PYI TAW - KTT ASEAN yang dibuka kemarin di Myanmar menjadi momentum negaranegara Asia Tenggara memperkukuh kerja sama, terutama menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan menjaga stabilitas kawasan serta dengan negara tetangga.

Salah seorang pemimpin dari ASEAN, yakni Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, MEA akan menjadi agenda penting yang harus dipersiapkan. Momentum KTT ASEAN bisa untuk memperkokoh rencana tersebut, di mana persiapannya saat ini sudah mencapai 80%. Dia yakin ASEAN akan mencapai target tersebut sebelum akhir 2015.

Selainitu, Hsien Loong berharap perekonomian ASEAN akan membaik di masa yang akan datang mengingat potensi negara anggota besar. Dia akan menyambut baik setiap gagasan pengembangan yang dikeluarkan setiap anggota ASEAN. Saat ini ASEAN membentuk unit khusus untuk memperbesar jaringan perdagangan.

“Saya pikir ekonomi yang terintegrasi dan kuat serta bersatunya anggota ASEAN akan lebih menarik investasi. Selain itu, lapangan pekerjaan akan tersedia lebih banyak. ASEAN juga akan memiliki kekuatan yang lebih besar dan bisa menyelesaikan tantangan regional,” ujar Hsien Loong pada awal KTT ASEAN, dikutip Channelnewsasia .

Hsien Loong juga memberikan perhatian khusus terhadap sengketa Laut China Selatan. Dia mengaku puas dengan pendekatan yang dilakukan ASEAN dan China. Kedua belah pihak, kata Hsien Loong, terus mencoba meningkatkan komunikasi dengan didesaknya konklusi dini seperti pembentukan code of conduct (COC). Demi tercapainya kesepakatan terkait Laut China Selatan, sejumlah pemimpin ASEAN dan PM China Le Keqiang telah bertemu.

Kedua belah pihak diyakini membahas penyelesaian sengketa Laut China Selatan di samping wabah ebola dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Maklum, agenda besar di Myanmar bukan hanya KTT ASEAN, melainkan juga forum Asia Timur yang juga akan dihadiri Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dan PM Jepang Shinzo Abe. Menurut pemerhati internasional, COC Laut China Selatan kemungkinan besar tidak akan ditandatangani dalam waktu dekat.

Empat anggota ASEAN, Taiwan, dan China sedang berkompetisi memperebutkan klaim teritorial diLaut China Selatan. Sisa anggota ASEAN khawatir kompetisi itu akan meningkatkan ketegangan mengingat kedua belah pihak tidak mau mengalah. Sekretaris Jenderal ASEAN, Le Luong Minh, menilai COC jadi satu-satunya solusi terbaik.

“Pasalnya, sejauh ini kami justru melihat adanya kerenggangan antara komitmen politik dan aksi konkret di lapangan,” ujar Minh, dikutip Reuters . Mei lalu China pernah mengirimkan tim pengebor minyak di wilayah perairan yang diklaim Vietnam.

Kedua negara akhirnya bersitegang di sana. Tidak berbeda jauh dengan Vietnam, Filipina juga mengalami hal serupa. Mereka pernah bersitegang dan sempat berencana meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menengahi pembagian dan pelegalan Laut China Selatan. Namun, rencana tersebut gagal dilakukan.

Selain ditolak China, Filipina kekurangan dukungan. Vietnam dan Filipina sadar China menjadi pusat ekonomi dan mitra yang penting di Asia. Mereka kesulitan melakukan “perlawanan” terhadap kebijakan China yang mereka sebut “agresi” itu. Karena itu, mereka meminta AS untuk menengahi perseteruan sengketa Laut China Selatan saat semuanya berkumpul di Myanmar.

Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan, proses penyelesaian Laut China Selatan sudah mengalami progres yang baik selama KTT APEC di Beijing. Kemarin 10 anggota ASEAN sempat melakukan rapat pleno. Namun, tidak ada petugas resmi yang mau memberikan komentar seusai rapat tersebut. Wakil Keamanan Nasional AS Ben Rhodes mengatakan China sebaiknya fokus menyelesaikan sengketa itu melalui hukum internasional dan dialog.

“Tidak boleh ada situasi di mana negara yang lebih besar menyiksa negara yang lebih kecil,” ujarnya di Beijing. Singapura bahkan menyebut sengketa itu sebagai ancaman terbesar keamanan nasional. Laut China Selatan merupakan jalur transit perdagangan maritim tersibuk ketiga di dunia. Laut China Selatan juga diyakini kaya akan ikan dan menyimpan kandungan minyak dan gas.

Saat ini China dilaporkan mengklaim hampir keseluruhan teritorial perairan Laut China Selatan dan sering mengeblok nelayan asing. Sejak beberapa waktu lalu, ASEAN—khususnya Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei dan China terus berupaya menyelesaikan isu Laut China Selatan. Meski belum menemui titik temu, hubungan bilateral kedua belah pihak tidak terganggu.

Muh shamil
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6704 seconds (0.1#10.140)